Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Benteng Saboega di Halmahera Barat

Secara administratif, benteng ini terletak di Desa Lako Akelamo, Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.

Diperkirakan, Benteng Saboega pernah diduduki oleh bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.

Benteng ini juga menjadi saksi perlawanan Sultan Sibori Amsterdam dari Kerajaan Ternate terhadap monopoli rempah-rempah VOC.

Berikut ini sejarah Benteng Saboega.

Siapa yang membangun Benteng Saboega?

Melansir laman Kemdikbud, hingga kini masih ada kerancuan terkait siapa yang membangun Benteng Saboega.

Masyarakat setempat menyebut benteng ini dibangun oleh bangsa Spanyol pada 1548.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa benteng ini dibangun oleh bangsa Portugis pada tahun 1605-1608.

Setelah selesai dibangun, di benteng ini ditempatkan seorang komandan perang dan misionaris untuk menjalankan misi penyebaran agama.

Pada 1611, datanglah bangsa Spanyol di bawah pimpinan Juan da Silva, yang berhasil merebut Benteng Saboega.

Bangsa Spanyol kemudian membangun empat bastion dan gerbang benteng.

Mereka juga menempatkan pasukan bersenjata, yang dilengkapi dengan amunisi serta artileri berat.

Berbeda lagi dengan laporan V.I. van de Wall, yang menyebutkan bahwa Benteng Sabeoga dibangun pada 1611 oleh VOC, yang kemudian meninggalkannya pada 1618.

Adanya perbedaan pendapat tersebut memunculkan dugaan bahwa Benteng Saboega pernah diduduki baik oleh Portugis, Spanyol, dan Belanda, terlepas dari siapa yang membangunnya pertama kali.

Nama Saboega untuk benteng ini berasal dari bahasa Portugis, yakni Saboego atau Saboga, mengacu pada nama sejenis rumput paku yang tumbuh subur di sekitar benteng.

Sedangkan masyarakat setempat juga menyebut benteng ini sebagai Say Loko, berasal dari kata say yang artinya pemantauan dan loko, yang berarti mata-mata.

Pertahanan perlawanan Sultan Sibori Amsterdam

Menjelang akhir 1670-an, hubungan Sultan Sibori Amsterdam (1675-1690) dan VOC memburuk akibat perselisihan dalam hal monopoli rempah.

Kondisi itu memaksa Sultan Sibori Amsterdam untuk melancarkan perlawanan dan memilih mundur ke pesisir barat Pulau Halmahera.

Saat itu, Benteng Saboega menjadi salah satu pos perlawanan terkuat yang ada di Halmahera Barat.

Pasalnya, posisi Saboega berada di daerah aliran sungai yang tidak terlalu jauh dari pantai, menjadikannya ideal bagi strategi perang laut sekaligus memudahkan bagi pihak bertahan untuk mundur ke daerah perbukitan.

Perlawanan Sultan dapat dihentikan pada pertengahan 1981, dan setelah merebut pos pertahanan di Halmahera Barat, VOC memilih kembali ke Ternate.

Saat ini, Benteng Saboga secara keseluruhan telah mengalami kerusakan yang cukup parah.

Bentuk dinding di beberapa bagian masih terlihat jelas, tetapi dipenuhi banyak lumut dan tumbuhan yang merambat atau pun tanaman keras yang melubangi struktur.

Pintu masuk benteng juga tidak dapat diidentifikasi dan erosi Sungai Ake Lamo telah menyebabkan dinding sisi utara runtuh.

Referensi:

  • Mansyur, Syahruddin. (2016). Sebaran Benteng Kolonial Eropa di Pesisir Barat Pulau Halmahera: Jejak Arkeologis dan Sejarah Perebutan Wilayah di Kesultanan Jailolo. Purbawidya, 5 (2): 133-150.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/07/130000679/sejarah-benteng-saboega-di-halmahera-barat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke