KOMPAS.com - Pandemi corona membuat sejumlah masyarakat mau tidak mau tetap berada di rumah atau menghindari berpergian yang tidak perlu guna mencegah penularan virus corona.
Kendati demikian, berkegiatan di rumah ternyata menimbulkan fenomena impulsive buying atau membeli barang dengan tidak terkontrol atau impulsif.
Hal ini pun diungkapkan oleh sejumlah warganet yang mengaku semenjak pemerintah menerapkan work from home (WFH) mereka jadi cenderung memiliki kebiasaan impulsive buying.
"Semenjak WFH tiap ada discount beauty products w ngeklik cepet banget....impulsive buying got me boke," tulis akun @sorayavioglenna dalam twitnya, Minggu (24/5/2020).
Lalu, apa itu impulsive buying dan bagaimana tips untuk menghindari hal tersebut?
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group, Andy Nugroho mengungkapkan, impulsive buying dapat diartikan sebagai perilaku membelanjakan uang yang dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu, bersifat tiba-tiba dan mendadak serta kebetulan, karena kondisi dan keadaan lingkungan tempat kita berada saat itu.
"Impulsive buying bisa terjadi semisal ketika kita makan siang di mal, lalu setelahnya jalan-jalan cuci mata lihat-lihat barang yang dipajang, lalu di suatu toko berhenti dan membeli suatu barang karena terlihat menarik," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/5/2020).
Menurutnya, impulsive buying dapat terjadi ketika seseorang tengah membuka sosmed dan melihat suatu barang kemudian membeli dari toko online tersebut.
Hal yang membuat khilaf yakni fakta bahwa barang yang dibeli merupakan barang yang tidak terlalu dibutuhkan oleh orang tersebut.
"Apalagi dalam kondisi pandemi begini, hal tersebut tentu dapat berimbas kurang baik untuk keuangan kita, apalagi bila keuangan kita kurang beruntung," katanya lagi.
Terkait hal itu, Andy memberikan empat tips mencegah terjadinya impulsive buying, yakni.
1. Membuat estimasi budget keuangan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengalokasikan uang untuk yang benar-benar penting dan perlu serta harus segera dibayarkan, semisal untuk membayar cicilan kredit, uang sekolah anak, tagihan listrik dan air.
Ia menjelaskan, saat ini kuota internet untuk WFH dan school from home (SFH) juga menjadi sangat penting, demikian pula hand sanitizer, masker kain, suplemen kesehatan.
Apabila kebutuhan urgent tersebut telah terpenuhi, setelah itu barulah dialokasikan untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang masih bisa disesuaikan besarannya.
2. Selalu pikirkan hal terburuk yang akan terjadi.
Selain itu, kiat lain untuk mencegah impulsive buying yakni dengan cara memikirkan hal terburuk yang akan terjadi bila kita membiasakan diri bersikap impulsive buying.
"Bayangkan apa yang terjadi bila kita selalu melakukan kebiasaan itu. semisal walaupun kita hanya membeli barang-barang kecil semisal cemilan, pakaian, atau pernak-pernik hobi, maka pada hakikatnya kita sedang mengurangi budget untuk pos pengeluaran lainnya," ujar Andy.
Dengan berpikir jika hal tersebut menjadi realita, maka kita menjadi kesulitan untuk membayar utang, cicilan, dan efeknya akan dikejar-kejar tagihan.
3. Taruh uang di tempat aman.
Dengan menaruh uang di tempat aman, seperti di rekening yang tidak terhubung dengan mobile/SMS/internet banking ataupun e-wallet, maka kita akan sulit mengakses uang tersebut.
Hal ini juga dapat menjadi salah satu alternatif agar kita tidak khilaf dalam pengeluaran.
"Bahkan kalau perlu tinggalkan kartu debit atau kredit kita di rumah bila jalan-jalan ke tempat belanja," lanjut dia.
4. Hindari mengikuti akun online shop.
Yang terpenting adalah membiasakan menghindari follow akun penjual yang ada di sosial media.
Sebab, ketika kita mengecek ponsel dan membuka medsos, akun tersebut akan menarik minat untuk membeli. Bukan terkontrol, justru makin boros jika kita semakin banyak megikuti akun toko online.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/27/181100765/mengenal-impulsive-buying-kebiasaan-boros-yang-dapat-direm-saat-pandemi