Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Saatnya Merdeka dari Asap

Kompas.com - 17/08/2019, 12:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJUMLAH gubernur, menteri hingga presiden menghadapi gugatan warga akibat dari buruknya kualitas udara yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia.

Pada sisi lain, negara memiliki janji untuk mencegah dampak perubahan iklim melalui pengurangan produksi karbon.

Sedikitnya, ada dua penyebab terjadinya polusi asap, yaitu asap kendaraan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Untuk mengatasinya, pemerintah merespons dengan mengeluarkan peraturan presiden soal aturan mobil listrik.

Presiden juga dengan tegas menginstruksikan jajarannya, termasuk Polri dan TNI, untuk mengatasi karhutla. Jika tidak, siap-siap kapolda, kapolres, dan pangdam kehilangan jabatannya.

Kebijakan berbasis fakta?

Perpres mobil listrik diharapkan dapat mendorong masyarakat berpindah menggunakan mobil ramah lingkungan karena faktor insentif yang ditawarkan serta kesadaran publik terhadap isu lingkungan semakin baik.

Pertanyaannya, bagaimana jika kebijakan tersebut tidak mendapat respons luas dari publik?

Pada sisi lain, kebijakan tersebut justru berpotensi meningkatkan produksi asap dari sektor pembangkit listrik, di mana hingga tahun 2030 masih akan menggunakan energi fosil (batu bara dan minyak bumi) untuk memenuhi kebutuhan energi.

Faktanya, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga tahun 2017 menyebut 57 persen listrik di Indonesia dihasilkan oleh batu bara, selebihnya minyak bumi dan hanya 12,15 persen dari energi baru terbarukan (EBT).

Jumlah tersebut sangat tidak sebanding dengan besarnya potensi energi ramah lingkungan yang bersumber dari panas bumi, air, bioenergi, angin, surya, dan laut yang diprediksi mencapai 441,7 Giga Watt.

Oleh karenanya, selain mengeluarkan perpres terkait mobil listrik, perlu juga mengeluarkan peraturan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di sektor pembangkit listrik.

Jika tidak, kebijakan mobil listrik hanya akan memindah persoalan asap dari kota-kota besar ke wilayah dan mengancam masyarakat di sekitar tempat pembangkit listrik dibangun.

Kebijakan penggunaan EBT juga mendesak diimplementasikan untuk menghadapi lonjakan kebutuhan listrik karena program koneksi internet antarwilayah di Indonesia, dan peluang beralihnya penggunaan teknologi di sektor industri dari bahan bakar minyak ke listrik.

Persoalan karhutla juga memerlukan pendekatan komprehensif, tidak sekadar penanggulangan dan penegakan hukum yang selama ini terbukti tidak efektif.

Indikatornya jelas, karhutla terjadi setiap tahun, pelaku--baik korporasi maupun individu--tidak merasa jera untuk terus membakar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com