KOMPAS.com – Propaganda atau memengaruhi cara pandang orang lain agar sesuai dengan keinginan suatu pihak merupakan salah satu jenis komunikasi yang sudah dijalankan sejak dulu.
Akan tetapi, memainkan propaganda di era digital seperti sekarang ini tentu praktiknya berbeda.
Meskipun, tujuannya tetap sama, memengaruhi persepsi publik terhadap suatu isu.
Penelitian Oxford Internet Institute berjudul “The Global Disinformation Order” mengungkapkan beberapa hal yang berbeda dari praktik propaganda di era digital.
Perbedaan itu terlihat dari sisi strategi, peralatan, dan teknik yang digunakan.
Misalnya, dengan memperhitungkan algoritma komputer, automasi, dan data besar yang disediakan oleh sistem.
Baca juga: Peneliti Oxford Ungkap Propaganda Digital di Media Sosial Libatkan Banyak Pihak
Unsur-unsur itu penting diperhitungkan karena skala massa yang besar harus dijangkau dalam waktu sesingkat mungkin.
Salah satu medium yang paling efektif untuk dijadikan alat propaganda di era digital sekarang adalah media sosial.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard ini, ada beberapa jenis akun media sosial yang kerap digunakan oleh pasukan siber pemerintah atau partai politik dalam menggaungkan propaganda.
Jenis-jenis akun tersebut antara lain:
Dari sejumlah negara yang diteliti, paling banyak akun media sosial yang digunakan untuk kepentingan propaganda adalah akun milik perorangan yakni sebanyak 87 persen.
Selanjutnya, akun bot dengan 80 persen penggunaan.
Baca juga: Menurut Peneliti Oxford, Buzzer di China Berjumlah hingga 2.000.000 Orang
Ada beberapa tujuan yang menjadi misi dari sebuah upaya propaganda.
Dari penelitian yang sama, setidaknya ada 3 jenis misi propaganda yaitu
Di antara ketiganya, misi menjatuhkan lawan politik merupakan tujuan yang paling banyak digunakan dalam upaya propaganda pesan, yakni sebanyak 89 persen.