Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Bea Masuk E-commerce dan Petisi ke Sri Mulyani...

Kompas.com - 25/12/2019, 05:45 WIB
Virdita Rizki Ratriani

Penulis

KOMPAS.com - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menurunkan ambang batas pembebasan bea masuk untuk transaksi via e-commerce dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS.

Artinya, produk-produk luar negeri yang dibeli melalui e-commerce mulai dari harga 3 dollar AS atau Rp 42.000 (kurs Rp 14.000) sudah dikenai pajak dan bea masuk.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menjelaskan, penurunan ambang batas bebas bea masuk tersebut dilakukan untuk melindungi dan memberikan keadilan kepada pelaku usaha terutama UKM dalam negeri.

"Ini menjawab tuntutan masyarakat usaha dan masyarakat umum," ujar Heru seperti dikutip dari Kompas.com, 23 Desember 2019. 

Sebelumnya, barang kiriman dengan harga di bawah 75 dollar AS atau Rp 1,05 juta (kurs Rp 14.000) diberi fasilitas bebas bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Adapun besaran tarif yang diberikan sebelumnya untuk produk-produk impor dengan nilai di atas 75 dollar AS berkisar 27,5 persen hingga 37,5 persen.

Tarif tersebut terdiri atas bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Penghasilan (PPN) sebesar 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10 persen untuk yang ber-NPWP dan 20 persen yang tak memiliki NPWP.

Meski demikian, tidak semua kalangan bisa menerima aturan tersebut.

Baca juga: 5 Fakta soal Belanja Barang Impor Via E-Commerce Kena Pajak

Petisi ke Sri Mulyani

Sejumlah pelaku usaha pun melayangkan petisi melalui situs Change.org.

Petisi tersebut digalang oleh Irwan Ghuntoro ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi. 

Dalam petisi tersebut disebutkan bahwa penjual importir kecil, supplier dropshiping online shop dan para pengrajin yang membutuhkan bahan baku yang tidak ada di Indonesia merasa sangat terjerat dengan adanya rilisan pengenaan pajak pada nilai 3 dollar AS, di mana menurut logika lebih tidak adil.

Hingga Selasa, 24 Desember 2019 malam sudah ada 135 orang menandatangi petisi tersebut dari target pengumpulan 200 tanda tangan.

"Banyaknya penjual online shop, drop shipping terutama di kalangan masyarakat, yang mereka jual 80 persen barang impor. Jika impor dipersulit lagi maka berapa besar distributor mereka yang tutup dan menganggur," kata dia dalam petisi. 

Tanggapan pelaku usaha

Sementara itu, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita mengatakan jumlah pelaku e-commerce yang memanfaatkan bebas bea masuk masih minim. 

"Yakni kurang dari 1 persen dari impor keseluruhan," katanya kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2019). 

Baca juga: Sistem Bea Cukai Bakal Tersambung dengan Sistem E-Commerce, Apa Tujuannya?

Selain itu, pemerintah juga perlu mengantisipasi maraknya impor ilegal atau borongan akibat penerbitan aturan tersebut. 

Adanya aturan penurunan ambang batas bea masuk juga berpotensi menyebabkan merosotnya pendapatan PT Pos Indonesia (Persero).

"Karena hampir sebagian besar pengiriman impor e-commerce melalui PT Pos Indonesia (Persero)," ujarnya.

Zaldy juga mengatakan sikap defensif pemerintah dalam menurunkan batas bea masuk menunjukkan produk Indonesia masih kalah bersaing dengan produk luar negeri.

Sehingga, pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah membuat kebijakan yang bisa meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

"Bagaimana kita bisa meningkatkan ekspor kalau produk kita tidak kompetitif?" kata Zaldy.

"Juga bagaimana membuat bangsa Indonesai bangga dengan produk dalam negeri. Tanpa dua hal itu, walau pun banyak aturan yang dibuat maka produk luar negeri masih tetap dicari," urainya.

(Sumber: Kompas.com/ Mutia Fauzia | Editor: Yoga Sukmana)

Baca juga: Siap-siap, Beli Barang Impor di E-commerce Rp 42.000 Kena Bea Masuk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com