Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun 2020, BMKG Prediksi Tak Ada Anomali Iklim

Kompas.com - 24/10/2019, 07:33 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi tak ada indikasi akan terjadi El-Nino kuat pada 2020.

Prediksi tersebut berdasarkan hasil monitoring dan analisa dinamika atmosfer yang dilakukan BMKG.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, NOAA dan NASA (Amerika) serta JAMSTEC (Jepang) memprediksi hal yang sama.

Analisa ini menandai bahwa 2020 diperkirakan tak ada potensi anomali iklim yang berdampak pada curah hujan di wilayah Indonesia.

"Curah hujan akan cenderung sama dengan pola iklim normal (klimatologisnya)," kata Dwikorita dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (24/10/2019).

Baca juga: INFOGRAFIK: Cuaca Panas, Waspada Heat Stroke!

Dwikorita mengatakan, musim kemarau tahun depan umumnya akan dimulai pada April-Mei hingga Oktober 2020.

Sementara itu, wilayah dekat ekuator seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, musim hujam pertama akan dimulai Februari-Maret 2020.

Dengan demikian, perlu diwaspadai potensi kondisi kering yang bisa berdampak kebakaran hutan dan lahan pada awal tahun di wilayah-wilayah tersebut.

Pada tahun 2019 ini, lanjut Dwikorita, El-Nino lemah telah berakhir pada Juli lalu, dan kondisi netral masih berlanjut hingga akhir tahun 2019.

Ia menjelaskan, fenomena yang tengah terjadi saat ini adalah rendahnya suhu permukaan laut daripada suhu normalnya yang berkisar antara 26-27 derajat celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat.

"Sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia," ujar Dwikorita.

Baca juga: Cuaca Panas Bikin Kulit Kering? Ini yang Harus Anda Lakukan

Fenomena ini membuat awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemunduran, di mana sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan pada November.

Masyarakat diimbau untuk menjaga cadangan air, baik lewat optimalisasi manajemen operasional air waduk saat musim hujan dan melalui gerakan memanen air hujan.

"Teknologi Modifikasi Cuaca dapat diterapkan sebagai alternatif pada saat peralihan kedua musim tersebut, terutama bagi wilayah yang rawan kekringan dan karhutla," kata Dwikorita.

El Nino dan IOD+

Secara terpisah, Peneliti Iklim dan Cuaca BMKG, Siswanto memaparkan, kejadian kekeringan parah di Indonesia pada 2019 umumnya disebabkan kejadian anomali iklim di Samudera Pasifik berupa El Nino dan/atau di Samudera Hindia berupa Dipole Mode positif (IOD+).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com