Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surabaya Diguyur Hujan Es, BMKG Jelaskan Fenomena yang Terjadi

Kompas.com - 21/02/2022, 19:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Surabaya, Jawa Timur diguyur hujan es pada Senin (21/2/2022) sore.

Peristiwa ini banyak diabadikan dan diunggah netizen melalui media sosial, salah satunya di Twitter.

"Hujan es daerah wiyung," tulis salah satu akun Twitter.

Akun tersebut juga menyertakan video yang ia rekam di teras rumah. Terlihat ada banyak butiran es batu berhamburan di lantai. Ukuran es batu ini terbilang cukup besar.

Hujan pun terlihat masih terjadi saat video diambil.

Video serupa juga diunggah oleh akun lain, namun kali ini video diiambil di sebuah jalan raya. Butiran es terlihat berhamburan di aspal dan masih terus berjatuhan.

Bagaimana penjelasan dari BMKG?

Baca juga: Fenomena Hujan Es Terjadi di Beberapa Daerah, Apa Penyebabnya?

Penjelasan BMKG

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, apa yang sebenarnya terjadi, sehingga membuat Surabaya diguyur hujan es cukup intens.

Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin menyebut, hujan es sesungguhnya sebagai fenomena yang lumrah terjadi.

"Fenomena tersebut lumrah, artinya fenomena yang biasa terjadi di Indonesia tapi memang jarang saja kejadiannya," kata Miming kepada Kompas.com, Senin (21/2/2022).

Untuk penyebabnya, Miming menyebut, hujan es dipicu oleh pola konvektifitas massa udara dalam skala lokal-regional yang signifikan.

"Hujan es umumnya dapat terjadi dari sistem awan Cumulonimbus (Cb) yang menjulang tinggi dengan kondisi labilitas udara yang signifikan sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar," jelas Miming.

Butiran es yang turun tidak berukuran sama, terkadang ada yang berukuran relatif kecil, tetapi ada juga yang memiliki ukuran cukup besar.

Baca juga: Fenomena Hujan Es: Kenapa Bisa Terjadi? Berikut Penjelasan BMKG

Kecepatan dari fenomena downdraft atau aliran massa udara turun dalam sistem awan, disebut menjadi faktor penentunya.

"Fenomena downdraft yang kuat ini terjadi di sistem awan Cb terutama pada saat fase matang, dapat menyebabkan butiran es berukuran cukup besar dalam sistem awan Cb itu turun hingga ke dasar awan, dan keluar dari awan menjadi fenomena hujan es," jelas dia.

Kecepatan downdraft dari awan Cb tersebut cukup signifikan, sehingga mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara.

"Bahkan sampai jatuh ke permukaan bumi masih dalam bentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es," lanjut Miming.

Berpotensi terjadi lagi 

Terakhir, Miming mengatakan masyarakat Indonesia harus tetap waspada hingga beberapa bulan ke depan, karena fenomena serupa masih bisa terjadi di beberapa daerah.

"Hingga Maret-April mendatang, masyarakat dihimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrem seperti hujan es, puting beliung, waterspout, hujan lebat disertai petir, dan angin kencang," pungkas Miming.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Tren
Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Tren
Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

Tren
Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Kata 'Duit' Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Kata "Duit" Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Tren
Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Tren
Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Tren
Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tren
Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com