KOMPAS.com - Tahun kabisat adalah tahun yang dapat dibagi empat. Contoh tahun kabisat yakni 2020, 2024, 2028, dan seterusnya.
Pada tahun kabisat yang terjadi setiap empat tahun sekali, Februari terdiri dari 29 hari. Selain itu, jumlah hari dalam tahun kabisat 366 hari.
Ketika bukan tahun kabisat, Februari terdiri dari 28 hari dan jumlah hari dalam satu tahun adalah 365.
Lantas, mengapa setiap empat tahun mengalami tahun kabisat? Berikut ini sejarahnya.
Baca juga: Bagaimana Perhitungan Kalender Hijriah?
Orang-orang Sumeria dipercaya sebagai bangsa pertama yang menciptakan kalender.
Kalender mereka diadopsi oleh Mesir Kuno, yang kemudian memodifikasinya setelah menyadari adanya kesalahan.
Kalender Mesir Kuno, yang dalam satu tahun terdiri dari 12 bulan dan berjumlah 365 hari, diadopsi oleh bangsa Romawi.
Julius Caesar, seorang pemipin politik dan militer terkenal yang hidup antara tahun 100-44 SM, menemukan hal kurang tepat dari kalender Mesir Kuno.
Julius Caesar kemudian memerintahkan astronom Republik Romawi, Sosigenes, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sosigenes menemukan bahwa satu tahun revolusi Bumi sama dengan 365,25 hari.
Untuk itu, Sosigenes mengusulkan penambahan satu hari pada bulan Februari setiap empat tahun sekali.
Dari situlah, mulai dikenal tahun kabisat dan ada tanggal 29 Februari setiap empat tahun sekali.
Baca juga: Pengaruh Hindu terhadap Sistem Kalender Indonesia
Sistem kalender ini dikenal sebagai Kalender Julian, yang diterapkan sejak 1 Januari 45 SM.
Dengan demikian, dalam Kalender Julian, setiap tiga tahun terdapat 365 hari, dan setiap tahun ke-4 disebut tahun kabisat yang memiliki 366 hari.
Dalam sistem Kalender Julian, tahun kabisat terjadi setiap empat tahun sekali, tanpa kecuali.
Kalender Julian terus digunakan selama berabad-abad hingga Paus Gregorius XIII menemukan ada penghitungan yang kurang tepat.
Cara menghitung tahun kabisat Kalender Julian yang dipastikan datang setiap empat tahun sekali tanpa kecuali dinilai salah.
Kesalahan tersebut akhirnya menyebabkan sistem penanggalan tidak sinkron dengan musim dalam setahun.
Hal ini dikhawatirkan membuat hari Paskah terus bergeser dari tanggal seharusnya.
Baca juga: Sejarah Muharram, Bulan Pertama dalam Kalender Hijriah
Selama lima tahun, Paus Gregorius XIII bersama dengan ahli fisika, Aloysius Lilius dan ahli astronomi, Christopher Clavius, mencoba memperbaiki Kalender Julian.
Setelah lima tahun, mereka menemukan bahwa hitungan dalam Kalender Julius, di mana satu tahun adalah 365,25 hari, ternyata kelebihan.
Temuan Paus Gregorius XIII dan timnya adalah, satu tahun yang sebenarnya dihitung sebagai 365,242 hari.
Meski selisihnya terasa sangat sedikit, tetapi selisih waktu tersebut yang terakumulasi selama berabad-abad dapat menggeser waktu equinox.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, kriteria tahun kabisat diubah tidak sesederhana penghitungan Kalender Julian yang dipastikan akan terjadi setiap empat tahun sekali.
Menurut Paus Gregorius XIII, sistem kabisat berlaku empat tahun sekali kecuali tahun yang tidak habis dibagi 400.
Misalnya, tahun 2000 merupakan tahun kabisat, tetapi tidak dengan tahun 2100, 2200, atau 2300.
Sistem penanggalan ini mulai diterapkan pada 1582, yang kemudian dikenal sebagai Kalender Gregorian atau Kalender Masehi, yang saat ini digunakan sebagian besar masyarakat di dunia.
Referensi: