KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo resmi memperbolehkan ekspor benih lobster.
Dibolehkannya ekspor benih lobster tersebut sekaligus menganulir larangan ekspor benih lobster pada era Susi Pudjiastuti.
Pencabutan aturan era Susi itu ditandai dengan peraturan menteri (Permen) yang baru, yakni Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Aturan baru tersebut diundangkan di Jakarta pada 5 Mei 2020.
Dalam salinan Permen sesuai aslinya yang diakses dari laman resmi KKP, Jumat (8/5/2020), ekspor dan budidaya lobster dibolehkan dengan berbagai ketentuan.
Setidaknya disebut ada 10 aturan terkait ekspor benih lobster tersebut. Mulai dari soal kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster hingga bibit yang diperoleh dari nelayan kecil.
Lantas, apakah kebijakan tersebut sudah tepat? Apa saja dampaknya?
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, kebijakan tersebut sangat tidak tepat.
"Kebijakan itu justru blunder bagi kedaulatan pangan kita ke depan," kata Abdul Halim saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).
Hal itu menurutnya bukanlah tanpa alasan, pasalnya terdapat banyak dampak yang nantinya akan dirasakan oleh pembudidaya lobster dalam negeri.
Pembudidaya lobster lokal nantinya akan kesulitan dalam mendapat benih yang berkualitas baik karena sebagian besar benih kualitas terbaik akan diekspor ke luar negeri.
Harga benih lobster yang ada di pasar dalam negeri, imbuh Halim, akan melambung tinggi karena jumlahnya yang sedikit.
"Nah, itu yang kemudian mendorong pembudidaya lobster mendapatkan kerugian yang berikutnya yakni harga jual lobster mereka menjadi tidak bisa bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan dari luar negeri," ujarnya.
Halim mengatakan, puncak dari kerugian terbesar yang akan dialami pembudidaya lobster dalam negeri baik pengusaha yang melakukan pembesaran atau pembenihan lobster yakni mereka akan gulung tikar alias bangkrut.
Ongkos produksi yang tinggi dan pasokan benih lobster yang semakin sulitlah yang akan melatarbelakangi itu semua.
"Sehingga opsinya kemudian akan memicu problem baru dalam hal ini kemiskinan di tingkat pembudidaya lobster maupun persoalan sosial lainnya," papar dia.
Diperbolehkannya ekspor benih lobster ini bagi Halim adalah sebuah ironi karena dahulu sempat dilarang oleh mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.
Alasannya menyebut demikian adalah karena dalam pengelolaan perikanan, harus berhati-hati karena sifatnya yang penuh ketidakpastian.
"Mengapa demikian? Sebagai contoh misalnya kita tak pernah tahu berapa persisnya stok sumber daya ikan, termasuk benih lobster, yang kita miliki secara tepat. Kita tidak akan pernah tahu karena itu berada di luar jangkauan kita," jelas Halim.
Halim menyebut, pada 2016 lalu, Kementerian KKP telah menerbitkan hasil kajian mengenai stok sumber daya ikan yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan.
Dalam hasil kajian mengenai stok ikan tersebut disebutkan bahwa lobster dewasa dan benih yang tersebar di beberapa wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, sebagian besar dalam keadaan fully exploited dan over exploited.
"Artinya, yang perlu dilakukan adalah memperketat pengawasan terhadap pemanfaatan lobster di dalam negeri untuk ukuran yang dewasa," kata Halim.
"Untuk benih lobster, secara logisnya cukup dilakukan usaha pembenihan di dalam negeri dan tetap bisa dilakukan usaha pembesaran dengan menggunakan kontrol ketat pula," tegas dia.
Adapun yang dilakukan oleh Menteri Edhy menurutnya justru terbalik.
Dengan berkaca pada laporan pengkajian tadi, imbuh Halim, Menteri Edhy malah menggenjot eksploitasi sacara besar-besaran.
"Ujungnya, kemudian kita akan kehabisan stok, bahkan tidak mungkin kemudian dalam tempo yang secepat-cepatnya kita justru akan mengimpor balik lobster dari tempat tujuan ekspor kita tadi," kata Halim.
Ia pun mendesak Menteri Edhy agar mencabut Peraturan Menteri tersebut, ataupun bila tak bisa dilakukan, maka harus direvisi terbatas.
Menurutnya, harus dilakukan revisi dengan memfokuskan upaya pembenihan dan pembesaran yang dilakukan di dalam negeri.
Dengan hal tersebut, nantinya Indonesia justru akan mendapat banyak manfaat yang akan diterima.
"Kita akan semakin tangguh sebagai pembudi daya lobster dan menyaingi negara lain, kemudian sumber daya kita memberikan manfaat kepada rakyat. Dan yang terakhir kita bisa mencegah upaya eksploitasi," tutupnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/09/122800365/kebijakan-ekspor-benih-lobster-edhy-prabowo-disorot-disebut-bahayakan