Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengkritisi Konten-konten Nir-empati Pascakecelakaan Vanessa Angel

Kompas.com - 11/11/2021, 07:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di media sosial, banyak beredar konten-konten yang berkaitan dengan tewasnya pasangan selebritas, Vanessa Angel dan Bibi Andriansyah. 

Vanessa dan suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil di Tol Nganjuk arah Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis (4/11/2021).

Keduanya kemudian dimakamkan di TPU Islam Malaka, Jalan Swadarma, Ulujami, Jakarta Selatan, pada Jumat (5/11/2021) pagi.

Pasca-kepergian Vanessa, warganet menyoroti maraknya peredaran konten-konten video YouTube yang dianggap minim empati dan tak beretika etika terkait kecelakaan Vanessa dan suaminya.

Baca juga: [HOAKS] Anak Vanessa Angel Meninggal saat Perjalanan ke RS

Konten-konten yang disoroti, misalnya, unggahan video YouTube yang mengeklaim melakukan wawancara dengan arwah dari Vanessa Angel untuk mengetahui penyebab kematiannya.

Video semacam itu banyak bertebaran di YouTube dan mendulang puluhan ribu hingga jutaan views, meski kebenaran isi konten tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Mengapa ada pihak-pihak yang membuat konten minim empati dan etika di tengah suasana duka?

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Kuskridho Ambardi, mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat konten-konten gaib pasca-kematian Vanessa Angel bermunculan dan mendulang banyak views.

Menurut Dodi, demikian ia biasa disapa, faktor pertama yang membuat konten-konten semacam itu eksis adalah adanya akar kultural yang masih bertahan pada masyarakat Indonesia.

"Yakni percantolan antara dunia gaib dan dunia nyata, dan sebagian orang melihatnya sebagai hubungan kasual. Yang gaib dipakai untuk menjelaskan yang nyata," kata Dodi saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/11/2021).

Ia mengatakan, konten-konten semacam itu juga masih diminati karena baik pembuat konten maupun penikmatnya, sama-sama merasa sebagai pihak yang tidak berkaitan dengan bencana.

"Bahwa yang mendapat bencana bukan saya, saya lebih beruntung. Jadi di sana ada semacam fungsi katarsis dari media online atau media sosial," ujar Dodi.

Selain itu, menurut Dodi, saat ini ada norma baru yang makin terbentuk di masyarakat, yang membuat hal-hal viral akhirnya menjadi bagian dari obrolan sehari-hari.

"Ada norma yang makin terbentuk bahwa yang viral itu bagian dari kehidupan normal. Itu bagian dari obrolan sehari-hari," kata Dodi.

"Ketika yang viral dianggap normal, maka faktor etika biasanya tertinggal dan tak terpikirkan," ujar dia.

Dodi mengatakan, karena yang viral ini sudah dianggap normal, besar kemungkinan hal-hal serupa juga akan terjadi seandainya ada peristiwa yang sama di masa mendatang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com