Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Kita Syukurikah Peningkatan Kasus Covid-19 Ini?"

Presiden Jokowi menyampaikan hal itu saat memberikan sambutan pada acara penyaluran Bantuan Modal Kerja (BKM) di Istana Bogor, Jumat (8/1/2021).

"Dan kita ini kalau saya lihat masih alhamdulillah beruntung tidak sampai lockdown," kata Presieden.

Menurut dia, tak seperti negara-negara yang memberlakukan lockdown, masyarakat Indonesia masih memiliki kebebasan untuk berkegiatan, meski dengan protokol ketat.

Windu berpandangan, ada kesalahan logika dalam pernyataan itu.

Ia menyebut bersyukur semestinya dilakukan untuk sesuatu yang kita dapatkan karena faktor eksternal, bukan atas apa yang kita putuskan sendiri. 

"Kalau saya yang memutuskan itu tidak ada soal syukur. Saya memutuskan untuk memilih sebagai dokter, itu tidak bersyukur. Bersyukurnya itu ketika hasil dari pilihannya keluar. Saya memutuskan menjadi dokter, dari hasil keputusan itu saya menjadi kaya misalnya, saya bersyukur atas kekayaan itu," ujar Windu, saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/1/2021).

Melalui perumpamaan ini, Windu menilai, syukur yang disampaikan Presiden atas keputusannya tidak mengambil kebijakan lockdown adalah sebuah kesalahan logika.

"Itu secara bahasa tidak cocok, logical fallacy," kata dia.

Kecuali, keputusan itu menghasilkan hal-hal yang menguntungkan bagi semua pihak. Misalnya, angka kasus menurun, pandemi terkendali, dan perekonomian membaik.

Dengan angka kasus positif yang masih terus naik, kegiatan ekonomi juga belum kembali normal.

"Kita syukurikah peningkatan kasus (Covid-19) ini? Kembali normalkah sekarang usaha kita? Kita ini masih defisit lah, dan itu terjadi karena kita masih pandemi. Coba nanti pandeminya berakhir (terkendali), seperti di negara lain, Australia, Selandia Baru, China sendiri mau tahun baruan sambil hura-hura sudah bisa," ujar Windu.

Pandemi belum terkendali

Pandemi virus corona diIndonesia masih belum terkendali sejak pertama kali virus corona teridentifikasi pada Maret 2020.

"Lockdown atau tidak itu keputusan kita, Akibat dari lockdown itu apa? Kasusnya turun, nah itu saya bersyukur. Tapi kalau kasusnya makin meningkat, ya terserah kalau mau mensyukuri itu," ujar Windu.

Windu menjelaskan untuk menangani suatu pandemi, lockdown hanya sebuah opsi yang tidak harus diambil. Pemerintah atau otoritas terkait bisa menempuh banyak cara untuk mengatasi pandemi yang terjadi.

"Lockdown itu bukan strategi utama, lockdown itu opsi. Di dalam wabah kita boleh mengambil opsi yang mana pun. Mau lockdown apa tidak? Mau lockdown yang seperti apa? Ya silahkan, dipilih yang mana," ujar Windu.

Windu menyebut Indonesia sudah memilih langkah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia. Akan tetapi, opsi ini disebutnya sebagai upaya yang tanggung dan terkesan main-main atau formalitas saja.

Kenyataannya, kasus Covid-19 belum melandai, sementara masyarakat mulai jenuh dengan kondisi pandemi yang tak kunjung terkendali.

"Sehingga apa, PSBB yang pernah kita lakukan tidak menurunkan kasus, bahkan kasus masih naik saat kita selesai PSBB," kata dia.

Windu menyebut India sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di Asia, kini sudah mulai mengalami penurunan kurva kasus positif. Kondisi testing di sana, saat ini sudah masif, mencapai 10 persen dari total penduduk.

"Kita itu masih puncak gunung es, itu saja di Asia (jumlah kasus) kita sudah nomor dua tingginya. Padahal yang nomor satu itu (India) testing-nya luar biasa besar. Kita testing belum sampai 2 persen saja sudah nomor dua, bayangkan kalau kita testing-nya setinggi India, 10 persen?" kata dia.

"Apakah kita sudah bisa bersyukur dengan kondisi yang sekarang ini, karena kita keputusannya dulu enggak ambil lockdown? Sekarang kita mau bersyukur, saya enggak tahu, kita syukuri enggak itu?" ujar Windu.

Tracing

Windu mengingatkan, dalam sebuah pandemi, kejadian luar biasa (KLB), wabah, pelacakan kasus atau tracing merupakan satu hal absolut yang harus dilakukan. 

"Salah satu ajarannya kalau ada wabah penyakit menular, strategi yang tidak boleh tergantikan, harus dilakukan, absolut, adalah mencari dan menemukan kasus, case finding," sebut dia.

Menemukan kasus tentu disesuaikan dengan jenis penyakit yang tengah berkembang, Covid-19 ini harus melalui testing yaitu PCR test dan antigen test.

Persoalannya, di Indonesia, jumlah testing yang dilakukan masih sangat rendah sehingga tidak bisa mendeteksi semua kasus yang terjadi di masyarakat.

"Kita ini sekarang belum sampai 2 persen jumlah penduduk yang kita tes, kalau dibandingkan negara-negara lain, kita itu nomor ke 150 lebih dari 200 negara lebih yang alami pandemi. Bayangkan betapa jeleknya (kuantitas tes) kita," ungkap Windu.

"10.000 kasus yang terdeteksi itu, ibarat gajah itu baru ekornya, itu seperti puncak gunung es," kata dia

Oleh karena itu, jika kapasitas tes di Indonesia ditingkatkan, angka kasus terkonfirmasi dipastikan akan lebih tinggi.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/12/074500765/-kita-syukurikah-peningkatan-kasus-covid-19-ini-

Terkini Lainnya

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Tema Met Gala dari Masa ke Masa, 'Sleeping Beauties: Reawakening Fashion' Jadi Tajuk 2024

Tema Met Gala dari Masa ke Masa, "Sleeping Beauties: Reawakening Fashion" Jadi Tajuk 2024

Tren
Cabut Gigi Bungsu, ke Dokter Gigi Umum atau Spesialis Bedah Mulut?

Cabut Gigi Bungsu, ke Dokter Gigi Umum atau Spesialis Bedah Mulut?

Tren
Cara Daftar Anggota PPS Pilkada 2024, Berikut Syarat dan Prosedurnya

Cara Daftar Anggota PPS Pilkada 2024, Berikut Syarat dan Prosedurnya

Tren
Profil CNF Clairefontaine di Perancis, Tempat Pertandingan Indonesia Vs Guinea

Profil CNF Clairefontaine di Perancis, Tempat Pertandingan Indonesia Vs Guinea

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke