Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Bidan Papua Membawa Ibu Hamil ke RS, Berjalan Melewati Jembatan Rusak, Belasan Jam Naik Perahu Menyusuri Sungai dan Rawa

Dalam unggahan yang tayang Sabtu (29/4/2023) itu terlihat bagaimana proses membawa pasien yang penuh dengan perjuangan.

Pasalnya, nakes dan keluarga pasien harus berjibaku dengan keterbatasan infrastruktur yang ada untuk bisa sampai ke rumah sakit.

"Rujuk Ibu Hamil Inpartu Gemeli. Kali ini rujuk pasien benar-benar penuh perjuangan," tulis akun tersebut mengawali cerita di video yang ia unggah.

Ia kemudian memperlihatkan bagaimana perjuangannya bersama keluarga pasien yang harus melewati jembatan yang sebenarnya sudah tidak layak dilalui, menaiki perahu, dan harus bergelut dengan rerumputan rawa.

"Saya bingung harus bagaimana karena kami benar-benar sudah terjebak disini. Sementara pasien selalu teriak krn sangat kesakitan ditambah cuaca yang saat itu mmg benar2 panas. Dalam perjalanan saya harus selalu memantau keadaan ibu dan bayinya. Berharap semuanya baik-baik saja," cerita akun tersebut lebih lanjut.

Hingga Jumat (5/5/2023), unggahan tersebut dilihat lebih dari 5 juta kali dan disukai lebih dari 200.000 pengguna.

Unggahan tersebut menuai beragam respons simpati dari banyak warganet.

"Pak jokowi tolong lihat ini. semangat kak. Tenaga medis memang pekerjaan mulia, pahala untuk kakak (love) dan doa kami," kata akun dengan nama Disinilayyina.

"Semoga cepat diperbaiki akses jalan di sana,agar para nakes lebih mudah utk memberikan pertolongan kpd warga di sekitar," kata akun dengan nama user4840463424804.

Cerita pengunggah

Wike Afrilia (29), pemilik akun, adalah seorang bidan honorer di sebuah desa terpencil di Papua Selatan, tepatnya di Kampung Basman, Kabupaten Mappi.

Kepada Kompas.com, Wike bersedia menceritakan awal mula dirinya menangani pasien tersebut.

Jumat (28/4/2023) sekitar pukul 02.00 waktu setempat, seseorang menggedor-gedor pintu rumahnya dan membuatnya kaget hingga terbangun.

Penggedor pintu tersebut rupanya adalah suami pasien yang mengabarkan bahwa istrinya telah melahirkan, dibantu oleh keluarganya.

Laki-laki tersebut menjelaskan, anaknya sudah lahir sejak pukul 23.00, namun plasenta bayi belum juga keluar.

"Mendengar itu saya langsung kaget dan mengambil semua peralatan medis yang akan saya pakai, dan saat itu saya langsung menuju ke rumah pasien tersebut," kata Wike kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2023).

Saat sampai di lokasi, Wike segera mengecek kondisi pasien dan mendapati bahwa ibu tersebut memiliki bayi kembar, namun anak kedua dari ibu tersebut tidak bisa lahir dengan normal karena letaknya yang melintang.

Usai berkonsultasi dengan dokter, Wike kemudian berinisiatif merujuk pasien ke rumah sakit kabupaten.

Perjalanan yang penuh perjuangan

Di sinilah, petualangan mendebarkan itu dimulai. Proses membawa pasien ke rumah sakit membutuhkan perjuangan yang sangat berat.

Lantaran alat transportasi satu-satunya yang bisa dipakai adalah perahu atau yang dikenal penduduk sekitar dengan nama speed.

Untuk mendapatkan speed ini juga bukan hal yang mudah, Wike harus terlebih dahulu mencari pinjaman yang memakan waktu cukup lama.

"Puji Tuhan ada seorang bapak yang bersedia meminjamkan armadanya (speed) kepada saya untuk saya gunakan merujuk pasien tersebut," tutur Wike.

Selanjutnya, untuk bisa sampai ke dermaga pelabuhan desa, pasien harus dibawa menggunakan tandu, lantaran tak ada kendaraan.

"Dari rumah ke dermaga melewati jembatan yang sudah agak rusak itu, pakai tandu diangkat oleh beberapa orang anggota keluarga," cerita Wike.

Menggunakan tandu, perjalanan dari rumah ke dermaga harus ditempuh selama 20-30 menit. Setelah tiba di dermaga, pasien selanjutnya dibawa menggunakan perahu atau speed.

Dalam perjalanannya via jalur air, mereka harus melewati hutan. Di tengah perjalanan, mereka mengalami kesulitan karena harus menembus rumput liar rawa-rawa.

"Rumput-rumput liar di sini disebut tebu rawa, rumput itu menjalar dan membentuk daratan menutupi kali," kata dia.

Melewati tebu rawa bukanlah hal yang mudah. Perahu sempat beberapa kali terjebak. Untungnya, ada beberapa orang yang datang membantu mereka keluar dari tebu rawa.

"Seandainya tidak ada mereka kami tidak tahu apa yang akan terjadi. Mungkin kami akan bermalam di tempat tersebut," kenangnya.

Jarak dari dermaga sampai ke tebu rawa menurutnya memerlukan waktu sekitar tiga jam.

Sedangkan waktu perjalanan mereka yang terlama adalah saat tiba di tebu rawa. Butuh waktu sekitar 6 hingga 7 jam untuk keluar dari area tersebut.

Setelah keluar dari tebu rawa, hambatan belum berakhir. Mereka masih harus kembali berjuang melewati sungai selama 1-2 jam untuk sampai ke pelabuhan.

"Kami berangkat dari kampung pukul setengah 8 pagi dan baru bisa tembus ke rumah sakit hampir pukul 7 malam," ungkapnya.

"Kita langsung telepon ambulans rumah sakit untuk jemput di pelabuhan, dan saat tiba di rumah sakit pasien langsung ditangani," lanjutnya.

Setiba di rumah sakit, pasien langsung masuk ruang operasi dan menjalani operasi caesar.

Wike mengaku bersyukur, lantaran meskipun harus melewati perjuangan panjang, ibu dan anak dalam keadaan sehat.

"Puji Tuhan semuanya sehat," pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/05/05/163000265/kisah-bidan-papua-membawa-ibu-hamil-ke-rs-berjalan-melewati-jembatan-rusak

Terkini Lainnya

Lolos SNBT 2024, Ini UKT Kedokteran UGM, Unair, Unpad, Undip, dan UNS

Lolos SNBT 2024, Ini UKT Kedokteran UGM, Unair, Unpad, Undip, dan UNS

Tren
Cara Daftar KIP Kuliah Jalur Mandiri PTN 2024, Klik kip-kuliah.kemdikbud.go.id

Cara Daftar KIP Kuliah Jalur Mandiri PTN 2024, Klik kip-kuliah.kemdikbud.go.id

Tren
Cara Cek Lokasi Faskes dan Kantor BPJS Kesehatan Terdekat secara Online

Cara Cek Lokasi Faskes dan Kantor BPJS Kesehatan Terdekat secara Online

Tren
Ramai soal Video WNA Sebut IKN 'Ibukota Koruptor Nepotisme', Jubir OIKN: Bukan di Wilayah IKN

Ramai soal Video WNA Sebut IKN "Ibukota Koruptor Nepotisme", Jubir OIKN: Bukan di Wilayah IKN

Tren
Pos Indonesia Investasi Robot untuk Efisiensi Gaji, Ekonom: Perlu Analisis Lagi

Pos Indonesia Investasi Robot untuk Efisiensi Gaji, Ekonom: Perlu Analisis Lagi

Tren
Jawaban Anies soal Isu Duet dengan Kaesang, Mengaku Ingin Fokus ke Koalisi

Jawaban Anies soal Isu Duet dengan Kaesang, Mengaku Ingin Fokus ke Koalisi

Tren
Denmark Tarik Peredaran Mi Samyang karena Terlalu Pedas, Bagaimana dengan Indonesia?

Denmark Tarik Peredaran Mi Samyang karena Terlalu Pedas, Bagaimana dengan Indonesia?

Tren
Lolos SNBT 2024, Apakah Boleh Tidak Diambil? Ini Penjelasannya

Lolos SNBT 2024, Apakah Boleh Tidak Diambil? Ini Penjelasannya

Tren
Daftar PTN yang Menerima KIP Kuliah Jalur Mandiri, Biaya Studi Bisa Gratis

Daftar PTN yang Menerima KIP Kuliah Jalur Mandiri, Biaya Studi Bisa Gratis

Tren
KAI Kembali Operasikan KA Mutiara Timur, sampai Kapan?

KAI Kembali Operasikan KA Mutiara Timur, sampai Kapan?

Tren
Ramai soal La Nina Penyebab Hujan Turun Saat Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Ramai soal La Nina Penyebab Hujan Turun Saat Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Tren
Pulang Rawat Inap atas Permintaan Sendiri Tak Dijamin BPJS Kesehatan

Pulang Rawat Inap atas Permintaan Sendiri Tak Dijamin BPJS Kesehatan

Tren
Menko PMK Usul Korban Judi Online Jadi Penerima Bansos, Apa Alasannya?

Menko PMK Usul Korban Judi Online Jadi Penerima Bansos, Apa Alasannya?

Tren
Termasuk Infeksi yang Sangat Menular, Apa Itu Penyakit Difteri?

Termasuk Infeksi yang Sangat Menular, Apa Itu Penyakit Difteri?

Tren
Syarat dan Cara Mengurus KTP Hilang ke Kantor Dukcapil

Syarat dan Cara Mengurus KTP Hilang ke Kantor Dukcapil

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke