Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memanfaatkan Modal Sosial demi Keunggulan Bangsa

Meskipun mereka melakukannya hampir bersamaan, tetapi keduanya memperkenalkan istilah itu secara independen satu sama lain.

Sejatinya, konsep modal sosial yang keduanya usulkan dimaksudkan untuk dipakai di bidang sosiologi. Namun, lambat laun konsep ini masuk ke bidang ekonomi, manajemen bisnis, dan kemudian tata kelola pemerintahan.

Lima klaster indikator

Solability, penerbit The Global Sustainable Competitiveness Index, menjelaskan bahwa modal sosial suatu bangsa adalah jumlah stabilitas sosial dan kesejahteraan (dirasakan atau nyata) dari seluruh penduduk.

Modal sosial menghasilkan kohesi sosial dan tingkat konsensus tertentu, yang pada gilirannya memberikan lingkungan ekonomi yang stabil, dan mencegah sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan.

Selain karena pengaruh sejarah dan budaya lokal, konsensus sosial dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem perawatan kesehatan dan ketersediaan/keterjangkauan universal (mengukur kesehatan fisik); kesetaraan pendapatan dan aset, yang berkorelasi dengan tingkat kejahatan; struktur demografis (untuk menilai keseimbangan generasi masa depan dalam suatu masyarakat); kebebasan berekspresi dan kebebasan dari rasa takut; dan tidak adanya konflik kekerasan.

Oleh karena itu, ketika menyusun ‘Indeks Modal Sosial’, Solability mendasarkan diri pada lima klaster indikator berikut: 1).Kluster kesehatan meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, kematian anak, keluarga berencana; 2).Klaster kesetaraan meliputi kesetaraan pendapatan, kesetaraan sumber daya, dan kesetaraan gender; 3).Kluster kriminalitas meliputi pencurian, aksi kekerasan, dan populasi penjara; 4).Kluster kebebasan meliputi kebebasan pers, hak asasi manusia, dan konflik kekerasan; dan 5).Kluster kepuasan meliputi kebahagiaan individu, angka bunuh diri, dan kepuasan pelayanan publik.

Indeks modal sosial Indonesia

Secara global, peringkat Indeks Modal Sosial 2021 dipimpin oleh negara-negara Eropa Utara (Skandinavia). Dari 180 negara yang disurvei, yang masuk dalam kelompok 20 teratas dalam sub-indeks Modal Sosial didominasi oleh negara-negara Eropa Barat dan Baltik.

Dari kawasan Asia hanya Korea Selatan (13), Jepang (15), dan Singapura (16) yang masuk dalam kelompok 20 besar.

Uni Emirat Arab berada di peringkat 23, Arab Saudi 52. Sedangkan, Irak berada pada posisi terakhir, 180, dengan indeks 29,7.

Amerika Serikat, karena tingkat kejahatan yang tinggi, ketersediaan layanan kesehatan yang rendah, dan meningkatnya ketidaksetaraan, berada di peringkat 95, tepat di bawah Trinidad.

Inggris berada di peringkat 46, mencerminkan tatanan sosial yang memburuk. China berada di peringkat 32, Rusia 88, India 123, dan Brasil 128.

Negara-negara Amerika Selatan dengan peringkat tertinggi adalah Kosta Rika (54), Ekuador (63), dan Chili (68); negara-negara Afrika dengan peringkat tertinggi adalah Burkina Faso (81). Niger (84), dan Tunisia (86).

Sebagian besar negara Afrika, khususnya di dalam dan selatan zona Sahel, berada di urutan terbawah daftar ini, karena kombinasi dari rendahnya ketersediaan layanan perawatan kesehatan dan kematian anak, kebebasan berekspresi yang terbatas, dan situasi hak asasi manusia yang tidak stabil.

Lalu, di mana posisi Indonesia? Menurut Solability, Indeks Modal Sosial Indonesia berada di peringkat 74 dengan skor 46.1, sedikit lebih rendah dari sata-rata skor daya saing berkelanjutan adalah 45,3, kurang dari 50 persen dari kemungkinan skor terbaik dan skor tertinggi adalah 61,8 (peringkat 1).

Pencapaian itu memang lebih baik dari Thailand yang berada di peringkat 77 dengan 45.6, Vietnam peringkat 78 (44.9), Filipina peringkat 103 (41.8). Namun peringkat Indonesia, jauh di bawah peringkat Malaysia 61 (48.8), Timor Leste peringkat 30 (54,1) dan Singapura 16 (58,2).

Elemen keunggulan daya saing

Berbagai studi menyebutkan bahwa modal sosial berpengaruhi positif bagi upaya peningkatan keunggulan daya saing organisasi, masyarakat, ataupun negara.

Namun hasil studi empiris menunjukkan bahwa modal sosial tidak dapat secara langsung meningkatkan keunggulan kompetitif. Modal sosial bertindak melalui efek mediasi dari jenis pembelajaran dan kapasitas penting tertentu, seperti pembelajaran kolektif dan kapasitas serap (Bdk.Min-Yueh Chuang dkk. 11 Jul1 2016) yang menunjukkan bahwa kohesi sosial adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi yang dikombinasikan dengan konsensus sosial di seluruh negara.

Meski tidak berpengaruh langsung pada keunggulan daya saing organisasi, masyarakat, atau pun negara, modal sosial adalah salah satu elemen utama yang digunakan dalam penentuan skor dan pemeringkatan Indeks Daya Saing Berkelanjutan Global atau The Global Sustainable Competitive Index (GSCI).

Publikasi Solability bertajuk ‘State of The World Report 2021, 10 th Edition, menyebutkan, "keberkelanjutan" berarti pergi lebih dalam ke waktu dan penyertaan (dirasakan) eksternal risiko/peluang.

Pendekatan ini telah diterapkan dalam organisasi bisnis dan telah terbukti sukses. Belakangan, para ilmuwan membuktikan bahwa hal yang sama berlaku juga untuk sistem pemerintahan negara.

Artinya, modal sosial adalah sistem terbaik, sederhana dan mudah digunakan dalam situasi sehari-hari yang turut memajukan keunggulan daya saing suatu bangsa dan negara.

Karena itu, dalam menyusun pemeringkatan keunggulan daya saing suatu negara, Solability memasukan aspek modal sosial di samping aspek modal alam, intensitas sumber daya, modal intelektual, dan pemerintahan.

Nah, dengan cara pendekatan sepert itu, Solability kemudian sampai pada sebuah simpulan bahwa Skandinavia terus menduduki peringkat teratas. Swedia memimpin Indeks Daya Saing Berkelanjutan, diikuti oleh semua negara Skandinavia lainnya, dengan Swiss yang menerobos masuk di urutan ke-3.

Hanya dua negara di Top 20 yang bukan Eropa: – Jepang di 13, dan Selandia Baru (14). Sementara Korea Selatan menyusul pada posisi 21.

Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata, dalam hal keunggulan daya saing Indonesia berada pada peringkat 75 dari 180 negara, karena memiliki skor 46,50.

Dirincikan bahwa dalam aspek modal alam yaitu kondisi lingkungan alam yang tersedia, termasuk ketersediaan sumber daya, dan tingkat menipisnya sumber daya tersebut, Indonesia berada pada peringkat 91 dengan skor 44,1, sedikit lebih tinggi dari skor rata-rata global 45.

Aspek Intensitas sumber daya yaitu efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia sebagai ukuran daya saing operasional dengan kondisi sumber daya dunia yang terbatas, Indonesia berada di peringkat 132 dengan skor 41,2, dibandingkan skor rata-rata global 46,1 lebih rendah dari rata-rata global, 46.

Dalam aspek modal intelektual yaitu kemampuan untuk menghasilkan kekayaan dan pekerjaan melalui inovasi dan industri bernilai tambah di pasar global, Indonesia berada pada peringkat 72, karena mengantongi skor 42,1, lebih tinggi dari rata-rata global 40.

Menyangkut aspek modal sosial yang mendefinisikan kualitas kesehatan, keamanan, kebebasan, kesetaraan, dan kepuasan hidup dalam suatu negara, Indonesia berada pada peringkat 74 dengan skor 46.1 lebih tinggi dari rata-rata global 44.

Dan pada aspek pemerintahan yang meliputi tata kelola dan kinerja pada sejumlah sektor utama seperti infrastruktur, struktur pasar dan pekerjaan, korupsi, alokasi sumber daya, Indonesia berada di peringkat 42, dengan skor 58,7.

Gerakan bersama

Dari data di atas, kita dapat melihat bahwa skor dan peringkat keunggulan daya saing bangsa kita belum cukup memuaskan karena lebih tinggi secara tipis, 1,7 poin dari skor rata-rata global: 45.3, tapi masih jauh di bawah skor tertinggi global, 61.2.

Satu hal yang memberi harapan adalah bahwa dalam aspek pemerintahan kita mendapat skor yang tinggi, 58,7, meski Solability tidak menyebutkan skor rata-rata global.

Meski demikian, perlu kita sadari bahwa dunia kita saat ini telah menjadi sangat kompleks. Oleh karena itu, dari perspektif efisiensi - memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risiko - adalah konyol untuk memberikan tanggung jawab utama pengembangan keunggulan daya saing kepada satu orang.

Artinya, kita kita tak boleh menyerahkan tanggung jawab pengembangan keunggulan daya saing bangsa/negara kepada pemerintah saja, apalagi kepada presiden dan kabinetnya.

Upaya pengembangan keunggulan daya saing harus menjadi gerakan bersama, yang melibatkan seluruh elemen bangsa.

Tak dapat dibantah bahwa semua aspek yang membentuk keunggulan daya saing bangsa, yaitu aspek modal alam, intesitas sumber daya, modal intelektual, modal sosial, dan pemerintahan sama penting dan urgen untuk dimanfaatkan dan dikembangkan. Namun, jangan lupa bahwa kita punya modal sosial berupa kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur kita. Kita punya gotong royong, kita terbiasa hidup rukun dan bersolidaritas. Kita punya tata krama dan adat kesopanan.

Mari kita manfaatkan modal sosial tersebut untuk mendorong kemajuan keempat elemen yang lain, sehingga bersama-sama membawa Indonesia menjadi negara dengan keunggulan daya saing Indonesia di tingkat global yang lebih hebat lagi.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/28/153025765/memanfaatkan-modal-sosial-demi-keunggulan-bangsa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke