KOMPAS.com - Pemanfaatan daun ganja di dunia medis memang menjadi pro-kontra tersendiri di tengah masyarakat dunia.
Di Indonesia, penggunaan tumbuhan psikotropika ini sebagai obat medis masih mendapat banyak penolakan.
Terlihat dari banyaknya komentar bernada tidak setuju terhadap Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) 104/2020 yang menjadikan ganja salah satu tanaman yang masuk daftar tanaman komoditas binaan.
Baca juga: Patut untuk Dipahami, Berikut Beda Psikotropika dan Narkotika
Termasuk dari Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menyebut ini bertentangan dengan Undang-Undang.
Lantaran membuat kegaduhan, Kementan pun mencabut sementara keputusan tersebut, belum genap sehari setelah diterbitkan.
Tidak hanya Indonesia yang belum melegalkan penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
Banyak negara lainnya juga memutuskan hal yang sama. Misalnya Singapura, Arab Saudi, China, Venezuela, dan lain-lain.
Baca juga: Mengenal Eucalytol yang Diklaim Mampu Atasi Virus Corona oleh Kementan
Namun di beberapa negara lainnya, penggunaan ganja sebagai obat-obatan atau pengobatan medis sudah diatur dan diakui. Misalnya di 10 negara berikut:
1. Georgia
Pada 2018, Mahkamah Konstitusi Georgia melegalkan ganja untuk dimiliki dan dikonsumsi masyarakat untuk kepentingan rekreasi dan medis.
Namun, masyarakat tidak diizinkan untuk membudidayakan dan menjual barang tersebut.
Hal itu kemudian membuat para pengguna ganja untuk keperluan rekreasi dan medis menjadi kesulitan memperolehnya.
Baca juga: Sepak Terjang Roy Kiyoshi, dari soal Narkoba hingga Keinginan Go Internasional
2. Korea Selatan
Negeri Ginseng ini menjadi negara pertama di Asia Timur yang melegalkan ganja untuk keperluan medis.
Hal itu mereka terapkan sejak November 2018. Akan tetapi saat ini hanya ada beberapa turunan ganja yang diizinkan untuk digunakan, misalnya Sativex dan Epidiolex.