Data laporan ini didasarkan atas monitoring harian secara langsung bersama 40 AJI kota, survei, focus group discussion (FGD), dan monitoring media.
Monitoring harian dilakukan dengan mendokumentasikan serangan terhadap jurnalis dan organisasi media, serta membuka laporan dengan publik.
61 kasus kekerasan terhadap jurnalis
Hasilnya, AJI mencatat adanya 61 kasus serangan terhadap jurnalis sepanjang 2022, dengan 97 korban dari jurnalis, pekerja media, dan 14 organisasi media.
Jumlah kasus serangan terhadap jurnalis tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 43 kasus.
Serangan tersebut sebagian besar berupa kekerasan fisik dan perusakan alat kerja (20 kasus), serangan digital (15 kasus), dan kekerasan verbal (10 kasus).
Kemudian penyensoran (8 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus), dan kekerasan berbasis gender (3 kasus).
Polisi, TNI, dan aparat pemerintah
Dari sisi pelaku, AJI Indonesia mencatat bahwa 24 kasus melibatkan aktor negara yang terdiri dari polisi (15 kasus), aparat pemerintah (7 kasus), dan TNI (2 kasus).
Sementara 20 kasus lainnya melinatkan aktor nonnegara, seperti ormas (4 kasus), partai politik (1 kasus), perusahaan (6 kasus), dan warga (kasus). Sisanya, 17 kasus belum teridentifikasi pelakunya.
Khusus untuk kasus serangan digital, AJI melaporkan adanya dua tren serangan utama selama 2022, yaitu peretasan yang menyerang individu dan serangan DDos pada situs organisasi media.
Serangan ke jurnalis perempuan
Selain itu, AJI juga mencatat masih maraknya kekerasan berbasis gender dalam bentuk kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan di lapangan.
Ada tiga laporan kasus kekerasan seksual yang diterima oleh AJI, yakni jurnalis asal Makassar, Jawa Tengah, dan Cendrawasi.
"Perbuatan tersebut masuk sebagai tindak pidana yang melangggar UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Pers," tulis AJI dalam laporannya.
AJI meyakini, kasus kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan yang terungkap ke publik hanya sebagian kecil.
Sebab banyak penyintas enggan membukanya, karena berbagai alasan, seperti tidak adanya perlindungan tempat bekerja dan kekhawatiran mendapat serangan balik dari pelaku.
Mekanisme perlindungan jurnalis
Kendati berbagai serangan telah dialami oleh jurnalis, AJI menilai belum adanya mekanisme perlindungan yang disediakan oleh institusi negara kepada jurnalis.
Seperti misalnya ketersediaan bantuan kedaruratan, safety fund, dan pendampingan hukum.
Di sisi lain, lemahnya perlindungan oleh negara itu disertai dengan masih kuatnya impunitas terhadap pelaku kejahatan jurnalis.
"Tidak adanya investigasi terhadap seluruh serangan dan ancaman terhadap jurnalis baik yang terjadi secara online maupun offline, akan memperkuat praktik impunitas pelaku kejahatan terhadap jurnalis," tulis AJI.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/01/17/203000465/laporan-aji--ada-61-kasus-kekerasan-terhadap-jurnalis-sepanjang-2022