Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyimak Tractatus Logico-Philosophicus

Karena manusia mustahil sempurna, maka dengan sendirinya serta merta filosof juga mustahil sempurna.

Maka para filosof yang saya kagumi mulai dari Sokrates sampai ke Artur Schopenhauer, Bertrand Russell, Jean Paul Sartre, Juergen Habermas, Sosrokartono, Driyarkara, Frans Magnis Suseno, Setyo Wibowo, Karlina Supelli, Siti Musdah Mulia, Saras Dewi, Simon Tjahjadi, Franky Hardiman, Muji Sutrisno, Yudi Latif, Martin Suryajaya serta lain-lain yang mustahil bisa saya lengkap sebut semuanya juga para manusia yang mustahil sempurna.

Tidak jarang para pemikir mengkritik pemikiran mereka sendiri yang memang mustahil sempurna itu.

Pada hakikatnya pemikiran manusia yang mustahil sempurna dengan sendirinya bersifat evolusionistis dalam makna perpetuum mobile potensial terus menerus berkembang tanpa henti.

Namun untuk sementara ini bagi saya, pemikir yang paling kritis bahkan kejam terhadap diri sendiri adalah Ludwig Wittgenstein.

Semasa hidup, Wittgenstein hanya mempublikasikan sebuah buku tipis-halaman dalam bahasa Jerman berjudul bahasa Latin yang abadi tercatat di lembaran sejarah ilmu filsafat di planet bumi, yaitu “Tractatus Logico-Philosophicus ” .

Kemudian di luar kehendak sang penulis sendiri buku Tractatus Logico-Philosophicus dianggap oleh khalayak ramai mau pun khalayak sepi pada alam pemikiran Barat sebagai buku yang paling berpengaruh bagi pemikiran manusia abad XX.

Sementara setelah usai menulis Tractatus, Wittgenstein merasa sudah tidak ada lagi yang bisa dan perlu dipikirkan tentang kehidupan manusia di alam semesta ini.

Buku-buku lain karya Wittgenstein dipublikasikan secara anumerta setelah maha pemikir kelahiran Wina, Austria ini menghembuskan napas terakhir di Cambridge, Inggris pada 1951.

Pada dasawarsa ke dua abad XX, Wittgenstein sempat meninggalkan dunia filosofi untuk menempuh perjalanan hidup melalui aneka ragam jalur non-filosofis mulai dari petani, arsitek, guru sampai serdadu yang ikut bertempur di garda terdepan Perang Dunia I.

Setelah Perang Dunia I usai dan kembali belajar dan mengajar di Universitas Cambridge, Wittgenstein mulai mengkritik pemikiran dirinya sendiri yang tertuang ke dalam Tracatatus Logico-Philosophicus antara lain: Die Welt ist alles, was der Fall ist ; Was der Fall ist, die Tatsache, ist das Bestehen von Sachverhalten ; Das logische Bild der Tatsachen ist der Gedanke ; Der Gedanke ist der sinnvolle Satz ; Der Satz ist eine Wahrheitsfunktion der Elementarsätze; Die allgemeine Form der Wahrheitsfunktion ist; Wovon man nicht sprechen kann, darüber muß man schweigen.

Di samping terhadap diri sendiri, Wittgenstein juga gemar mengkritik pemikiran orang lain termasuk maha guru dan mentornya sendiri, yaitu Bertrand Russell.

Pemikiran Wittgenstein kerap dibagi oleh orang lain menjadi dua kategori masa, yaitu masa awal yang fokus membahas keterkaitan logikal antara proposisi dan kenyataan, dan masa akhir yang menolak tafsir terhadap Tractatus yang meyakini makna kata-kata paling bisa dipahami melalui permainan bahasa selaras dengan keyakinannya bahwa Die Grenzen meiner Sprache bedeuten die Grenzen meiner Welt yang bisa saja dibalik menjadi Die Grenzen meiner Welt bedeuten die Grenzen meiner Sprache.

Terlepas dari polemik dan dilema suka atau tak suka serta pro dan kontra, memang layak diakui bahwa Ludwig Josef Johann Wittgenstein merupakan pemikir abad XX paling kontroversial maka sekaligus juga paling terkemuka dalam bidang logika, filsafat matematika, filsafat pikiran, dan filsafat bahasa.

Meski Wittgenstein belum tentu setuju dengan pengakuan tentang dirinya itu sendiri. Atau mungkin kadang-kadang setuju serta kadang-kadang tidak setuju meski kadang-kadang tidak peduli untuk setuju dan tidak setuju.

Sebagai pembelajar humor melalui jalur humorologi, saya sepaham dengan Wittgenstein dalam hal kegemaran bermain dengan logika melalui jalur permainan bahasa di mana memang terbukti bahwa setiap bahasa memiliki inti sukma masing-masing yang beda maka tidak layak dipaksakan menjadi sama satu dengan lain-lainnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/02/26/113838465/menyimak-tractatus-logico-philosophicus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke