Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bolehkah Pasien Penyakit Kronis Berpuasa Selama Ramadhan?

Ibadah ini mungkin biasa dilakukan orang-orang yang sehat. Namun, kondisinya akan berbeda bagi pasien penyakit kronis.

Mereka merupakan pasien yang menderita suatu penyakit dalam jangka waktu lama, antara lain seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan kanker.

Dalam situasi tertentu, gejala penyakit yang diderita pasien kronis dapat sewaktu-waktu kambuh dan membahayakan kondisinya.

Lalu, bisakah pasien penyakit kronis menjalankan puasa selama Ramadhan?

Tanggapan dokter

Dokter penyakit dalam dan Chairman Junior Doctor Network (JDN) Indonesia Andi Khomeini Takdir mengatakan, pasien penyakit kronis dapat berpuasa selama Ramadhan tergantung penyakit yang diderita.

"Misal, penyakit kronis itu hipertensi. Kalau dia terkontrol dengan baik, obatnya diminum dengan rutin, silakan," jelasnya kepada Kompas.com, Jumat (24/3/2023).

Namun, menurut Andi, pasien diabetes akan sulit menjalankan puasa saat Ramadhan. Ini karena berpuasa dapat membuat gula darahnya tidak terkontrol, bisa sangat rendah atau malah tinggi.

"Kalau angka gula darah pasien diabetes sekitar 250, masih bisa berpuasa. Tapi di atas itu, tidak dianjurkan," lanjutnya.

Pengobatan pasien kronis saat puasa

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Zullies Ikawati menjelaskan bahwa beberapa penyakit kronis memerlukan pengobatan secara terus-menerus, seperti penyakit diabetes, epilepsi, asma, dan hipertensi.

"Untuk mereka yang tetap ingin berpuasa, perlu dilakukan pemantauan yang lebih ketat terkait dengan perubahan jadwal pemberian obatnya dan kondisi penyakitnya," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat.

Sama seperti Andi, Zullies menyatakan bahwa penderita diabetes sebaiknya tidak puasa karena berisiko mengalami kadar gula darah rendah (hipoglikemia) pada saat puasa atau kelebihan kadar gula darah (hiperglikemia) pada saat berbuka puasa.

Namun, pasien yang ingin berpuasa dapat menggunakan obat metformin yang harus diminum 2 dosis saat buka puasa dan satu dosis saat sahur. Obat semacam acarbose juga relatif aman karena kurang menyebabkan hipoglikemi.

Selain itu, menurutnya, pasien dengan penyakit kronis seperti hipertensi, asma, dan epilepsi yang harus menggunakan obat secara teratur dapat tetap berpuasa dengan mengatur waktu minum obat saat berbuka dan sahur.

"Minta kepada dokter untuk memberikan obat-obat yang bersifat aksi panjang sehingga cukup diminum sekali atau dua kali sehari," lanjutnya.

Zullies juga menegaskan agar pasien kronis tetap menjaga makanannya. Contoh dengan mengurangi garam atau lemak, banyak minum air putih, dan olahraga secara cukup.

Tidak hanya itu, pasien yang terkena serangan parah di siang hari sebaiknya membatalkan puasa. Kondisi kesehatan pasien juga perlu lebih sering dipantau selama puasa.

"Perubahan jadwal waktu minum obat mungkin dapat memengaruhi nasib obat dalam tubuh yang nantinya bisa mempengaruhi efek terapi obat. Karena itu perlu kehati-hatian dalam merubah jadwal minum obat," jelasnya.

Berikut aturan konsumsi obat saat puasa:

Dosis obat

  • Obat 1 x sehari: diminum saat sahur.
  • Obat 2 x sehari: diminum saat sahur dan buka puasa.
  • Obat 3-4 x sehari: minta obat dosis 1 atau 2 kali sehari atau gunakan interval waktu konsumsi yang sama.

Misalnya, obat dengan dosis 3 kali sehari dikonsumsi dengan interval waktu 5 jam, yaitu pukul 18.00 (saat buka puasa), 23.00 (menjelang tengah malam), dan pukul 04.00 (saat sahur).

Obat yang harus diminum 4 kali sehari dapat dikonsumsi dalam interval 3-4 jam, yaitu pukul 18.00, 22.00, 01.00, dan 04.00.

Obat sebelum dan sesudah makan

Obat yang diminum sesudah makan dapat bekerja lebih baik dengan makanan. Sementara obat-obat lain lebih baik dikonsumsi sebelum makan karena absorpsinya lebih baik pada saat lambung kosong.

Berikut cara pakainya selama puasa:

  • Obat 1 kali sehari sebelum makan: obat bisa diminum setengah jam sebelum makan sahur atau berbuka, sesuai anjuran pagi atau malam hari.
  • Obat 1 kali sehari setelah makan: obat bisa diminum kira-kira 5-10 menit setelah makan sahur atau berbuka, sesuai anjuran pagi atau malam hari.
  • Obat 2, 3, atau 4 kali sehari sebelum atau sesudah makan: obat dapat dikonsumsi berdasarkan interval waktu di atas. Namun, tetap menyesuaikan kondisi sebelum atau sesudah makan.

Obat yang tidak membatalkan puasa

"Tidak semua penggunaan obat membatalkan puasa, yaitu obat dalam bentuk yang tidak diminum melalui mulut dan masuk saluran cerna," ujar Zullies.

Ia menjelaskan, sebuah seminar medis-religius yang diselenggarakan di Marokko pada 1997 menyepakati beberapa bentuk obat yang tidak membatalkan puasa, antara lain:

  • Tetes mata dan telinga.
  • Obat-obat yang diserap melalui kulit, seperti salep, krim, atau plester.
  • Obat yang digunakan melalui vagina, seperti suppositoria.
  • Obat-obat yang disuntikkan, baik melalui kulit, otot, sendi, dan vena, kecuali pemberian makanan via intravena.
  • Pemberian gas oksigen dan anestesi.
  • Obat yang diselipkan di bawah lidah, seperti nitrogliserin untuk angina pectoris.
  • Obat kumur selama tidak tertelan.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/24/140500365/bolehkah-pasien-penyakit-kronis-berpuasa-selama-ramadhan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke