Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Digitalisasi Pendidikan, Problem Budaya dan Jerat Kemiskinan

Kompas.com - 14/03/2022, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ENAM tahun silam, ekonomi digital dilegitimasi pada tingkat kesepakatan internasional sebagai tatanan ekonomi baru. Kesepakatan itu terjadi pada Pertemuan Tingkat Menteri 2016 yang diadakan pada 22-23 Juni di Cancun (Meksiko), yang dihadiri para menteri dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Uni Eropa, dan sejumlah negara lainnya. Pertemuan ini dianggap sebagai tolok ukur gerakan modern menuju transformasi digital masyarakat modern.

Ide dasar Deklarasi Menteri tentang ekonomi digital adalah pengakuan atas perkembangan digital ekonomi dunia, meningkatnya penggunaan dan investasi dalam teknologi dan modal digital, serta pengakuan bahwa ekonomi digital berperan sebagai daya katalis yang kuat untuk inovasi, pertumbuhan dan kesejahteraan warga masyarakat.

Baca juga: Rektor ITB Lakukan Digitalisasi Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

Fokus khusus ditempatkan pada hubungan ekonomi digital dengan digitalisasi pendidikan karena orang harus memiliki keterampilan tertentu untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital dan masyarakat digital.

Ekonomi digital dan digitalisasi pendidikan

Pada hakekatanya, digitalisasi pendidikan erat kaitannya dengan isu pengenalan dan implementasi teknologi kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu juga bertalian dengan kemunculan generasi digital, komptensi dan keterampilan untuk masuk dalam pasar kerja digital, dan tuntutan untuk pembelajaran seumur hidup.

Dari titik ini, muncul isu ambiguitas soal interaksi manusia dengan lingkungan digital dan dampak negatifnya pada kemampuan kognitif, perhatian, dan aspek lain dari kehidupan manusia.

Pertanyaan yang mengemuka di antaranya adalah bagaimana dampak digitalisasi pendidikan terhadap manusia dan masyarakat? Apakah digitalisasi didukung oleh budaya lokal? Apakah digitalisasi pendidikan mendukung kontinuitas budaya? Bagaimana digitalisasi pendidikan mempengaruhi lembaga pendidikan dan masyarakat miskin?

Dalam dekade teakhir, selaras dengan kemajuan pesat teknologi informasi, banyak peneliti melakukan studi dan analisis perihal digitalisasi pendidikan. Sejumlah studi yang dikhususkan untuk hubungan antara ekonomi dan pendidikan di dunia digital modern menemukan bahwa pengembangan keterampilan praktis dan kompetensi siswa harus didasarkan pada studi kasus di ekonomi digital.

Sebab, orang yang bekerja di lingkungan sosial dan ekonomi yang digital harus mampu memproses informasi yang kompleks, berpikir sistematis dan kritis, menjadi kreatif, dan mampu memecahkan masalah nyata dunia digital. Para ilmuwan sosial dan para ekonom percaya bahwa ekonomi yang sangat terdigitalisasi dicirikan oleh bidang ekonomi, sosial dan lainnya yang lebih efisien karena tingkat produksi yang efisien dan bernilai tambah yang tinggi.

Ilustrasi anak sedang sekolah online atau belajar dari rumahDOK. Pewresearch.org Ilustrasi anak sedang sekolah online atau belajar dari rumah
Berpengaruh positif dan negatif

Sejumlah peneliti di bidang pendidikan modern menyimpulkan bahwa penerapan digitalisasi pendidikan berpotensi membawa pengaruh positif.

Pertama, transformasi digital di pendidikan mampu menggantikan metode dan praktik pengajaran lama dengan yang baru, pengenalan perubahan dramatis dalam instruksi dan metodologi penilaian (ujian). Dengan kata lain, teknologi digital memungkinkan evolusi industri pendidikan sehingga terjadi transisi dari "sekolah lama" ke "sekolah baru" (Näykki, dkk. 2019).

Baca juga: Efek Negatif Sekolah Online pada Penglihatan Anak

Kedua, digitalisasi pendidikan memengaruhi ekosistem pendidikan. Digitalisasi tidak sepenuhnya menghilangkan faktor manusia dalam pendidikan. Digitalisasi membuat ruang belajar menjadi lebih luas dan proses pembelajaran menjadi lebih fleksibel.

Digitalisasi bahkan mendefinisikan secara baru identitas peserta didik (siswa) dan pendidik guru/dosen. Digitalisisasi menggiring peserta didik untuk menjadi orang muda yang selalu mencari tahu (inquirer), dan para pendidik menjadi bentara dan fasilitator yang inovatif (Kalolo, J.F., 2019).

Guru tidak seharusnya menjadi penyampai pengetahuan, tetapi sebagai mentor dan fasilitator, yang bertugas membantu siswa beradaptasi dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh.

Ketiga, digitalisasi pendidikan berpotensi menghasilkan keterampilan digital yang dibutuhkan oleh ekosistem ekonomi-bisnis digital. Artinya para lulusan yang memiliki latar belakang digital lebih mungkin untuk memenuhi harapan pemberi kerja dalam iklim ekonomi-bisnis yang semakin berbasis pengetahuan dan teknologi digital. (Sukhomlin, V.A., (2017).

Sejumlah peneliti lain melihat bahwa digitalisasi pendidikan berpotensi menimbulkan dampak negatif. Menurut mereka, digitalisasi pendidikan dapat membawa risiko potensial mengabaikan proses pembelajaran afektif, yaitu proses yang berhubungan dengan penderitaan emosional dan aktualisasi diri siswa dalam proses pembelajaran. Kelompok ini mencatat bahwa digitalisasi pendidikan telah secara signifikan mengubah hubungan antara guru dan siswa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com