Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Garin Nugroho

Lebih dari 65 penghargaan film diraihnya dari berbagai festival international dan Indonesia. Karyanya meluas dari film, teater, dance hingga instalasi Art .

Garin mendapatkan penghargaan peran budaya tertinggi dari berbagai negara: pemerintah Perancis (Ordre des Arts et des Lettres), Italia (Stella D'Italia Cavaliere) hingga Presiden Indonesia dan Honorary Award Singapura International Film Festival, Life Achievement Award dari Bangkok International Festival, walikota kota Roma hingga Vaseoul - Perancis hingga kota Yogyakarta.

Tercatat sebagai pelopor generasi film pasca 1990. Selain berkarya, ia menumbuhkan beragam festival seni, menulis buku, kolom Kompas dan Tempo maupun menumbuhkan NGO untuk demokrasi.

Ia pengajar S2 dan S3 di ISI Solo dan Yogyakarta.

Refleksi dari Kongres Budaya Desa

Kompas.com - 06/07/2020, 11:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONGRES budaya tentang desa yang didukung oleh Kementerian Desa berlangsung secara online pada 1 Juli 2020.

Kongres melahirkan sejumlah catatan penting: mulai dari persoalan dana desa, desa sebagai lumbung ketahanan pangan, desa sebagai sumber pengetahuan tanaman kesehatan, pergeseran fungsi tanah dan ruang, mundurnya daya hidup pertanian, urbanisasi tenaga kerja, pertanian modern, dilema politik uang di desa hingga nilai-nilai baru desa di era 4.0 relasinya dengan ketimpangan akses teknologi, kepemimpinan hingga gaya hidup maupun produktivitas, serta fenomena desa dalam ruang dan waktu pandemi.

Webinar ini berlangsung di tengah pandemi dengan beragam masalah berkait desa, baik lompatan PHK (1,2 sampai 2 juta orang) yang melahirkan arus pulang kampung, upaya menghidupkan desa sebagai lumbang ketahanan pangan hingga pengetahuan kesehatan dan tata nilai karakter bangsa.

Pergeseran desa dan kompleksitasnya

Kongres budaya tentang desa yang berlangsung online di tengah pandemi dan situasi survival ini juga mencerminkan hubungan revolusi 4.0 dengan modal sosial berbangsa.

Simaklah, ketika ibu- ibu arisan hingga pengajian di kota dengan HP mampu membuka pasar bagi produktivitas desa yang dibutuhkan kota saat pandemi.

Demikian juga fenomena beragam cara gotong royong desa memperluas produktivitas mereka serta informasi kebutuhan pangan lewat teknologi di tangan mereka melahirkan inovasi-inovasi di tengah krisis. Demikian juga para penggerak kehidupan desa yang melakukan beragam terobosan di tengah Pandemi.

Yang menarik juga keterbukaan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budie Arie Setiadi yang membicarakan masalah dana desa serta tantangan desa.

Desa kini menghadapi beragam percepatan pergeseran sekaligus mengalami pertemuan dengan kompleksitas revolusi teknologi 4.0 dan krisis akibat pandemi.

Haruslah dicatat, sejarah bangsa ini sering menunjukkan ketidakmampuan mengambil momentum kebangkitan desa di setiap revolusi industrinya.

Sebutlah ketika di zaman kolonial lewat revolusi 1.0 yang ditandai dengan penemuan mesin uap, negara Eropa ( Belanda ) mampu mengambil momentum melakukan lompatan enam kali lipat kesejahteraan ekonomi dan membangun tatanan masyarakat sipil yang produktif dan kritis .

Sementara, revolusi 1.0 di Nusantara menyisakan masyarakat desa yang kehilangan tanah- tanahnya, bahkan ketika beralih menjadi buruh mendapat upah yang mengenaskan, kehilangan akses modal dan teknologi baru, maupun hilangnya tanaman sumber ketahanan pangan lokal.

Seluruh infrastruktur dan teknologi baru hanya menjadi lalu lintas yang membawa kekayaan desa ke manca negara dengan hasil yang dinikmati para korporasi international.

Perlu manajemen budaya

Di tengah krisis besar pandemi dan revolusi 4.0 terasa fenomena desa terbangkitkan. Webinar kongres budaya desa yang akan diikuti seri obrolan para penggerak desa dan warga desa, terasa menjadi renungan penting, terlebih jika mampu memberi garis bawah pada uraian para pakar berbagai disiplin ilmu, seperti Melani Budianta, Muhammad Faisal hingga Leode M Syarif maupun Wahyudi Anggono, Lurah Desa Panggung Harjo.

Agaknya secepatnya diperlukan strategi budaya lewat manajemen milenial menangkap beragam fenomena baru relasi desa dengan pandemi dan revolusi 4.0.

Sebuah manajemen budaya yang mampu mengelola jenius-jenius warga desa serta penggerak desa yang begitu banyak, terobosan produktivitas baru, cara-cara merawat dan memberi inovasi warisan budaya nilai, maupun desa sebagai lumbung ketahanan pangan dan kesehatan serta beragam tantanganya yang sering tidak cukup terdeskripsikan di era krisis dunia ini.

Desa telah menjadi slogan kuat di era revolusi dengan kata-kata yang sering diucapkan: mengepung kota dari desa.

Desa yang kuat melahirkan kemenangan peradaban dan kemerdekaan di belahan dunia khususnya Asia. Saatnya memang, membaca desa lewat kerja menghidupkan desa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com