Dari sisi teknis, Djoko menyebut sumber daya manusia (SDM) yang mengawasi pertandingan harus benar-benar terkualifikasi.
Sebab, kericuhan dalam olahraga umumnya dipicu oleh ketidakpuasan di dalam penjurian atau kepemimpinan wasit.
"Kita harus segera melakukan pembinaan terhadap para wasit dan juri, harapannya punya lisensi yang memadahi, sehingga dalam pertandingan bisa melaksanakan secara fair play," jelas dia.
Baca juga: Berbahayakah Tidur dengan Kipas Angin Menyala Sepanjang Malam?
Ia juga menyorot sistem penilaian sejumlah pertandingan olahraga yang masih memakai sistem lama dan usang.
Djoko mencontohkan sistem penilaian dalam cabor binaraga di ajang PON Papua XX yang sempat diwarnai protes sejumlah daerah.
Menurutnya, protes itu dipicu oleh penilaian yang masih menggunakan cara lama, sehingga menimbulkan potensi unfair untuk menentukan pemenang.
"Jadi para juri yang jumlahnya ada 6 atau 7, setelah atlet menampilkan performanya, itu menilai secara manual, ditulis di atas kertas, kemudian ada petugas yang mengumpulkan dan diserahkan ke petugas statistik," kata dia.
"Sistem ini kan seharusnya tidak zamannya lagi di era digitalisasi. Seharusnya begitu melakukan performa, wasit tinggal nekan nilai, langsung kelihatan, sehingga akan menunjukkan penilaian yang transparan dan objektif," sambungnya.
Baca juga: Bukan Pagi Hari, Ini Waktu Terbaik untuk Berolahraga