Menciptakan uang baru sangat berbahaya bagi sebuah negara. Kenapa?
Mari kita gunakan dinar dan dirham ini sebagai contoh. Ada dua hal yang bisa terjadi. Pertama, jika digunakan masif maka harga-harga dipastikan naik drastis. Inflasi bisa tak terkendali. Hal ini terjadi sebagai efek dari pembulatan harga untuk disesuaikan dengan pecahan dinar-dirham tersebut.
Kedua, harga emas dan perak akan naik tajam karena permintaan yang tinggi untuk membuat keping logam ini. Lagi-lagi ujungnya adalah inflasi tak terkendali.
Jika inflasi tak terkendali, harga uang jadi turun dan tergerus jika tak mau dikatakan tak ada nilainya. Hal ini menyebabkan potensi angka kemiskinan naik drastis.
Angka kemiskinan yang tinggi secara tiba-tiba, jika tak dikelola dengan hati-hati, bisa memunculkan huru-hara.
Saya juga meminta pandangan ke pakar ekonomi syariah Banu Muhammad. Ia mengatakan,
dalam khasanah fiqh Islam dinar-dirham itu adalah uang pada masa itu.
“Hari ini, dinar-dirham (di pasar muamalah) itu komoditas, bukan alat tukar. Ya harusnya dia jangan sebut jual-beli. Harusnya sebut barter antara emas dan pecahan sekian, dengan bahan pokok, misalnya," terang Banu.
"Kebayang enggak sih, kalo ada kondisi di mana semuanya begitu, yang ada harga emas akan naik karena demand yang sangat tinggi. Jadi, enggak terkontrol lagi. Sementara harusnya kontrol moneter di satu pihak, yaitu bank sentral,” jelas Banu.
Masih lekat dalam ingatan, bagaimana Venezuela berjuang menghadapi inflasi tak terkendali yang titik tertingginya mencapai 8.000.000 persen pada 2019.
Sebelum ditahan polisi, Zaim Saidi membuat video klarifikasi yang disebar di media sosial. Ia membantah bahwa dinar-dirham yang dibuatnya adalah mata uang baru.
“Mereka menanyakan apakah Dinar dan Dirham ini alat pembayaran. Saya jelaskan bahwa dinar dan dirham ini namanya pun bukan. Itu mengenai satuan berat, seperti kalo kita menyebut gram. Secara modern, berat itu diukur dalam gram, makanya dalam koin itu ada tulisan koin emas dan koin perak," kata Zaim.
Terlepas dari perdebatan yang ada, konsekuensi hukuman dalam kasus ini luar biasa. Hukuman maksimalnya 15 tahun. Di sisi lain, hampir sama sekali tak pernah terdengar kasus serupa sebelumnya.
Layak dipikirkan soal edukasi sehingga penegakan hukum bisa dipertimbangkan menjadi upaya paling akhir.
Siapa yang melakukan edukasi?
Para ahli dan lembaga resmi yang punya kapasitas terbaik atasnya.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.