Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Editor's Letter untuk Berserah Bukan Menyerah Apalagi Terserah

Musim kemarau sudah mulai masuk di ujung Ramadhan. Suasana pancaroba terasa lewat cuaca ekstrem yang tiba-tiba panas, tiba-tiba hujan di sejumlah tempat seperti di tempat saya tinggal di Tangerang Selatan.

Selain waspada soal Covid-19, di lingkungan tempat tinggal saya, warga saling mengingatkan untuk membasmi berkembangnya nyamyuk demam berdarah di lingkungan rumah masing-masing. 

Seperti kita ketahui, demam berdarah menjadi penyakit yang merebak dengan tingkat kematian tinggi juga di Indonesia. Sepanjang 1 Januari-27 April 2020, terdapat 49.563 kasus demam berdarah dengan kematian sebanyak 310 orang. 

Sementara sejak didapati pada 2 Maret hingga 17 Mei 2020, terdapat 17.514 kasus positif Covid-19 dengan kematian sebanyak 1.148 orang.

Dibandingkan demam berdarah, Covid-19 jauh lebih mematikan sekitar 10 kali lipatnya. Tingkat kematian Covid-19 sekitar 65 orang per 1.000 pasien sementara demam berdarah sekitar 6 orang per 1.000 pasien.

Menggembirakannya, tingkat kematian demam berdarah dibandingkan tahun 2019 di periode yang kurang lebih sama menurun dari 0,9 persen menjadi 0,6 persen. Mungkin kesadaran kita akan pentingnya menjaga kesehatan yang muncul karena Covid-19 berdampak juga untuk beberapa pencegahan penyakit lain. 

Disiplin dengan protokol kesehatan

Dari sakit apa pun, semoga kita dijauhkan. Dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan yang kita praktikkan secara terus menerus selama lebih dari dua bulan, semoga semua penyakit yang disebabkan karena virus bisa kita cegah masuk ke dalam tubuh kita.

Ngomong-ngomong, nyaris tiga bulan bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah sejak 15 Maret 2020 pasti membuatmu rindu beraktivitas di luar rumah. Perasaan yang manusiawi. Saya pun demikian, juga teman-teman kantor saya.

Tidak heran, wacana relaksasi dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan disambut riang bahkan ketika wacananya baru diwacanakan. Karena riangnya, disiplin menerapkan protokol kesehatan terabaikan.

Kesedihan dan mungkin kemarahan kita juga menjadi kesedihan dan kemarahan tenaga kesehatan yang ada di garda terakhir penjaga kesehatan kita.

Tidak heran, di tengah upaya gigih tenaga kesehatan merawat dan menyembuhkan pasien Covid-19, mereka bersuara dengan membentangkan poster bertuliskan "Indonesia Terserah".

Kritik keras untuk pemerintah dan otoritas di semua tingkatan dan pengingat bagi kita semua terkait kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan.

Seperti diketahui, pekan lalu, pemerintah berwacana hendak melonggarkan aktivitas di luar rumah untuk mereka yang berusia di bawah 45 tahun khususnya di 11 bidang kegiatan.

Meskipun belum dieksekusi, ruang relaksasi ini disambut riang cenderung gegabah. Kerumunan di terminal 2 pekan lalu hanya gambaran kecil yang terpotret.

Pekan lalu, ketika saya harus keluar rumah untuk urusan yang tidak bisa dikerjakan dari rumah, saya mendapati hal serupa di sejumlah tempat. Pasar, trotoar dan jalan yang dijadikan ruang jualan ramai dan memunculkan kemacetan. Orang sembrono tidak menjaga jarak dan beraktivitas di luar rumah tanpa masker.

Sepanjang jalan melintasi ruas jalan itu, tidak terlihat ada penindakan untuk ketidakdisiplinan ini. 

Belum jika kita kumpulkan "kisah sukses" mudik mereka yang nekat dan tanpa hambatan di jalan serta diam-diam. Yang tertangkap dan diberitakan media adalah "kisah gagal" mudik. 

Saat hampir bersamaan, pekan lalu, kita mendapati penambahan jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi sejak 2 Maret 2020. Ada penambahan 689 kasus positif dalam sehari pada 13 Mei 2020. Angka ini tampaknya tidak membuat gentar sehingga menerapkan protokol kesehatan lebih disiplin.   

Pemerintah menjelaskan terjadinya lonjakan itu karena beberapa hal yang masuk akal. Namun, tetap saja, lonjakan itu membuat kita khawatir dengan wacana relaksasi di tengah rendahnya disiplin penerapan protokol kesehatan serta lemahnya penagakan atas disiplin itu. 

Saya bisa menerima kenapa pintu relaksasi diwacanakan dibuka yaitu alasan ekonomi yang sangat penting juga untuk hidup kita. Yang tidak bisa saya terima adalah sembrononya kita menerapkan protokol kesehatan di tengah masih tingginya ancaman penyebaran Covid-19.

Nyaris tiga bulan mengubah perilaku karena Covid-19 ternyata tidak jadi kebiasaan. Ada yang salah dengan cara kita belajar. Semoga kamu tidak demikian dan menjadi pengingat untuk teman-temanmu yang tidak belajar.

Karena itu, mendengar wacana beberapa menteri lewat zoom meeting terkait relaksasi dan wacana berdamai dengan Covid-19, saya menjadi khawatir. Cukup keras saya dan sejumlah pemimpin redaksi meminta agar disiplin menerapkan protokol kesehatan dijalankan dan ditegakkan.

Pemerintah tetap ingin menjaga kesehatan fisik dan mental masyarakat sambil tetap bisa menggerakan ekonomi setidaknya untuk hal-hal dasar. "Asap dapur" jangan sampai hilang. Begitu permintaan para pengusaha di tengah pandemi yang telah telak memukul dua bulan ini. 

Kebijakan relaksasi di sejumlah negara setelah sebelumnya melakukan kebijakan lockdown tampaknya menginspirasi pemerintah kita juga. Tetapi perlu dicatat kondisi dan disiplin warganya berbeda.

Liga-liga utama di Eropa mulai diberi lampu hijau untuk digulirkan. Serie-A Liga Italia akan bergulir 13 Juni 2020. Bundesliga bahkan sudah bergulir akhir pekan lalu dengan protokol kesehatan dan aturan berbeda.

Sambil menanti keputusan relaksasi dengan mempertimbangkan protokol kesehatan di tengah ancaman penyebaran Covid-19, kita akan memasuki Idul Fitri 1441 H sebentar lagi. Berdasarkan ingatan saya dan catatan yang saya baca, ini adalah era paling hening dalam menyambut Idul Fitri.

Tidak ada keramaian di pusat-pusat perbelanjaan. Tidak ada pemandangan orang dan kendaraan berbondong-bondong mudik di jalan-jalan yang padat ke luar kota jelang Idul Fitri 2020. Mudik lokal di Jabodetabek pun dilarang. Idul Fitri 2019, tercatat ada sekitar 15 juta orang mudik. Hening Lebaran kita kali ini.

Saya berharap, keheningan kita dengan tetap di rumah selama menyambut Idul Fitri 1441 H menjadi kontribusi baik bagi pemutusan rantai peyebaran Covid-19.

Jika terpaksa harus keluar rumah untuk aktivitas yang mendesak, jangan abaikan protokol kesehatan. Penularan virus tidak mengenal libur Lebaran.

Jika semua respons dan upaya baik untuk menjaga kesehatan fisik dan mental telah kita lakukan, protokol kesehatan secara disiplin kita jalankan dan tegas ditegakkan, serta upaya relaksasi dipertimbangkan matang dengan prakondisi yang dipenuhi, kita kemudian hanya bisa berserah.

Ya, berserah, setelah sejumlah upaya aktif sebagai respons kita menghadapi situasi nyata di depan mata, saat ini. Berserah bukan menyerah apalagi terserah.

Berserah adalah sikap yang hadir untuk semua respons baik kita di tengah kesadaran bahwa banyak hal terjadi di luar kendali kita. 

Selamat Idul Fitri 1441 H.

Salam hening,

Wisnu Nugroho

   

 

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/18/125739265/editors-letter-untuk-berserah-bukan-menyerah-apalagi-terserah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke