Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bingungologi Politik Kebencian

Kompas.com - 28/08/2021, 15:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

DALAM sebuah acara syukuran di Istana Negara yang khusus diselenggarakan untuk merayakan kemenangan Presiden Jokowi pada pilpres 2019, di luar dugaan presiden Jokowi memaklumatkan sebuah pengumuman cukup mengejutkan.

Ia menyatakan akan mengajak Prabowo Subianto ikut duduk di dalam kabinet kepresidenan masa bakti 2019-2024.

Antusias

Banyak hadirin termasuk saya antusias bertepuk tangan positif menyambut semangat persatuan Presiden Jokowi selaras sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.

Namun banyak pula hadirin tidak ikut bertepuk tangan dengan raut wajah kecewa. Ternyata rencana Presiden Jokowi merangkul Prabowo Subianto yang sudah sejak pilpres 2014 merupakan lawan Jokowi tidak berhasil membahagiakan semua pihak.

Ada yang tidak merasa bahagia bahkan kecewa telah mendukung Jokowi menjadi presiden sebab ternyata Jokowi tidak membenci Prabowo.

Mereka tidak sadar bahwa Presiden Jokowi sedang melakukan pendidikan demokrasi yang membenarkan perbedaan pendapat namun tidak membenarkan politik kebencian.

Prihatin

Ternyata tidak semua warga Indonesia memiliki semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang tersurat sebagai sila poros Pancasila.

Setelah berhasil mengusir musuh bangsa Indonesia yaitu para penjajah dari persada Nusantara, masih ada warga bangsa Indonesia melanjutkan kebencian bukan terhadap penjajah yang sudah berhasil diusir namun justru terhadap sesama warga bangsa sendiri.

Saya prihatin atas segenap pembenaran akademis mau pun tidak akademis terhadap politik kebencian garapan para ilmuwan psikologi politik termasuk (jika ada) para pemenang anugerah Nobel apalagi (jika ada) ajaran agama yang mengajarkan kebencian terhadap sesama manusia apalagi sesama warga bangsa sendiri.

Bingungologi

Saya dapat mengerti perasaan para pendukung Jokowi yang sudah telanjur menghanyutkan diri ke dalam arus kebencian demi menghujat Prabowo kemudian harus mengubah sikap-perilaku mereka.

Saya mafhum mereka bingung sebab kehilangan arah orientasi kebencian. Sama bingungnya dengan para pendukung Prabowo ketika menyaksikan kenyataan bahwa junjungannya mendadak berdamai bahkan bergabung ke dalam kabinet lawan junjungannya.

Para kampret dan para cebong sama-sama merasakan kebingungan yang sama.

Dari segenap kebingungan itu dapat disimpulkan kearifan bahwa dalam ikut serta dalam suatu pemilu sebaiknya kita jangan membiarkan diri masing-masing terhanyut ke dalam arus gelombang kebencian agar tidak kecewa apabila junjungan kita masing-masing berdamai bahkan bekerja sama dengan pihak lawan usai pemilu.

Ironis apabila para pendukung saling berseteru sampai berdarah-darah bahkan binasa sementara yang didukung malah saling mesra berangkulan demi bersatupadu dalam bahu-membahu memimpin perjuangan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur.

Alangkah indahnya apabila politik kebencian lenyap dari negeri gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja yang kita cintai ini.

Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com