Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memahami Cara Kerja Hujan Buatan Memadamkan Api Kebakaran Hutan

KOMPAS.com – Upaya mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan masih terus dilakukan berbagai pihak. 

Di Kalimantan Tengah, upaya yang dilakukan salah satunya melalui hujan buatan menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Bagaimana sebenarnya cara kerja hujan buatan dan efektivitasnya memadamkan api kebakaran hutan?

Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Dr. Tri Handoko Seto, M.Sc, mengatakan, pelaksanaan hujan buatan untuk wilayah Kalimantan Tengah sudah dilaksanakan sejak sekitar 4 hari yang lalu.

“Ini pilihan yang harus ditempuh. Teknologi ini butuh awan, yang kami beri perlakuan sehingga dia jadi hujan. Diharapkan hujan ini akan mampu membasuh asap dan memadamkan api,” ujar Seto, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (21/9/2019).

Sejak diterapkan hujan buatan, lanjut Seto, di beberapa wilayah Kalimantan Tengah seperti Palangkaraya dan Pulang Pisau, hujan turun cukup deras.

Meski demikian, upaya ini belum secara total memadamkan api kebakaran hutan di wilayah itu.

“Belum, kemarin hujan-hujan yang terjadi masih sporadis, hanya level kecamatan sekitar sekian ribu kilometer persegi,” kata Seto.

“Kalteng ini kan sangat luas, distribusi hot spot kebakaran hutan nyaris merata. Sehingga upaya kemarin belum cukup,” lanjut dia.

Dua metode dan cara kerja hujan buatan

Dalam penanganan kebakaran hutan dan kabut asap, Seto mengatakan, ada dua metode yang digunakan.

Dua metode itu adalah Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan, serta water bombing.

Menurut Seto, jika dibandingkan hujan buatan, water bombing bisa diarahkan tepat di lokasi kebakaran.

Sementara hujan buatan cenderung sporadis.

Akan tetapi, water bombing menjadi kurang efektif karena air yang dibawa jumlahnya sangat terbatas yakni maksimal sekitar 8 meter kubik.

“Kalau modifikasi cuaca, airnya sangat banyak, kelemahannya dia tidak bisa diarahkan persis ke tempat-tempat kebakaran,” jelas Seto.

Hujan buatan juga tergantung keberadaan awan, arah angin bergerak, serta kecepatannya.

“Namun, kondisi sekarang hujan di mana pun akan berdampak secara signifikan pada pengurangan kebakaran hutan. Minimal, hujan bisa mencegah terjadinya kebakaran-kebakaran baru,”  kata Seto.

Seto menjelaskan, setiap hari BPPT berkoordinasi dengan BMKG untuk terus melaksanakan upaya hujan buatan.

“Kami di lapangan setiap hari mengupayakan untuk adanya hujan buatan. Harapannya sekitar 1-2 minggu ke depan selesai,” kata dia.

Adapun secara lebih rinci proses modifikasi cuaca ini dimulai dengan memonitor cuaca.

Pemonitoran tersebut dilaksanakan oleh BPPT dibantu BMKG dengan menggunakan alat seperti radar cuaca.

Selain itu, ada pula orang-orang yang di tempatkan di beberapa daerah untuk memantau awan.

Jika awan sudah terbentuk, selanjutnya bahan semai disiapkan, untuk kemudian diterbangkan dengan pesawat TNI AU CN295.

Bahan semai sendiri merupakan garam yang diperlakukan khusus sesuai standar.

Standar itu di antaranya harus memiliki tingkat kekeringan dan kehalusan yang sesuai.

Selanjutnya, setelah garam disemai, maka akan terus dilakukan pemantauan menggunakan monitor untuk mengamati hasil persemaiannya.

Jika jumlah awan cukup, maka hasil semai akan menjadi hujan dalam hitungan puluhan menit hingga beberapa jam setelah itu.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/21/122949565/memahami-cara-kerja-hujan-buatan-memadamkan-api-kebakaran-hutan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke