Orientasi kebijakan Obama tersebut, menjadi salah satu sebab menguatnya suara populisme yang diteriakkan oleh Donald Trump, yakni anti "establishment" dengan motonya yang sangat tenar "Drain the swamp."
Namun hanya dalam waktu empat tahun kurang, fanatisme kanan Donald Trump memudar.
Partai Demokrat dengan cepat membaca tren ini dan berusaha meng-engineering keterpilihan tokoh-tokoh "centerist" di dalam konvensi partai, agar bisa mengunci Donald Trump dalam "captive voter"-nya, lalu floating voter bisa beralih ke Joe Biden.
Dengan kata lain, jika dikembalikan kepada konteks Indonesia tahun 2024, tokoh yang memiliki fleksibilitas ideologis alias cenderung ke tengah dari ideologi dasar partainya akan berpeluang besar menjadi penghimpun suara tidak saja dari "base" pemilih sendiri, tapi juga dari nyaris semua kalangan pemilih.
Formula sederhana ini bukanlah kalkulasi politik semata, tapi justru menggambarkan kebhinekaan dan keberagaman latar belakang pemilih Indonesia.
Artinya, tokoh atau kader partai yang mampu diterima di biduk partai lain tanpa harus meninggalkan biduknya sendiri adalah tokoh yang berpeluang mendulang banyak suara di satu sisi dan berkapasitas menjahit keberagaman menjadi sumber kekuatan di sisi lain, bukan sebagai sumber pertengkaran dan konflik.
Dari semua bakal calon yang sudah wara-wiri di survei-survei politik belakangan ini, hanya nama Ganjar Pranowo yang nampaknya berpeluang memenuhi syarat tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.