"Fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi saja bukan menguji kompetensi," ujar Nadiem.
Kedua, pelaksanaan UN kerap menjadi beban yang bisa menyebabkan stres bagi siswa, orangtua, dan guru.
"Padahal maksudnya UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan. Yakni sekolahnya maupun geografi (lokasi sekolah berada), maupun sistem pendidikannya secara nasional," tutur Nadiem.
Baca juga: Nadiem: Kepala Sekolah Meminjam Uang dari Orangtua Siswa, Muncullah Banyak Pungli
Ketiga, UN hanya menilai satu aspek yakni kognitifnya, tetapi tidak semua aspek kognitif kompetensi dites melalui ujian nasional.
Menurut mantan CEO perusahaan rintisan Gojek ini, konsep asesmen kompetensi minimum merujuk pada penilaian yaitu literasi dan numerasi.
Menurut dia, literasi yang dimaksud adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan dan memahami konsep di balik sebuah tulisan.
Kemudian, numerasi merupakan kemampuan menganalisis angka-angka. Sehingga penilaian kompetensi minimum nantinya bukan berdasarkan mata pelajaran lagi.
Selain itu, Nadiem mengatakan, adanya survei karakter ini untuk menanyakan beberapa penerapan nilai, misalnya gotong royong, toleransi, pemahaman Pancasila dan sebagainya.
Tujuannya, untuk mengetahui kondisi ekosistem sekolah di luar aspek kognitif. Kendati demikian, konsep asesmen kompetensi minimum tidak dilakukan ketika siswa akan lulus sekolah.
Nadiem mengatakan, penilaian kompetensi akan dilakukan di tengah jenjang sekolah yaitu kelas 4, 8 dan 11. Sehingga memberikan waktu kepada siswa, guru, dan sekolah untuk melakukan perbaikan.
Baca juga: Kebijakan Dana BOS Terbaru, Nadiem: Ini Memberikan Kebebasan untuk Kepala Sekolah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.