DIKTUM "Staqufiyah", merupakan definisi terbatas yang Penulis gunakan untuk menyebut perspektif Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Staqufiyah, bukan isme, bukan ideologi, apalagi mazhab. Staqufiyah hanya cara untuk mempersempit ruang lingkup Penulis memahami pandangan Gus Yahya--sapaan KH Yahya Cholil Staquf, soal Nahdlatul Ulama (NU).
Staqufiyah adalah jalan NU versi KH Yahya Cholil Staquf.
Para Ketua Umum PBNU sebelumnya, menggunakan model dan pendekatan yang tidak sama dalam mengelola jam'iyah dan jamaah NU.
Pendekatan KH Said Aqil Siradj, berbeda dengan cara KH A Hasyim Muzadi. Demikian juga, Kiai Hasyim Muzadi berlainan versi dari manhaj KH Abdurrahman Wahid.
Perbedaan pendekatan dipengaruhi dinamika internal NU dalam menyikapi dialektika bangsa dan perkembangan internasional.
Staqufiyah menggunakan wazan seperti Ma'iyyah--gerakan bersifat membersamai. Asalnya bahasa Arab, yaitu "ma'a" yang berarti bersama.
Kata ini berderivasi menjadi "maiyyah". Atau wazan lain yang serupa. Seperti insaniyah, ruhaniyah, jasadiyah, wathoniyah, basyariyah dan lain-lain.
Demikian juga Staqufiyah. Tujuannya untuk membatasi pemahaman atas perspektif ini. Sebuah pandangan tentang NU, yang sifatnya khas, yang berasal dari sudut pandang KH Yahya Cholil Staquf.
Tentu saja, Staqufiyah ini tidak bisa sepenuhnya menggambarkan secara utuh pandangan Gus Yahya. Ini hanya versi pemahaman Penulis.
Tidak lebih dari bahan kontemplasi, transendensi atas sejumlah masalah, yang lalu dibincangkan Gus Yahya kepada Penulis dalam berbagai kesempatan.
Gus Yahya berangkat dari perspektif historis. Premis mayornya adalah pergumulan dunia; dari Perang Dunia hingga lenyapnya Turki Utsmani.
Turki Utsmani
Syahdan, begitu Khilafah Abbasiyah runtuh, kepemimpinan dawlah Islam mengalami kekosongan.
Bani Abbasiyah mengusai sebagian besar negara dunia. Setelah berkuasa 623 tahun, imperium itu ditaklukkan Hulagu.