KOMPAS.com - Peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) dalam beberapa waktu terakhir.
Di Jawa Barat, misalnya, kasus DBD mencapai 11.000, sedangkan di Jakarta mencapai 1.102 dalam sebulan.
Sayangnya, peningkatan kasus DBD ini tak jarang dikaitkan dengan penyebaran nyamuk wolbachia yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
Nyamuk wolbachia adalah sebutan untuk nyamuk yang membawa bakteri wolbachia. Bakteri ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga membantu mengatasi penularan penyakit DBD.
Lantas, mungkinkah kenaikan kasus DBD berkaitan dengan penyebaran nyamuk wolbachia?
Nyamuk wolbachia bukan penyebab kenaikan kasus DBD
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi membantah bahwa penyebaran nyamuk wolbachia berkontribusi pada peningkatan kasus DBD di Tanah Air.
Menurutnya, kehadiran nyamuk wolbachia justru membantu menekan infeksi virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti tersebut.
"Bukan lah, malah nyamuk wolbachia kalau ada virus dengue, saat dia menggigit atau mengisap darah orang lain, virus denguenya tidak bisa masuk," jelasnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (24/3/2024).
Nadia melanjutkan, penyebab utama kenaikan kasus demam berdarah adalah pergantian musim dari hujan ke kemarau.
Pancaroba yang saat ini melanda sejumlah wilayah melahirkan banyak tempat untuk nyamuk berkembang biak.
Penyebaran jentik nyamuk wolbachia sendiri telah rampung dilaksanakan di puluhan ribu titik kota di Indonesia yang meliputi:
Sementara itu, peningkatan penyakit demam berdarah dengue tidak hanya tercatat di enam kota tersebut.
Bahkan, hingga Maret 2024, seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (23/3/2024), lima daerah selain kota di atas telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), yakni:
Nadia mengungkapkan, Kemenkes secara bertahap akan menyebarkan jentik nyamuk wolbachia sebagai salah satu cara mencegah DBD.
"Kita bertahap karena memang ada beberapa kriteria untuk penyebaran nyamuknya, (yaitu) yang padat penduduknya dan kasus (DBD) tinggi," tuturnya.
Senada, Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, nyamuk wolbachia bukan penyebab kenaikan kasus DBD akhir-akhir ini.
"Saya kira selain tidak berdasar, juga sulit untuk mencari relasinya pada konteks saat ini, karena peningkatan kasus DBD ini hampir merata ya di semua kota besar," kata dia, saat dihubungi terpisah, Minggu.
Dicky mengungkapkan, kenaikan kasus demam berdarah juga terjadi secara global, baik pada negara yang memanfaatkan wolbachia maupun tidak.
Dibanding wolbachia, dia menyebut peningkatan mungkin berkaitan dengan perubahan iklim yang melanda Bumi.
Suhu Bumi yang semakin hangat, terutama di kawasan tropis seperti Indonesia kian membuat nyamuk nyaman untuk berkembang biak.
Belum lagi, curah hujan yang tinggi, sistem drainase yang belum mumpuni, serta perilaku sanitasi yang buruk semakin memudahkan nyamuk untuk berkembang.
"Aedes aegypti jadi semakin banyak, ditambah perilaku masyarakat juga kurang dalam melakukan pencegahan untuk menghindari gigitan," papar Dicky.
"Akhinya terjadi kenaikan ini, trennya memang semakin meningkat dan bisa semakin buruk seiring perubahan iklim," lanjutnya.
Efektivitas nyamuk wolbachia tergantung faktor lain
Dicky menambahkan, pengendalian demam berdarah yang efektif sering kali melibatkan kombinasi pendekatan holistik.
Di antaranya, dengan penggunaan insektisida, pembiakan nyamuk yang dikontrol, penggunaan teknologi seperti fumigasi, serta pendekatan partisipatif dengan masyarakat.
Strategi yang holistik dan terpadu tersebut mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi penyebaran penyakit, termasuk interaksi antara manusia, nyamuk, dan lingkungan.
Dalam konteks ini, kata Dicky, penggunaan nyamuk wolbachia merupakan salah satu alat pengendalian demam berdarah yang dapat digunakan bersama dengan pendekatan lain.
Namun, penting untuk diingat bahwa tidak ada satu pendekatan tunggal yang dapat menyelesaikan masalah demam berdarah.
Efektivitas wolbachia dalam mencegah demam berdarah turut dipengaruhi faktor-faktor lain, seperti perilaku manusia, kondisi lingkungan, keberlanjutan program pengendalian, dan variasi genetik dalam populasi nyamuk.
"Upaya kolaboratif yang melibatkan pemerintah, organisasi non-pemerintah, masyarakat, dan sektor lainnya sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam mengendalikan penyakit ini," jelasnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/25/070000665/kemenkes-bantah-penyebaran-nyamuk-wolbachia-jadi-penyebab-peningkatan-kasus