Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Ghosting adalah Kejahatan Emosional

Kompas.com - 18/03/2021, 17:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kata ghosting sempat trending topic dan viral dalam beberapa waktu terakhir di berbagai platform jejaring sosial.

Istilah yang mulai dikenal sejak 2011 itu menjadi ramai dibicarakan terkait kandasnya hubungan asmara putra bungsu Presiden RI, Kaesang Pangarep, dengan Felicia Tissue yang telah terjalin selama 5 tahun.

Berawal dari cuitan akun instagram milik Meilia (ibu Felicia), Kaesang dituding telah melakukan ghosting dengan memutuskan hubungan dengan anaknya secara sepihak tanpa ada penjelasan apapun, dan bahkan diduga terjadi karena adanya orang ketiga.

Baca juga: Klarifikasi Kaesang Pangarep soal Ghosting dan Putus dari Felicia Tissue

Lalu, apa itu ghosting? Berdasarkan Cambrige Dictionary kata ghosting mengacu pada suatu cara mengakhiri suatu hubungan secara tiba-tiba dan menutup segala bentuk komunikasi dengan seseorang.

Definisi yang sama juga ditemukan dalam kamus Oxford yang menyatakan bahwa ghosting is the practice of ending a personal relationship with someone by suddenly and without explanation by withdrawing from all communication.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, termin ini muncul karena banyaknya masyarakat yang menggunakan aplikasi kencan (dating application) seperti Tinder, WeChat, Bumble, dan sebagainya.

Baca juga: Ghosting untuk Mengakhiri Hubungan Asmara? Psikolog Sebut Kurang Ajar

Disadari atau tidak, penggunaan dating application tersebut telah membentuk perilaku budaya yang membuat seseorang mengakhiri suatu hubungan dengan cepat dan tanpa kepastian hanya dengan sekali tekan saja.

Mengapa 0rang melakukan ghosting?

Dilansir dari laman health.com, seorang psikolog klinis dan pakar hubungan dari Washington D C Vinita Mehta mengatakan bahwa secara personal sebagian besar orang melakukan ghosting untuk menghindari konfrontasi dan melukai perasaan yang dihantui (ghostee).

Mehta juga menambahkan bahwa kenyamanan, keamanan, interaksi yang buruk dengan pasangan, kehilangan ketertarikan, dan keadaan suatu hubungan (seberapa dekat seseorang dengan pasangannya) adalah alasan-alasan lain mengapa orang melakukan tindakan ini.

Artinya, seseorang bisa saja melakukan ghosting karena merasa dirinya tidak aman atau mungkin ada sesuatu hal yang tidak ingin diketahui oleh pasangannya.

Baca juga: Dampak Psikologis Ghosting, Bukan Sekedar Gagal Move On

Senada dengan Mehta, Ruskin berargumen bahwa sebagai manifestasi dari ketidakdewasaan emosional (emotional immaturity), ghosting dilakukan karena seseorang tidak merasa mampu mengomunikasikan apa yang mereka rasakan untuk menjaga suatu komitmen.

Bagi Ruskin, hal ini adalah suatu kondisi yang sangat buruk karena suatu hubungan yang baik membutuhkan skill komunikasi yang sehat.

Direktur Program Psikoterapi Universitas Emory, Jennice Vilhauer, PhD dalam laman Psychology Today mengatakan ghosting bukanlah istilah baru, melainkan sudah dikenal sejak lama karena orang diasumsikan pernah melakukan tindakan menghilang diri tanpa jejak.

Menurutnya, dalam tren kencan (dating culture) saat ini hampir 50 persen pria dan wanita pernah mengalami atau melakukan ghosting dalam hubungan mereka.

Dampak ghosting bagi korbannya

Vilhauer menjelaskan bahwa korban ghosting akan mengalami luka batin yang cukup serius, kegelisahan, dan perasaan rendah diri karena ketidakjelasan hubungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com