Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Itu Carpet Bombing?

Istilah carpet bombing atau pengeboman karpet digunakan untuk menggambarkan ledakan bom yang meliputi seluruh area, seperti halnya karpet yang menutupi seluruh permukaan lantai.

Karena carpet bombing termasuk pengeboman tanpa pandang bulu, implementasinya di area warga sipil tidak diperbolehkan.

Hal itu sebagaimana bunyi Pasal 51 Protokol I Konvensi Jenewa, yang menyatakan bahwa pengeboman besar-besaran di kota besar, kecil, desa, atau kawasan lain yang berisi warga sipil dianggap sebagai kejahatan perang.

Carpet bombing juga dilarang untuk pengeboman sejumlah sasaran militer yang terpisah, meski masih di satu kawasan atau kota.

Asal-usul carpet bombing

Melansir Britannica, carpet bombing berakar dari taktik bumi hangus yang biasa dilakukan pada zaman Romawi Kuno.

Taktik bumi hangus adalah strategi militer yang bertujuan untuk menghancurkan apa saja yang mungkin berguna untuk musuh.

Pada masa Perang Saudara Amerika (1861–1865), Jenderal William Tecumseh Sherman dari Union Army mendapat banyak pujian karena mengusulkan menggunakan taktik ini.

Sherman beralasan bahwa cara paling efektif untuk memenangkan perang adalah dengan menghancurkan infrastruktur perang, seperti jalur kereta api, sarana komunikasi, dan lain sebagainya.

Cara tersebut dapat mempengaruhi psikologis lawan hingga dapat melemahkan keinginan untuk berperang.

Tujuan carpet bombing sama dengan taktik bumi hangus, yang ingin mematahkan semangat lawan dengan memusnahkan segala fasilitas perang.

Sejarah penerapan carpet bombing

Istilah carpet bombing populer digunakan sejak Perang Dunia II (1939-1945).

Selama Perang Dunia II, Sekutu dan Nazi Jerman menerapkan carpet bombing untuk menghancurkan medan perang, kawasan industri, sekolah, gereja, hingga rumah.

Amerika Serikat (AS) juga menggunakan strategi yang sama selama mendukung Korea Selatan dalam Perang Korea (1950-1953).

Mereka menggempur posisi Korea Utara dengan harapan dapat mendorong mereka untuk bernegosiasi.

Di kawasan Asia Pasifik, carpet bombing dilancarkan oleh AS terhadap kota-kota di Jepang, salah satunya Tokyo.

Pada 9-10 Maret 1945, 334 pesawat pengebom diarahkan untuk menyerang area sipil di Tokyo.

Hanya dalam satu malam, lebih dari 100.000 orang terbakar akibat bom yang dijatuhkan AS di Tokyo.

Seiring munculnya televisi, yang dapat menampilkan liputan perang secara jelas, penerapan carpet bombing mendapat banyak kritik.

Meski efektif melemahkan kekuatan musuh, dampak carpet bombing yang berpotensi menimbulkan korban jiwa dari kalangan sipil dalam jumlah besar, dianggap tidak sepadan.

Dalam sejarahnya, Amerika Serikat paling banyak mendapat kecaman terkait penggunaan carpet bombing karena sering kali menimbulkan kerugian yang tidak diperlukan dan menuntut korban dari kalangan masyarakat sipil.

Selama Perang Vietnam (1955-1975), AS membela Vietnam Selatan untuk melawan komunis Vietnam Utara.

Untuk mengganggu rantai pasokan komunis, AS melancarkan carpet bombing ke Jalur Ho Chi Minh, yang masuk dalam wilayah negara tetangga, Laos dan Kamboja.

Carpet bombing dipandang oleh AS sebagai cara yang lebih efektif untuk memotong jalur pasokan komunis ke Vietnam, karena kondisi wilayah Laos dan Kamboja yang tidak bersahabat bagi pasukannya untuk berperang.

Kritik kembali diterima AS ketika terlibat Perang Teluk (1990-1991) dengan negara-negara Arab.

Para kritikus menuding serangan bom yang dijatuhkan AS di Kuwait dan Irak merupakan carpet bombing.

Laporan pada Konvensi Jenewa menunjukkan bahwa hampir 250.000 bom dijatuhkan selama Perang Teluk.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar di antaranya merupakan bom tanpa pemandu. Meski kerap mendapat kritik, AS melakukan hal sama dalam Perang Irak (2003).

https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/06/140000279/apa-itu-carpet-bombing-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke