Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Manhaj NU, Staqufiyah dan Identitas Agama

Kompas.com - 10/03/2022, 11:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam pergulatan politik, NKRI adalah wasilah utama NU dalam membangun peradaban. Landasannya sudah ada. Dibuat oleh para the founding fathers dan dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.

Diksi ukhuwah basyariyah yang jadi keputusan muktamar ke-27 NU di Situbondo, Jawa Timur, adalah cita-cita peradaban dunia yang luhur.

Ia harus diperjuangkan dengan segala daya di dunia internasional, untuk menjauhkan manusia dari konflik akut.

NU siap dengan semua properti yang dimiliki untuk bertarung, mengalahkan pihak-pihak yang ingin melemahkan apalagi merongrong NKRI.

NU siap setiap saat menyelamatkan NKRI dari segala makar yang menjadikannya kapal keruk raksasa, mengeksploitasi sumber daya yang jadi hajat hidup orang banyak.

NU siap berjihad untuk mencegah NKRI agar tidak dikuasai oleh dinasti politik tertentu untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Jika NU melakukan ini semua, itu sama sekali bukan hanya karena kebutuhan NU atas NKRI yang damai.

Jika NKRI damai dalam kemajemukan itu berarti kampanye positif di dunia internasional untuk menjelaskan bahwa ukhuwah basyariyah adalah sesuatu yang mutlak dibutuhkan umat manusia.

Memenangkan NKRI dari ancaman penggunaan identitas primordial adalah perjuangan mulia demi lahirnya peradaban yang mulia.

Pascausainya Perang Dunia II, telah terjadi empat perubahan mendasar dalam peradaban modern.

Pertama; tata politik dunia yang berimbas pada perubahan peta politik dan kuatnya identitas agama.

Kedua; perubahan demografi terkait komposisi kependudukan. Ini ditandai dengan mencairnya kebekuan identitas penduduk dalam satu wilayah, dari seragam jadi beragam. Contoh; dulu Islam sulit menembus Barat.

Ketiga; perubahan standar norma. Dulu, misalnya, perbudakan adalah gaya hidup dan alat ekonomi. Kini, perbudakan jadi aib kemanusiaan.

Keempat; perubahan karena adanya globalisasi. Tahapan ini menyebabkan biasnya batas-batas fisik dan nonfisik.

Globalisasi menjadi fenomena besar dalam perubahan peradaban, yang mustahil dihindari bangsa manusia. Globalisasi meniscayakan dunia bak kampung kecil tanpa batas.

Baca juga: Manhaj NU, Staqufiyah, dan Memenangkan NKRI

Identitas Agama dan Majapahit

Alkisah, berabad lampau, hingga meletusnya Perang Dunia I, bangsa-bangsa di dunia membentuk kerajaan untuk mengelola peradaban.

Kerajaan-kerajaan di Eropa, berbasis identitas agama Kristen dan Katholik dengan varian-variannya. Jerman yang dulu Prusia, beragama Katholik.

Belanda, yang dengan VOC-nya menjajah Nusantara, Kristen Protestan. Inggris menganut Kristen Anglikan. Khilafah Turki Usmani, jelas beragama Islam.

Konstruksi negara-agama Islam, misalnya, menjadi kian mapan, dan termanifestasikan di hampir semua lini kelembagaan Islam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com