Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Pasar Dinar Dirham dan Ancaman Inflasi

Kompas.com - 08/02/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menciptakan uang baru sangat berbahaya bagi sebuah negara. Kenapa?

Mari kita gunakan dinar dan dirham ini sebagai contoh. Ada dua hal yang bisa terjadi. Pertama, jika digunakan masif maka harga-harga dipastikan naik drastis. Inflasi bisa tak terkendali. Hal ini terjadi sebagai efek dari pembulatan harga untuk disesuaikan dengan pecahan dinar-dirham tersebut.

Kedua, harga emas dan perak akan naik tajam karena permintaan yang tinggi untuk membuat keping logam ini. Lagi-lagi ujungnya adalah inflasi tak terkendali.

Jika inflasi tak terkendali, harga uang jadi turun dan tergerus jika tak mau dikatakan tak ada nilainya. Hal ini menyebabkan potensi angka kemiskinan naik drastis.

Angka kemiskinan yang tinggi secara tiba-tiba, jika tak dikelola dengan hati-hati, bisa memunculkan huru-hara.

Saya juga meminta pandangan ke pakar ekonomi syariah Banu Muhammad. Ia mengatakan,
dalam khasanah fiqh Islam dinar-dirham itu adalah uang pada masa itu.

“Hari ini, dinar-dirham (di pasar muamalah) itu komoditas, bukan alat tukar. Ya harusnya dia jangan sebut jual-beli. Harusnya sebut barter antara emas dan pecahan sekian, dengan bahan pokok, misalnya," terang Banu.

"Kebayang enggak sih, kalo ada kondisi di mana semuanya begitu, yang ada harga emas akan naik karena demand yang sangat tinggi. Jadi, enggak terkontrol lagi. Sementara harusnya kontrol moneter di satu pihak, yaitu bank sentral,” jelas Banu.

Masih lekat dalam ingatan, bagaimana Venezuela berjuang menghadapi inflasi tak terkendali yang titik tertingginya mencapai 8.000.000 persen pada 2019.

Sebelum ditahan polisi, Zaim Saidi membuat video klarifikasi yang disebar di media sosial. Ia membantah bahwa dinar-dirham yang dibuatnya adalah mata uang baru.

“Mereka menanyakan apakah Dinar dan Dirham ini alat pembayaran. Saya jelaskan bahwa dinar dan dirham ini namanya pun bukan. Itu mengenai satuan berat, seperti kalo kita menyebut gram. Secara modern, berat itu diukur dalam gram, makanya dalam koin itu ada tulisan koin emas dan koin perak," kata Zaim.

Terlepas dari perdebatan yang ada, konsekuensi hukuman dalam kasus ini luar biasa. Hukuman maksimalnya 15 tahun. Di sisi lain, hampir sama sekali tak pernah terdengar kasus serupa sebelumnya. 

Layak dipikirkan soal edukasi sehingga penegakan hukum bisa dipertimbangkan menjadi upaya paling akhir.

Siapa yang melakukan edukasi?

Para ahli dan lembaga resmi yang punya kapasitas terbaik atasnya.

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com