Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Menghadapi Kecewa agar Tetap Punya Harapan?

Dua tanggal merah untuk peringatan Hari Kemerdekaan dan Tahun Baru Hijriah ditambah cuti bersama, Jumat 21 Agustus 2020, membuat minggu yang baru berlalu terasa berjalan agak lambat.

Libur yang lima hari dalam seminggu dimanfaatkan banyak orang untuk bepergian. Tercatat ada 317.000 kendaraan meninggalkan Jakarta pada Rabu (19/8/2020) dan Kamis (20/8/2020).

Ada kenaikan jumlah kendaraan yang meninggalkan Jakarta lebih dari 30 persen dibandingkan lalu lintas pada hari normal. Kejenuhan orang di rumah saja selama beberapa bulan karena pandemi dan peluang yang terbuka karena libur panjang adalah pasangan yang cocok tanpa perlu dijodohkan. 

Oya, selama libur minggu lalu, kamu bepergian ke mana? Saya dan bungsu saya mencari udara segar pagi hari dengan jalan kaki di beberapa taman di sekitar kompleks perumahan. Dekat taman itu ada danau dan sungai yang deras airnya.

Lumayan menyegarkan dan cukup ramai. Meskipun ramai, kabar baiknya, mereka yang berkaktivitas luar ruangan untuk mencari kesegaran patuh dengan protokol kesehatan. Hal itu setidaknya terlihat dari masker yang dikenakan.

Agak menyiksa di awal-awal berjalan kaki dengan masker tetap menutup hidung dan mulut. Namun, setelah sekitar 5 menit berjalan, siksaan tidak lagi terasakan karena sudah biasa dan adanya penerimaan.

Selama perjalanan menuju taman, di sepanjang perjalanan saya jumpai banyak orang berolahraga dengan sepeda baik dalam rombongan kecil maupun besar. Kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan yang dipicu pandemi ini semoga bertahan lama.

Apa kabar sepedamu yang sudah lama tak ditengok? Karena gairah bersepeda sedang tinggi, sepeda-sepeda itu pasti "punya nyawa" lagi. Presiden Jokowi pun kerap bersepeda  akhir-akhir ini.

Bungsu saya yang sebelumnya enggan bersepeda bahkan dengan dua roda kecil di belakang sebagai penyangga kini lebih bergairah. Apalagi setelah bisa bersepeda tanpa dua roda kecil di belakang setelah mencoba, jatuh, mencoba, jatuh, jatuh, jatuh, mencoba, jatuh dan bisa.

Setiap ada peluang, sepeda dikeluarkan dan di-gowes. Jalan di depan rumah jadi area jelajah. Pagi, siang dan sore. Kebosanan yang sebelumnya kerap dikeluhkan mendapatkan jawaban dengan bersepeda.

Bersepeda juga membawa efek gembira yang tentu saja baik untuk imunitas kita. Benar kata orang-orang bijak, "You can't be sad while riding a bicycle". 

Kesedihan yang berakar pada kekecewaan adalah pengalaman harian. Kita kerap menjumpai tidak hanya karena diri sendiri mengalami. Mendapati orang lain mengalami hal ini pun membuat kita berempati.

Dikalahkan Bayern Muenchen pada final Liga Champions dengan skor 1-0 di Stadion Da Luz, Lisbon, Portugal, Neymar tertunduk kecewa. Tiga tembakan ke arah gawang Neymar tidak menghasilkan gol.

Neymar sempat ditenangkan bek Muenchen, David Alaba. Penantian Neymar menjuarai Liga Champions bersama PSG sejak 2017 belum membuahkan hasil. Neymar pernah menjuarai Liga Champions bersama Barcelona saat musim 2014–2015.

Masih soal kecewa, kali ini lebih mendalam, dialami Gusti Ayu Arianti (23) dan Yudi Prasetya Jaya (24) lantaran kehilangan buah hatinya di dalam kandungan. Minggu lalu, kisah duka keluarga ini paling banyak menyita perhatian pembaca kompas.com.

Tidak jelasnya informasi, tidak tersampaikannya informasi, tidak tanggapnya petugas kesehatan, dan kekakuan menjalankan aturan terkait pandemi sehingga mengabaikan alasan kemanusiaan menjadi pangkal kecewa ini.

Arianti datang ke Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Wira Bhakti di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 18 Agustus 2020. Hamil tua membuat ketubannya pecah dan darah sudah keluar. Arianti dan suaminya ke rumah sakit itu karena anak pertama mereka lahir di tempat yang sama.

Dengan kondisi seperti itu, petugas tidak mau menangani dengan alasan harus menjalani rapid test terlebih dahulu meskipun darurat dan tidak memiliki gejala. Rapid tes disarankan dilakukan di Puskesmas Pagesangan.

Ke Puskesmas memakan waktu dan dijalani termasuk ketika diminta antre mendaftar. Karena kondisi darurat dan protes suami, petugas Puskesmas memberi prioritas.

Arianti sudah pasrah jika harus melahirkan di Puskesmas. Tetapi, hasil rapid test tidak bisa segera didapatkan.

Saat pulang ke rumah, hasil rapid test keluar. Keluarga minta surat rujukan agar bisa ditangani di RSAD Mataram. Tapi, petugas tak bisa mengeluarkan surat rujukan karena Arianti yang sedang mengganti pembalut tak ada di puskesmas.

Setelah memiliki surat hasil rapid test Covid-19 dari puskesmas, keluarga membawa Arianti ke Rumah Sakit Permata Hati, bukan ke RSAD Mataram karena tidak adanya rujukan dari puskesmas.

Tiba di RS Permata Hati, surat keterangan rapid test Covid-19 tak diakui karena tak melampirkan alat rapid test Covid-19. Arianti terpaksa melakukan tes ulang.

Tim medis RS Permata Hati memeriksa kandungan Arianti. Awalnya, detak jantung janinnya lemah. Tapi, dokter menyebutkan, kandungannya mulai normal.

Arianti lega. Ia mempersiapkan diri menjalani operasi sesar untuk persalinan.

Namun nasib berkata lain, setelah perjuangan yang dilakukannya, bayi laki-laki yang hendak diberi nama I Made Arsya Prasetya Jaya itu dinyatakan meninggal sejak dalam kandungan.

Tangis pecah tak tertahankan. Kekecewaan tidak terkatakan karena duka yang mendalam. 

Mewakili keluarga yang berduka ini, Ketut Mahajaya, ayah kandung Arianti berbicara dan berharap masalah ini ditanggapi serius.

Mahajaya tak ingin ada korban lain yang bernasib sama seperti anak dan cucunya. Mahajaya ingin ada perbaikan, terutama terkait kekakuan prosedur rapid test. Prosedur dan aturan dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk prosedur dan aturan.   

Pihak keluarga, kata Mahajaya, tak akan menuntut terkait kasus ini. Ia dan keluarga telah ikhlas dan berusaha tabah menghadapi kecewa yang berujung duka. Ia nenanam harapan.

Tertegun saya membaca dan mendapati kisah pilu ini. Semua menghadapi situasi yang tidak mudah dan pelik. Namun, rasa kemanusiaan seharusnya lebih unggul mengatasi semua prosedur atau aturan. 

Apakah rasa kemanusiaan kita telah terkalahkan rasa takut berlebihan yang dihadirkan Covid-19? Pertanyaan ini menggangu pikiran.

Sapaannya hadir lewat kata-kata yang tertoreh di kaos oblong bergambar petani di desanya. Kata-kata yang ditulis tangan oleh Farid Stevy, perupa dan musisi ini berbunyi, "Petani selalu menanam, meskipun gagal panen".

Saya menarik nafas dalam untuk kebenaran dalam kata-kata itu. Beberapa kali saya lakukan untuk dapat meresapi kekuatan kata-kata itu.

Kata-kata itu adalah cara atau siasat para petani menghadapi kekecewaan. Kekecewaan tidak dilampiaskan dengan daftar keluhan yang sah dilakukan, tetapi dijawab dengan menanam harapan.

Selalu menanam meskipun gagal panen adalah ungkapan petani akan kekuatan harapan. Belum tentu juga tidak dikecewakan, tetapi dengan menanam, harapan dimunculkan dan bisa tetap dirawat untuk jalannya kehidupan.

Berapa banyak kecewamu akhir-akhir ini? Neymar, Arianti, para petani ada bersamamu dalam barisan. 

Untuk bisa mengatasi kekecewaan, langkah hari ini dengan menanam kembali harapan disarankan. Kekecewaan adalah masa lalu, harapan adalah masa depan. Menanam harapan adalah langkah hari ini.

Apakah tidak akan dikecewakan?

Tidak ada jaminan karena kita bukan satu-satunya penentu masa depan. Namun, harapan yang ditanam hari ini membuat kita tidak berkutat pada kecewa berkelanjutan.

Selamat menanam harapan.

Salam
Wisnu Nugroho 

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/24/100303465/bagaimana-menghadapi-kecewa-agar-tetap-punya-harapan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke