Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral, Twit soal Obgyn Tanya Status Menikah, Apa Tujuannya?

Twit itu diunggah oleh akun ini pada Rabu (5/102022).

"Abis gugling, ginekologi tu arti harfiahnya organ reproduksi wanita. Knp obgyn-obgyn judgemental ini nanyanya status pernikahan mulu? Dikata kita-kita baru punya rahim & vagina setelah diijab kabul?," tulis pengunggah.

Unggahan itu mendapatkan respon pro dan kontra dari warganet lainnya. Sejumlah komentar yang ditinggalkan di unggahan itu menceritakan pengalaman yang sama.

Namun, beberapa komentar lainnya menyampaikan bahwa pertanyaan itu merupakan hal yang dibutuhkan untuk pemeriksaan medis.

"Dokter nanya marital status (status pernikahan) buat tau riwayat aktivitas seksual elu. Kalo lu datang dgn ciri-ciri gonorhea atau sipilis tapi udah menikah, bisa digali lebih dalam sumbernya. Not being offensive in the first place prevent their patient to lie in diagnose (Tidak menyinggung sejak awal mencegah pasien berbohong dalam diagnosis). Gini aja kudu dijelasin," ungkap akun ini.

Hingga Jumat (7/10/2022), utas viral itu telah dikomentari oleh 832 warganet, dibagikan kepada 5.431 pengguna Twitter, dan disukai oleh lebih dari 7.000 akun.

Lantas, apa sebenarnya tujuan para Obgyn menanyakan status pernikahan kepada pasiennya?

Penjelasan dokter

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi (SpOG) Yassin Yanuar menjelaskan, pertanyaan mengenai status pernikahan adalah pertanyaan yang umum disampaikan oleh para dokter baik dari bidang penyakit apapun.

Menurutnya, pertanyaan status pernikahan ini bukan bermaksud untuk mengulik kehidupan pasien.

"Pertanyaan mengenai pernikahan itu tidak eksklusif hanya ditanyakan oleh dokter kandungan saja. Itu pertanyaan general yang bisa ditanyakan di depan pada saat dia mendaftar, misalnya begitu," terangnya, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/10/2022).

"Jadi kalau ada dokter yang menanyakan status pernikahan, itu enggak spesifik kandungan saja, bisa dokter penyakit bidang lain menanyakan hal tersebut," tambah dia.

Pertanyaan ini pada dasarnya mengacu pada faktor kesehatan manusia yang secara umum bisa ditentukan oleh berbagai variabel, seperti biologis, psikologis, sosial, hingga ekonomi.

Dengan kata lain, kondisi kesehatan manusia tidak hanya ditentukan oleh aspek di dalam tubuhnya sendiri, melainkan juga aspek dari luar tubuh mereka.

Dari sinilah mengapa pertanyaan di luar aspek kondisi tubuh pasien ditanyakan.

Sebagai pertimbangan dokter

Mengacu pada kondisi kesehatan manusia yang bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertanyaan soal status pernikahan pasien ini bisa menjadi data pertimbangan dokter.

"Kenapa dokter perlu tahu? Karena ada beberapa penyakit atau kondisi kesehatan seseorang yang bisa jadi terkait, disebabkan, atau bisa dipulihkan, dengan statusnya dia (si pasien)," ucapnya.

Sebagai contoh, pasien laki-laki yang sakit dan berstatus sudah menikah, maka ada peran isteri bisa mengingatkannya untuk meminum obat.

Bisa juga pasien yang datang dengan keluhan penyakit infeksi seksual, dokter akan menanyakan pasangan seksualnya sebagai tindak pencegahan.

"Pertanyaan soal pernikahan itu pertanyaan yang umum. Jadi kalau ditanyakan berarti itu dibutuhkan untuk mem-profile seorang pasien yang datang dengan keluhannya," tutur Yassin.

Menurut Yassin, pertanyaan soal status pernikahan itu bukan merupakan pertanyaan wajib yang diberikan oleh dokter kepada pasiennya.

Namun, pertanyaan itu bisa menjadi informasi penting untuk pasien itu sendiri.

"Apakah informasi tersebut dapat bernilai penting untuk seorang pasien? Mungkin saja menjadi penting karena status pernikahan itu erat kaitannya dengan aktivitas seksual seseorang," ujarnya.

Pertanyaan soal status pernikahan, Yassin menambahkan akan digunakan sebagai variabel dalam pengambilan keputusan dan diagnosis serta terapi si pasien.

Ada etika dan koridor dalam memeriksa pasien

Pertanyaan soal status pernikahan pasien juga berkaitan erat dengan pengambilan tindakan pemeriksaan oleh dokter terkait.

Yassin menuturkan, profesi dokter memiliki etika dan koridor dalam memeriksa pasien perempuan.

"Ada etika dan koridor dalam pemeriksaan kepada seorang perempuan. Dan itu berlaku di seluruh dunia," ungkap Yassin.

"Bahwa pada pasien yang belum pernah aktif berhubungan seksual, maka kita tidak diperkenankan melakukan pemeriksaan melewati bagian vagina," tandas dia.

Tindakan tersebut adalah etika yang sangat mendasar untuk seluruh dokter, tidak hanya dokter kandungan.

"Jadi dengan mengetahui seseorang sudah mempunyai pasangan seksual aktif atau belum, artinya kita bisa menentukan langkah pemeriksaan," kata Yassin.

Misalnya, pasien perempuan datang dengan keluhan nyeri karena kista. Idealnya, dokter akan melakukan pemeriksaan melalui transvaginal.

"Tapi kalau (pasien) belum pernah berhubungan seksual, kita tidak tawarkan pemeriksaan lewat transvaginal tapi kita tawarkan usg transrektal dari anus. Karena ada alternatif untuk itu," tutur Yassin.

Sebaliknya, kalau memang pasien sudah berhubungan seksual, baik sudah menikah atau belum, maka dokter akan menawarkan pemeriksaan lewat transvaginal.

"Itu adalah etika medis bagi semua tenaga kesehatan yang terkait dengan kehormatan organ seksual perempuan," tandas Yassin.

Bukan untuk menghakimi pasien

Pertanyaan soal status pernikahan pasien juga tidak ditujukan dengan maksud menghakimi pasien.

Dokter, kata Yassin, akan melakukan penanganan sesuai dengan keluhan pasien tanpa ada maksud jugmental atau membeda-bedakan.

"Semua perempuan regardless (tanpa memedulikan) statusnya, mereka berhak mendapatkan pelayanan dokter kandungan. Apapun kebutuhannya, keluhan, maupun statusnya," jelas Yassin.

Di sisi lain, dokter adalah profesi tersumpah yang hanya akan memberikan dan menanyakan informasi yang relevan kepada pasien mereka.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/10/07/130000965/viral-twit-soal-obgyn-tanya-status-menikah-apa-tujuannya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke