Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPPT Pakai Teknologi Penyemaian Awan untuk Atasi Kebakaran Hutan, Apa Itu?

Kompas.com - 17/09/2019, 17:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengakibatkan berbagai masalah. Sebagaimana diketahui saat ini muncul beberapa titik api baik yang tersebar di berbagai wilayah seperti Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan daerah-daerah lainnya.

Selain jarak pandang yang semakin terbatas, asap dari kebakaran juga menyebabkan penyakit dan mengganggu aktivitas masyarakat.

Salah satu cara untuk menanggulangi asap dan karhutla adalah dengan menerapkan penyemaian awan (cloud seeding) atau kerap disebut oleh masyarakat sebagai hujan buatan.

Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto menuturkan, penyemaian awan adalah teknologi modifikasi cuaca untuk menambah atau mengurangi curah hujan.

Baca juga: Dampak Kebakaran Hutan, Penerbangan Lion Air dan Wings Air Terlambat

"Jadi penyemaian awan atau dikenal orang hujan buatan ya, padahal namanya teknologi modifikasi cuaca itu ada untuk menambah atau mengurangi curah hujan," ucap Seto menjawab Kompas.com, Senin (16/9/2019).

Adapun untuk menanggulangi kebakaran hutan, maka teknologi modifikasi cuaca diperlukan untuk menambah curah hujan. Seto mengatakan, untuk mengurangi dampak karhutla maka bisa dilakukan setiap hari tergantung keberadaan awan di daerah tersebut.

Namun, untuk menerapkan modifikasi cuaca dengan teknik ini, maka salah satu hal yang diperlukan adalah keberadaan awan. Tanpa adanya awan, maka penyemaian akan sulit dilakukan.

Sebelum melakukan penyemaian, maka sebelumnya, petugas di lapangan akan mengukur parameter cuaca, temperatur, kelembapan, hingga tekanan, dan parameter lain untuk memprediksi kemungkinan tumbuhnya awan.

Kemudian setelah keberadaan awan terdeteksi, maka selanjutnya akan dilakukan penyemaian dengan menggunakan bahan semai.

Bahan semai ini bersifat higroskopik atau menyerap air sehingga bisa meningkatkan proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan. Dengan demikian, proses ini nantinya bisa mempercepat terjadinya hujan.

"Lalu muncul awan kita membawa bahan semai menggunakan pesawat, kita masukkan ke dalam awan, nanti awannya akan lebih aktif kemudian bisa menjadi hujan dan hujannya akan lebih banyak," kata Seto.

Menurut Seto, kondisi awan di suatu tempat dipengaruhi oleh pola angin. Dia menambahkan, pola itu akan menentukan arah uap air. Jika angin terpantau dalam kondisi baik, maka uap air akan berkumpul lalu naik ke atas dan terbentuk menjadi awan.

"Kalau pola anginnya tidak mendukung, maka uap air yang ada tidak pernah terbentuk menjadi awan," ucap dia.

Adapun untuk pesawat, Seto menambahkan, harus menggunakan pesawat yang memiliki sertifikasi untuk penyemaian awan.

Ilustrasi kebakaran hutan dan lahanShutterstock.com Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan
Penanggulangan karhutla

Penyemaian awan memiliki beberapa fungsi. Selain untuk menanggulangi karhutla, teknik modifikasi cuaca ini bisa diterapkan untuk menangani polusi udara di suatu wilayah. Lebih lanjut, proses ini bisa dilakukan pula untuk mengisi waduk saat musim kemarau.

Baca juga: Kebakaran Hutan, Pemerintah Klaim Baru Terima Rp 400 Miliar dari Perusahaan Pembakar Lahan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

23 Kata Tertua di Dunia yang Sudah Berusia 15.000 Tahun, Beberapa Masih Digunakan hingga Kini

23 Kata Tertua di Dunia yang Sudah Berusia 15.000 Tahun, Beberapa Masih Digunakan hingga Kini

Tren
5 Destinasi Wisata Dunia Khusus Pria, Wanita Dilarang Masuk

5 Destinasi Wisata Dunia Khusus Pria, Wanita Dilarang Masuk

Tren
5 Teleskop Terbesar di Dunia, Ada yang Diameternya Mencapai 500 Meter

5 Teleskop Terbesar di Dunia, Ada yang Diameternya Mencapai 500 Meter

Tren
11 Tanda Seseorang Mengalami Demensia, Salah Satunya Melupakan Nama Teman Dekat

11 Tanda Seseorang Mengalami Demensia, Salah Satunya Melupakan Nama Teman Dekat

Tren
Ramai soal Menantu Anwar Usman Ditunjuk Jadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, Pertamina: 'Track Record' Baik

Ramai soal Menantu Anwar Usman Ditunjuk Jadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, Pertamina: "Track Record" Baik

Tren
Pertama Kali di Dunia, Hiu Macan Muntahkan Ekidna, Mamalia Berduri Mirip Landak

Pertama Kali di Dunia, Hiu Macan Muntahkan Ekidna, Mamalia Berduri Mirip Landak

Tren
Ramai soal Besaran Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan dengan Gaji per Juli, Ini Faktanya

Ramai soal Besaran Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan dengan Gaji per Juli, Ini Faktanya

Tren
Peneliti: Virus Covid-19 Dapat Bertahan dalam Sperma Selama Berbulan-bulan sejak Terinfeksi

Peneliti: Virus Covid-19 Dapat Bertahan dalam Sperma Selama Berbulan-bulan sejak Terinfeksi

Tren
Benarkah Air Tebu Akan Basi 15 Menit Setelah Diperas? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Benarkah Air Tebu Akan Basi 15 Menit Setelah Diperas? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Apakah BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Pengobatan dan Cabut Gigi Bungsu?

Apakah BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Pengobatan dan Cabut Gigi Bungsu?

Tren
Apa Itu Pupuk Kompos? Berikut Manfaatnya bagi Tanah dan Tanaman

Apa Itu Pupuk Kompos? Berikut Manfaatnya bagi Tanah dan Tanaman

Tren
Usai Menyesal, Menteri Basuki Klarifikasi Tapera Ditunda dan Bakal Lapor Jokowi

Usai Menyesal, Menteri Basuki Klarifikasi Tapera Ditunda dan Bakal Lapor Jokowi

Tren
Nasib Mahasiswa UM Palembang Pelaku Plagiat Skripsi, Gagal Wisuda dan Diskors

Nasib Mahasiswa UM Palembang Pelaku Plagiat Skripsi, Gagal Wisuda dan Diskors

Tren
Air Terjun di China Tuai Protes karena Mengalir dari Pipa Buatan Manusia

Air Terjun di China Tuai Protes karena Mengalir dari Pipa Buatan Manusia

Tren
Suntik KB pada Kucing Disebut Bisa Picu Kanker, Benarkah?

Suntik KB pada Kucing Disebut Bisa Picu Kanker, Benarkah?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com