Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima Polem IX: Asal-usul dan Peran Melawan Belanda

Kompas.com - 20/07/2022, 07:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Panglima Polem merupakan pejuang asal Aceh. Ia berjuang melawan penjajahan Belanda di Aceh bersama dengan Teuku Umar. 

Namanya diabadikan menjadi nama jalan di sejumlah daerah di Indonesia, salah satunya Jalan Panglima Polim di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Riwayat singkat

Panglima Polem memiliki nama lengkap Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa Muhammad Daud.

Hingga saat ini belum ditemukan keterangan yang menjelaskan kapan Panglima Polem dilahirkan.

Namun yang jelas, Panglima Polem merupakan keturunan bangsawan Aceh.

Ayahnya adalah Panglima Polem VIII Raja Kuala yang merupakan anak Teuku Panglima Polem Sri Imam Muda Mahmud Arifin atau Cut Banta (Panglima Polem VII (1845-1879).

Mahmud Arifin, kakek Panglima Polem merupakan Panglima Sagoe XXII Mukim Aceh Besar.

Pada Januari tahun 1891, Panglima Polem diangkat menjadi Panglima Polem IX setelah ia menikah dengan putri dari Tuanku Hasyim Bantamuda.

Ia diangkat menjadi Panglima Polem IX menggantikan ayahnya yang meninggal dunia.

Setelah ia diangkat, Panglima Polem mewarisi gelar Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa Wazirul Azmi.

Pada saat itu, Belanda yang menjajah Indonesia sedang berusaha untuk menaklukkan Aceh.

Melawan Belanda

Pada tahun 1893, Panglima Polem bergabung dengan Teuku Umar untuk melawan penjajahan Belanda.

Sebelumnya, Teuku Umar pura-pura menyerah lalu menyerang kembali Belanda bersama dengan Panglima Polem.

Pada tahun 1897, Panglima Polem bersama pasukannya terlibat pertempuran dengan Belanda di wilayah Seulimeum.

Dalam pertempuran tersebut, Belanda berhasil menguasai tiga benteng pertahanan yang sebelumnya dibangun oleh Panglima Polem bersama pasukannya.

Setelah kekalahannya pada pertempuran di wilayah Seulimeum, Panglima Polem kemudian bertemu dengan Sultan Aceh yang bernama Muhammad Daud Syah.

Pada tahun 1898, Panglima Polem bersama Teuku Umar bersumpah setia terhadap Sultan Aceh untuk bersama-sama melawan Belanda.

Lalu pada tahun 1901, Panglima Polem bersama Teuku Umar dan Sultan Daud Syah menyingkir ke Gayo untuk dijadikan pusat pertahanan dan menyusun strategi melawan Belanda.

Para pejuang Aceh menghadap pihak Belanda pada 3 Desember 1903 untuk berdamai karena istri-istri dari Kesultanan Aceh ditawan Belanda. Sultan Muhammad Daud Syah (Sultan Aceh) (tengah menghadap kamera). Membelakangi kamera dari kiri ke kanan: Tuanku Pangeran Usan, Tuanku Raja Keumala, Panglima Polem, Tuanku MahmudSpaarnestad/Collectie Nationaal Archief Para pejuang Aceh menghadap pihak Belanda pada 3 Desember 1903 untuk berdamai karena istri-istri dari Kesultanan Aceh ditawan Belanda. Sultan Muhammad Daud Syah (Sultan Aceh) (tengah menghadap kamera). Membelakangi kamera dari kiri ke kanan: Tuanku Pangeran Usan, Tuanku Raja Keumala, Panglima Polem, Tuanku Mahmud

Berdamai dengan Belanda

Pertahanan yang dibuat di wilayah Gayo berhasil membuat Belanda frustasi karena selalu gagal menguasainya.

Kemudian Belanda melakukan siasat licik dengan mencoba menangkap keluarga Raja Daud Syah dari Aceh.

Belanda akhirnya berhasil menangkap isteri sultan yang bernama Teungku Putroe di Glumpang Payong.

Selain itu Belanda juga menangkap isteri sultan lainnya yang bernama Pocut cot Murong dan juga Putera Sultan di Lam Meulo.

Belanda kemudian memaksa Sultan Daud Syah untuk menyerahkan diri dan berdamai dengan Belanda.

Selain itu, Belanda juga mengancam apabila Sultan Daud Syah tidak segera menyerahkan diri, maka keluarganya tersebut akan dibuang dalam pengasingan.

Karena ancaman tersebut, pada Januari 1903, Sultan Daud Syah terpaksa berdamai dengan Belanda.

Belanda kemudian mengasingkannya ke Ambon dan ke Batavia hingga meninggal dunia pada 1939.

Ditangkapnya Sultan Daud Syah ternyata mempengaruhi Panglima Polem yang masih berjuang di Aceh.

Hingga akhirnya Panglima Polem terpaksa menyerahkan diri dan berdamai dengan Belanda pada 1903. Panglima Polem kemudian ditahan hingga ia meninggal dunia pada tahun 1939.

 

Referensi:

  • Hendarsah, Amir. (2009). Kisah Heroik Pahlawan Nasional. Yogyakarta: New Merah Putih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com