KOMPAS.com - Peringatan Malam 1 Suro atau malam Tahun Baru Hijriah akan dilakukan pada Sabtu (31/8/2019) malam ini.
Peringatan ini menandai pergantian tahun Hijriah.
Pada malam 1 Suro, biasanya digelar sejumlah tradisi dan gelaran budaya untuk merayakan malam yang dianggap sakral itu.
Di Surakarta misalnya, ada tradisi Kirab Kebo Bule.
Beberapa ekor kebo bule (kerbau berwarna putih) diarak keliling kota.
Bagi warga Surakarta, mereka percaya bahwa kerbau-kerbau itu turunan Kebo Bule Kiai Slamet yang dianggap keramat.
Perayaan-perayaan yang sama juga banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, seperti Yogyakarta dengan tradisi Mubeng Benteng.
Ada tradiri "Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng".
Tradisi ini digunakan sebagai sarana untuk merenung dan introspeksi atas berbagai hal yang telah terjadi selama setahun ini.
Seperti apa awal mula perayaan Malam 1 Suro atau malam Tahun Baru Hijriah?
Menilik sejarahnya, dikutip dari Harian Kompas, 4 Maret 1971, penetapan 1 Suro sebagai tahun baru Jawa dilakukan sejak zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Raja yang memimpin Mataram pada 1613-1645 itu mendapat gelar Wali Radja Mataram dari para ulama karena berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam tanpa menghapus tradisi Jawa.
Pada 1633 M atau tepat pada tahun Jawa 1555, Sultan Agung mengadakan pesta atau selametan secara besar-besaran.
Dalam pesta itu juga, Sultan Agung menyatakan bahwa Tahun Jawa atau Tahun Baru Saka berlaku di kerajaan bumi Mataram.
Tak hanya itu, Sultan juga menetapkan Satu Suro sebagai tanda Tahun Baru Jawa.