Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Budi Hartono, Orang Terkaya di Indonesia yang Surati Jokowi Tolak PSBB

Kompas.com - 13/09/2020, 16:00 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Budi Hartono, orang terkaya di Indonesia versi Forbes menyampaikan pendapatnya mengenai rencana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta, Senin (14/9/2020) besok.

Budi yang juga pemilik Djarum Group itu mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo yang isinya menyebutkan bahwa pilihan memberlakukan PSBB tidak tepat.

Salah satu alasannya, Budi menyebutkan bahwa PSBB di Jakarta tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi virus corona di DKI Jakarta.

Baca juga: Tolak PSBB, Orang Terkaya di Indonesia Kirim Surat ke Jokowi

Saran

Tak lupa, pihaknya juga memberikan saran agar kasus infeksi Covid-19 di Indonesia dapat dikendalikan.

Di antaranya penegakan aturan disiplin protokol kesehatan, meningkatkan kapasitas isolasi pasien Covid-19, melaksanakan testing, tracing, isolasi dan treatmen serta menjaga aktivitas perekonomian.

Surat yang kemudian diunggah oleh Mantan Duta Besar Polandia Peter F. Gontha di akun media sosialnya itu menjadi viral.

Seperti apa sosok Budi Hartono yang disebut-sebut memiliki kekayaan Rp 277,83 triliun itu?

Membesarkan Djarum

Dikutip dari Bloomberg, Robert Budi Hartono bersama saudaranya Michael Bambang Hartono mengambil alih bisnis rokok Djarum setelah ayah mereka Oei Wie Gwan meninggal pada 1963.

Mereka kemudian mulai mengekspor rokok pada tahun 1972. Saat ini, sekitar 60.000 pekerja di pabrik mereka di kabupaten Kudus, Jawa Tengah melinting secara manual rokok kretek Djarum.

Kakak beradik ini menciptakan rokok kretek mesin pertama mereka, Djarum Filter, pada tahun 1976.

Mereka memperkenalkan Djarum Super linting mesin, yang sekarang menjadi salah satu merek paling populer di Indonesia, lima tahun kemudian.

Baca juga: Ketimbang PSBB, Bos Djarum Sarankan Langkah Ini ke Anies Baswedan

Djarum kemudian bermitra dengan Farallon Capital, hedge fund yang berbasis di San Francisco, untuk membeli 51 persen saham publik Bank Central Asia, dengan harga sekitar 860 juta dollar AS pada tahun 2002.

Sahamnya dibeli melalui holding vehicle Farindo Investasi. Farallon menjual sisa sahamnya di bank tersebut kepada Budi dan Bambang pada 2009.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com