Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Emerson Yuntho
Pegiat antikorupsi

Pegiat antikorupsi, Wakil Direktur Visi Integritas

Optimalisasi Penerimaan Negara dari Cukai Rokok

Kompas.com - 04/10/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Agar lebih optimal, KPK selanjutnya dapat menelisik sejumlah kebijakan cukai rokok yang berpotensi menyebabkan penerimaan negara menjadi tidak optimal.

Celah aturan cukai dan hilangnya penerimaan negara

Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan bahwa pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 23 persen serta harga jual eceran minimum rata-rata 35 persen pada tahun 2020.

Kenaikan ini patut diapresiasi, mengingat tujuan pengenaan cukai ialah untuk mengurangi konsumsi rokok di Indonesia dan melindungi kesehatan masyarakat.

Kenaikan cukai rokok juga dianggap akan menambah penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah untuk menunjang pembangunan yang sedang gencar dilaksanakan.

Terlepas dari kontroversi antara pihak yang mendukung dan menentang kenaikan cukai rokok tahun depan ini, ada satu masalah yang belum diselesaikan, yaitu aturan cukai rokok yang kompleks dan ketinggalan zaman, sehingga menimbulkan banyak celah.

Akibat dari celah tersebut, kenaikan cukai pada 2020 tidak akan optimal dalam mengurangi konsumsi rokok maupun tidak mampu mencegah hilangnya potensi penerimaan negara.

Pertama, peraturan cukai saat ini masih memperbolehkan diskon rokok semurah mungkin, selama produk tersebut tidak dijual di lebih dari 40 kota. Celah ini memungkinkan rokok dijual dengan harga di bawah harga jual eceran yang sudah diatur.

Seharusnya, batasan harga rokok terendah hanya bisa dijual sebesar 15 persen di bawah harga banderol yang tertera di kemasan rokok.

Hal ini diatur dalam Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor 37 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Kenyataannya, masih banyak rokok yang dijual jauh lebih murah dari batasan yang sudah diatur tersebut.

Coba bayangkan, seorang bos perusahaan rokok duduk manis di kantornya sambil memilih 40 kota mana yang bisa jadi target menjual rokok dengan harga semurah mungkin.

Berdasarkan hasil kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kebijakan diskon rokok ini telah menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak penghasilan (PPh) badan sebesar Rp 1,73 triliun.

Celah ini tidak saja merugikan penerimaan negara, namun juga berdampak pada makin banyaknya rokok murah yang bisa dijangkau oleh masyarakat dan anak-anak.

Kedua, ada celah lain dalam sistem cukai rokok yang membedakan besaran tarif cukai berdasarkan jumlah produksi perusahaan.

Celah ini memberikan ruang bagi perusahaan besar untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, padahal memiliki omset triliunan rupiah dan penjualan miliaran batang rokok per tahun.

Golongan 2 ini sebenarnya diperuntukkan bagi perusahaan rokok kecil dan menengah karena tarifnya yang jauh lebih rendah dibandingkan golongan 1.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Korea Utara Bangun 50.000 Rumah Gratis untuk Warga, Tanpa Iuran seperti Tapera

Korea Utara Bangun 50.000 Rumah Gratis untuk Warga, Tanpa Iuran seperti Tapera

Tren
Menggugat Moralitas: Fenomena Perselingkuhan di Kalangan ASN

Menggugat Moralitas: Fenomena Perselingkuhan di Kalangan ASN

Tren
5 Fakta Kasus Mobil Mewah Pakai Pelat Dinas Palsu DPR, Seret Pengacara Berinisial HI

5 Fakta Kasus Mobil Mewah Pakai Pelat Dinas Palsu DPR, Seret Pengacara Berinisial HI

Tren
Beli Elpiji Wajib Pakai KTP, Pertamina: Masyarakat yang Belum Daftar Masih Dilayani

Beli Elpiji Wajib Pakai KTP, Pertamina: Masyarakat yang Belum Daftar Masih Dilayani

Tren
Kata PBB, Uni Eropa, Hamas, dan Israel soal Usulan Gencatan Senjata di Gaza

Kata PBB, Uni Eropa, Hamas, dan Israel soal Usulan Gencatan Senjata di Gaza

Tren
Beda Kemenag dan MUI soal Ucapan Salam Lintas Agama

Beda Kemenag dan MUI soal Ucapan Salam Lintas Agama

Tren
Orang dengan Gangguan Kesehatan Ini Sebaiknya Tidak Minum Air Kelapa Muda

Orang dengan Gangguan Kesehatan Ini Sebaiknya Tidak Minum Air Kelapa Muda

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Juni 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Juni 2024

Tren
[POPULER TREN] Harga BBM Pertamina per 1 Juni 2024, Asal-usul Kata Duit

[POPULER TREN] Harga BBM Pertamina per 1 Juni 2024, Asal-usul Kata Duit

Tren
Bagaimana Cahaya di Tubuh Kunang-kunang Dihasilkan? Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Bagaimana Cahaya di Tubuh Kunang-kunang Dihasilkan? Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Tren
Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Tren
Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tren
Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Tren
Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Tren
Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com