Mahkamah PCA, yang mendasarkan putusannya pada UNCLOS 1982, memutuskan China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina.
Sembilan Garus Putus yang dijadikan alasan China dinyatakan tidak memenuhi syarat hukum internasional, dan tidak ada bukti sejarah bahwa China menguasai dan mengendalikan sumber daya di Laut China Selatan.
Namun, pemerintah China tidak menerima putusan tersebut. Negara ASEAN lainnya, Vietnam, juga terlibat konflik wilayah dengan China di Laut China Selatan.
Sembilan Garis Putus merupakan konsep yang dibuat sepihak oleh Beijing atas wilayah Laut China Selatan.
Berdasarkan konsep tersebut, China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan, yang mengambil sekitar 30% laut Indonesia di Natuna, 80% laut Filipina, 80% laut Malaysia, 50% laut Vietnam, dan 90% laut Brunei.
China beralasan historis bahwa wilayah tersebut merupakan traditional fishing ground bagi kapal-kapal nelayan China.
Di sisi lain, Indonesia dan negara-negara ASEAN berpijak pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UNCLOS (Unites Nations Convention on the Law of the Sea) 1982 yang ditandatangani oleh 117 negara termasuk China.
Berdasarkan UNCLOS 1982, laut teritorial suatu negara ditetapkan sepanjang 12 mil laut dari garis pantai, sementara wilayah ZEE sepanjang 200 mil laut dari garis pantai atau 188 mil laut dari batas laut teritori.
Suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas laut teritori, yang meliputi wilayah laut, dasar laut, lapisan bawah tanah (subsoil), wilayah udara di atasnya, berikut sumber daya alam yang terkandung.