Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bingungologi Tambah Kurang Kali Bagi

Kompas.com - 04/06/2021, 13:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENAKJUBKAN bagaimana para statistikawan/wati piawai akrobat angka saling ditambah, dikurang, dikali, dibagi demi memenuhi kepentingan memuaskan kebutuhan pelanggan produk statistik.

Setelah cukup babak belur akibat putus asa dalam upaya menjawab pertanyaan tentang kenapa 2+2=4 maka akhirnya kini saya beralih dari hitungan dengan angka 2 ke hitungan dengan angka 1 disertai harapan bahwa masalah dapat dimengerti secara lebih mudah karena 1 terkesan lebih sederhana akibat lebih kecil ketimbang 2.

Mari kita mulai dengan 1+1=2 yang memang apabila saya buktikan dengan meletakkan sebuah duren di sisi sebuah duren maka yang tampak adalah memang dua duren.

Atau sebuah jari telunjuk saya dijejerkan dengan sebuah jari telunjuk saya maka memang yang tampak adalah dua jari telunjuk saya.

Hasil yang sama juga saya peroleh apabila saya menggunakan ibu jari atau tiga jari lainnya.

Namun masalah mulai membingungkan pada saat saya mempelajari 1X1=1 yang hasilnya terbukti langsung beda dari 1+1=2.

Sungguh menakjubkan bahwa beda tanda tambah dengan tanda kali ternyata di dalam matematika langsung beda hasil.

Namun ketakjuban itu sama sekali tidak konsisten sebab tidak konsekuen terbukti pada 2+2=4 ternyata tetap sama saja hasinya dengan 2X2=4 sementara 3+3=6 namun 3X3=bukan 6 tapi 9.

Selanjutnya 4+4=8 padahal 4X4=16 dan selanjutnya beda hasil penambahan dan pengalian angka 5 makin membesar dan seterusnya sampai infinitas.

Terkesan angka 2 didiskriminir di antara segenap angka lain-lainnya. Jumlah anggota keluarga pada pasangan suami-istri memang pada awalnya 1+1=2 namun setelah sembilan bulan atau kerap juga lebih awal terbukti hasil hubungan suami-istri potensial bertambah 1 bahkan 2 atau 3 atau 4 atau seterusnya tergantung pada daya infertilitas Sang Ibu mau pun Sang Ayah.

Belum lagi jika bayinya kembar maka 1+1=4 sementara jika kembar 3 maka 1+1=5.

Lawan tanda-tambah adalah tanda-kurang maka 2+2=4 dan 4-2=2 tetapi sungguh inkonsisten bahwa 1+1=1 lalu 1-1= bukan 1 tetapi 0 alias nol alias nihil alias tidak ada.

Masalah inkonsistensi makin konsekuen inkonsisten jika melibatkan angka 0 seperti misalnya 1+0=1 maka 1-0=1 namun 1X0=0 tetapi 0:0= bukan 1 tapi tetap 0.

Agar tidak mempemparah gejala bingungologis lebih baik kita jangan merambah ke ranah pengalian dicampur dengan tanda-kurang di mana seperti Stendhal, saya masih belum kunjung mampu mengerti bahwa -1X-1 bukan -1 tetapi +1.

Demi mengurangi (atau justru menambah) beban bingungologis, saya mencoba menghayati makna mahasabda Leo Tolstoi:

“A man is like a fraction whose numerator is what he is and whose denominator is what he thinks of himself. The larger the denominator, the smaller the fraction.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com