Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Ricuh Wamena, Penyebab, Dampak, Hingga Tanggapan Presiden

Kompas.com - 24/09/2019, 06:15 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Kericuhan kembali terjadi di Bumi Cenderawasih, kali ini di Kota Wamena, Kota Jayapura Provinsi Papua. Pembakaran dan suara tembakan beruntun terdengar di sana.

Berdasarkan kronologi yang terhimpun, kekacauan ini dipicu hoaks yang beredar di masyarakat pada minggu sebelumnya.

Hoaks itu menyebut ada seorang guru yang mengeluarkan kata-kata rasis kepada muridnya, sehingga memicu kemarahan sejumlah warga.

Untuk menunjukkan solidaritas melawan ujaran berbau rasis yang beredar, sekumpulan siswa SMA PGRI dan masyarakat kurang lebih berjumlah 200 orang berjalan menuju sebuah sekolah di Wamena, Senin (23/9/2019) pukul 09.00 waktu setempat.

Namun dalam perjalanannya, jumlah massa bertambah hingga akhirnya kericuhan pecah di beberapa titik seperti Kantor Bupati Jayawijaya dan sepanjang Jalan Sudirman.

Baca juga: Kerusuhan Pecah di Wamena, Bangunan Dibakar dan Rentetan Suara Tembakan Terdengar

Aksi lempar batu, pembakaran bangunan, mulai dari rumah warga hingga kantor-kantor institusi, dan tembakan dari kepolisian sebagai upaya memukul mundur massa tak bisa dihindarkan.

Sebanyak 16 warga tewas dan 65 lainnya terluka berdasarkan keterangan Komandan Kodim 1702 Jayawijaya Letkol Inf Candra Diyanto.

Atas kekacauan yang terjadi, masyarakat lain pun ketakutan dan memutuskan mengungsi ke kantor kepolisian juga kodim terdekat.

Kondisi saat sebuah bangunan terbakar menyusul aksi berujung ricuh di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019).  Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, dan beberapa kios masyarakat pada aksi berujung ricuh yang diduga dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang mengeluarkan kata-kara rasis di sekolah.AFP/VINA RUMBEWAS Kondisi saat sebuah bangunan terbakar menyusul aksi berujung ricuh di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019). Demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, dan beberapa kios masyarakat pada aksi berujung ricuh yang diduga dipicu kabar hoaks tentang seorang guru yang mengeluarkan kata-kara rasis di sekolah.

Dilaporkan 1.500an warga menjadi pengungsi pada hari ini, rasa takut sekaligus kehilangan menyelimuti hati dan pikiran mereka.

Para pengungsi pun mulai dilanda kelaparan dan kekurangan bahan makanan, hal itu dikarenakan tidak adanya toko yang buka di tengah situasi mencekam seperti itu.

Kodim pun memasakkan nasi juga mie instan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi para pengungsi itu.

Baca juga: Rusuh di Wamena Papua, Ribuan Warga Mengungsi dan Kekurangan Makanan

Tak hanya kelaparan, para pengungsi pun membutuhkan bantuan pakaian karena mereka tidak membawa pakaian lain selain yang menempel di badan.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberlakukan pembatasan jaringan untuk mencegah hoaks dan provokasi tersebar lebih luas melalui internet.

Dua operator yang melakukan pembatasan itu adalah Telkomsel dan Indosat.

Mengatasi kericuhan ini TNI dan Polri disiagakan untuk mengembalikan kondisi menjadi kondusif. Namun demikian, Presiden Joko Widodo meminta upaya penanganan konflik itu dilakukan dengan proporsional dan professional.

Baca juga: Rusuh di Wamena, Jokowi Minta Aparat Proporsional dan Profesional

Jangan sampai upaya penyelesaian yang dilakukan justru memantik emosi masa menjadi semakin besar.

Hingga malam tadi, situasi di Wamena dilaporkan kondusif, meskipun begitu aparat tetap disiagakan selama 24 jam nonstop untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sumber: Kompas.com/Dhias Suwandi, Ihsanuddin, Yudha Pratomo, John Roy Purba.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com