Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Larangan Penggunaan "Anjay", Reaksi Netizen, dan Kata Ahli Bahasa

KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengeluarkan seruan penghentian penggunaan kata "anjay".

Seruan itu disampaikan melalui keterangan resmi yang dirilis, Sabtu (29/8/2020).

"Anjay" yang digunakan dalam satu kalimat bermakna merendahkan martabat seseorang dianggap Komnas PA termasuk dalam kekerasan verbal dan dapat dipidanakan.

Sementara, diksi yang sama jika digunakan untuk menunjukkan kekaguman, rasa salut, pujian, dan sebagainya, maka tidak ada masalah karena bukan mengandung kekerasan dan tidak berpotensi menimbulkan ketersinggungan, sakit hati, atau kerugian.

"Penggunaan istilah 'anjay' harus dilihat dari berbagai sudut pandang, tempat, dan makna," tulis keterangan resmi yang ditandatangani Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait dan Sekretaris Jenderal, Dhanang Sasongko.

Jika unsur kekerasan dalam penggunaan istilah itu terpenuhi dinilai dapat merendahkan martabat orang lain dan mengandung makna perisakan atau bullying maka pelaku dapat dipidanakan.

Hal ini mengacu pada UU No 34 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak.

Topik bahasan populer di Twitter

Larangan yang dikeluarkan Komnas PA ini menjadi salah satu topik yang paling banyak dibahas di Twitter Indonesia, Minggu (30/8/2020) hingga Senin (31/8/2020) pagi ini.

Lebih dari 213.000 twit dibuat menggunakan istilah 'anjay' untuk menyampaikan pendapat terkait larangan ini.

Sebagian besar dari netizen mengaku heran dan tidak habis pikir dengan larangan ini.

Menurut warganet, banyak hal yang lebih penting untuk diperhatikan daripada megurus penggunaan bahasa slank dalam interaksi masyarakat.

Pada Senin (31/8/2020) pagi ini, kebanyakan twit berisi sindiran atas larangan penggunaan "anjay".

Klarifikasi Komnas PA

Menanggapi keramaian yang terjadi di media sosial, Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, membenarkan surat edaran yang beredar.

Namun, kata dia, larangan ini berlaku untuk penggunaan pada konteks tertentu.

"Apakah itu bermakna merendahkan martabat, melecehkan, membuat orang jadi galau atau sengsara, kalau unsur itu terpenuhi, maka istilah anjay tentu itu mengandung kekerasan. Jika mengandung kekerasan, maka tak ada toleransi," kata Arist, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (30/8/2020).

Sebaliknya, jika digunakan dalam konteks pujian, maka tidak ada masalah kata "anjay" untuk digunakan. 

Arist menjelaskan pihaknya mengeluarkan surat tersebut sebagai tindak lanjut karena adanya aduan dari masyarakat yang mengaku resah dengan banyaknya anak-anak yang menggunakan istilah slank itu. 

"Kalau ada orang kontra, tidak apa-apa. Itu kebebasan ekspresi, Komnas PA tidak tersinggung. Tugas Komnas PA untuk meluruskan itu. Komnas PA ini sahabat anak tanpa diskriminasi. Jadi kalau ada dampak menimbulkan kekerasan, maka komnas harus hadir di situ," tegasnya.

Tanggapan ahli bahasa

Sementara itu, dari segi bahasa, wikipediawan dan pencinta Bahasa Indonesia Ivan Lanin menyebut baik tidaknya penggunaan suatu kata dilihat dari berbagai hal, tidak bisa mutlak.

"Dalam teori kesantunan bahasa (language politeness), suatu kata yang digunakan dalam pembicaraan tidak berterima ketika kawan bicara 'kehilangan muka'. Ini bergantung berbagai hal, antara lain tingkat keakraban dan budaya,"kata Ivan, dikutip dari artikel Kompas.com sebelumnya.

"Kehilangan muka" menurut Ivan adalah situasi saat lawan bicara merasa dipermalukan atau diserang kepribadiannya.

Menyoal kesantunan bahasa Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (FIB UNS), Sahid Teguh memiliki pandangannya tersendiri.

"Kalau penghalusan 'anjing' menjadi 'anjay' itu fenomena lah saya kira, kenapa menjadi serius itu saya kira karena kesantunan bahasa," ujar Sahid.

Sementara, ahli linguistik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), I Dewa Putu Wijana memandang pelarangan ini dikeluarkan, karena melihat maksud sesungguhnya dari istilah "anjay" adalah "anjing" yang berarti makian.

Konotasi ini dalam budaya Indonesia mengacu pada anjing, binatang yang perilakunya diasosiasikan tidak baik.

Jika digunakan secara kiasan untuk berinteraksi untuk mengacu seseorang, maka itu akan menimbulkan konotasi negatif dan menimbulkan rasa yang kurang menyenangkan.

"Walaupun untuk menentukan maksudnya, orang sebenarnya harus melihat konteksnya, siapa yang berbicara dan kepada siapa dia berbicara. Dilihat konotasinya dan penggunaannya untuk apa, mungkin dalam halnya 'anjay' ada kecenderungan digunakan secara negatif," ujar Dewa.

(Sumber: Kompas.com/Penulis: Ahmad Naufal Dzulfaroh, Retia Kartika Dewi | Editor: Jihad Akbar, Rizal Setyo Nugroho)

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/31/081829965/larangan-penggunaan-anjay-reaksi-netizen-dan-kata-ahli-bahasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke