Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Majelis Islam A'la Indonesia, Organisasi yang Didukung Jepang

Kompas.com - 18/03/2022, 12:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Selama pendudukannya, Pemerintah Jepang melarang aktivitas organisasi pergerakan nasional Indonesia.

Kendati demikian, masih ada satu organisasi pergerakan nasional yang tetap diperbolehkan melakukan aktivitasnya, yaitu Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI).

MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam yang dibentuk berdasarkan hasil pertemuan pada 18-21 September 1937.

MIAI menampung semua ormas Islam yang hendak menyalurkan kegiatan keagamaannya selama masa pendudukan Jepang.

Majelis Islam A'la Indonesia merupakan satu-satunya organisasi yang dapat beraktivitas kala itu.

Baca juga: Daftar Nama Lembaga pada Masa Pendudukan Jepang

Latar belakang MIAI

Terbentuknya MIAI dilatarbelakangi oleh kesadaran para pemimpin organisasi-organisasi Islam besar di Indonesia, seperti KH Mas Mansur (Muhammadiyah), KH Muhammad Dahlan dan KH Wahab Hasbullah (Nahdlatul Ulama), dan W Wondoamiseno (Sarekat Islam).

Para tokoh ini ingin mendirikan suatu federasi yang dapat menampung semua organisasi Islam yang berkembang di Indonesia.

Keinginan untuk membentuk federasi ini didorong dengan adanya perpecahan di kalangan umat Islam, yang terbagi menjadi dua kubu, yakni kaum reformis dan tradisional.

Maka dari itu, dibentuklah MIAI. Majelis Islam A'la Indonesia didirikan oleh KH Mas Mansyur dan rekan-rekannya pada tanggal 21 September 1937.

Baca juga: Partai Masyumi: Pembentukan, Ideologi, Tokoh, dan Pembubaran

Tujuan MIAI

Pada awal didirikan MIAI bertujuan menampung semua organisasi Islam yang berkembang di Indonesia.

Pasalnya, pada masa pendudukan Belanda, umat Islam banyak yang terpecah dan pemerintah kolonial tidak menyukai umat Muslim di tanah jajahannya.

Hal itu yang kemudian dimanfaatkan oleh Jepang guna mendapatkan dukungan rakyat.

Pada 1942, pemimpin bagian pengajaran dan agama yang dibentuk Jepang, Kolonel Horie, menyelenggarakan pertemuan bersama beberapa pemuka agama Islam dari Jawa Timur di Surabaya.

Horie mengatakan bahwa ia hendak berkenalan dengan semua pemuka agama Islam. Namun, itu sebenarnya hanya dalih saja, karena tujuan utamanya yaitu untuk meminta umat Islam menghentikan kegiatan politiknya.

Di tempat lain, Jawa Barat, Horie mengirimkan anggotanya yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada dan Moh Sayido Wakas untuk secara gantian berkunjung ke masjid besar di Jakarta.

Baca juga: Apa Saja Propaganda yang Dilakukan Jepang di Indonesia?

Sebagai gantinya, Jepang mengarahkan para ulama dan umat Islam yang ingin tetap menyalurkan kegiatan keagamaan mereka lewat sebuah organisasi.

Untuk itu, MIAI dihidupkan lagi dengan tujuan agar semua ormas Islam bisa memobilisasi umat untuk memenuhi keperluan perang Jepang.

MIAI kemudian kembali beraktivitas pada 4 September 1942, yang bermarkas di Jakarta.

Tugas MIAI

  • Menempatkan umat Islam secara layak dalam masyarakat Indonesia
  • Mengharmoniskan kembali Islam sesuai tuntutan perkembangan zaman
  • Turut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya

Selain itu, MIAI juga mencetus sebuah program, yaitu rencana membangun Masjid Agung di Jakarta dan universitas.

Sayangnya, usulan ini ditolak oleh Jepang, yang hanya setuju jika MIAI membentuk lembaga pengelola amal (baitulmal).

Baca juga: Latar Belakang Jepang Menjadi Negara Imperialis

Bubarnya MIAI

Dalam perkembangannya, MIAI kian sadar bahwa mereka tidak bisa terus hidup di bawah naungan Jepang.

Maka, MIAI terus mengembangkan organisasi mereka dengan membentuk Majelis Pemuda yang dipimpin oleh Ir Sofwan pada Mei 1943.

Tidak hanya itu, MIAI juga membentuk Majelis Keputrian yang diketuai oleh Siti Nurjanah dan menerbitkan majalah bertajuk Soeara MIAI.

Lewat majalah ini, MIAI mendapat simpati dari umat Islam di Indonesia. Hal itu membuat Jepang semakin waspada.

Jepang terus mengawasi setiap aktivitas yang dilakukan para tokoh Islam dan sempat melakukan pelatihan bagi para kiai selama satu bulan.

Hasilnya, pemerintah Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan kedudukan Jepang di Indonesia.

Kendati demikian, MIAI dianggap tidak memberi kontribusi apa pun untuk Jepang.

Alhasil, MIAI dibubarkan pada November 1943. Organisasi penggantinya adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com