Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Putu Wijaya, Sastrawan Serba Bisa

Putu Wijaya lihai dalam melukis, penulis drama, cerpen, esai, novel, skenario film, dan sinetron.

Sebagai penulis skenario, Putu Wijaya berhasil meraih dua kali Piala Citra di Festival Film Indonesia untuk film Perawan Desa (1980) dan Kembang Kembangan (1985). 

Pendidikan

Putu Wijaya lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali, 11 April 1944. 

Pria bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya ini berasal dari keturunan bangsawan. 

Ayahnya bernama I Gusti Ngurah Raka dan ibunya bernama Mekel Ermawati. 

Sewaktu muda, Putu Wijaya mengenyam pendidikan dari sekolah rakyat hingga sekolah menengah atas di Bali. 

Kemudian, Putu Wijaya melanjutkan sekolahnya di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. 

Sebenarnya, ayah dari Putu Wijaya mengharapkan putranya ini untuk menjadi seorang dokter. 

Namun, Putu merasa ia tidak berbakat dalam bidang ilmu pasti. Putu Wijaya lebih tertarik dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.

Oleh sebab itu, sejak tahun 1959 Putu Wijaya sudah bermain drama dengan Kelompok Sanggar Bambu. 

Selain itu, sembari berkuliah Putu Wijaya juga belajar di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) selama satu tahun, pada 1964. 

Kiprah

Pada tahun 1968, Putu Wijaya ikut bermain di Bengkel Teater Rendra dan sempat mementaskan Bip-Bop dan Pozzo dalam drama bertajuk Menunggu Godot di Jakarta.

Masih di tahun yang sama, Putu Wijaya juga menyutradarai pementasan berjudul Lautan Bernyanyi. 

Setelah itu, Putu Wijaya pun pindah ke Jakarta. 

Sewaktu di Jakarta, Putu Wijaya bergabung dengan kelompok Teater kecil yang dipimpin oleh Arifin C Noer. 

Putu Wijaya juga menggabungkan diri dengan kelompok Teater Populer pimpinan Teguh Karya. 

Di samping itu, Putu Wijaya juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres. 

Setelah tidak lagi menjadi redaktur Ekspres, Putu Wijaya bekerja sebagai redaktur majalah Tempo. 

Ketika Putu Wijaya bekerja di Tempo, di sanalah ia mendapat dukungan dari beberapa temannya untuk mendirikan sebuah teater.

Akhirnya, Putu Wijaya pun memutuskan untuk mendirikan teaternya yang bernama Teater Mandiri. 

Beasiswa ke Jepang

Pada tahun 1973, Putu Wijaya mendapat beasiswa untuk belajar drama di Jepang selama satu tahun. 

Namun, Putu Wijaya hanya sanggup memanfaatkan beasiswa itu selama tujuh bulan dan kembali ke Indonesia. 

Selama di Jepang, Putu Wijaya ikut hidup bersama kelompok masyarakat komunal di Jepang. 

Tidak hanya itu, Putu juga turut memberikan pertunjukan sandiwara rakyat keliling yang bernama Swaraji.

Setelah Putu kembali ke Indonesia, ia kembali disibukkan sebagai staf redaksi majalah Tempo.

Tahun 1974, Putu berkesempatan untuk mengikuti lokakarya penulisan kreatif di Lowa City, Amerika Serikat. 

Kegiatan ini bernama International Writing Program yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Lowa. 

Putu Wijaya mengikuti program tersebut selama kurang lebih satu tahun. 

Tahun 1975 Putu kembali ke Tanah Air dan langsung bermain drama dalam Festival Teater Sedunia di Nancy, timur Kota Paris. 

Karier

Setelah berkesempatan bermain dalam Festiva Teater Sedunia di Nancy, Putu kembali mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan Festival Horizonte III di Berlin pada 1985. 

Sejak saat itu, karier Putu dalam bidang drama kian melejit. Putu Wijaya lebih dikenal sebagai penulis naskah drama. 

Selain itu, Putu Wijaya juga dikenal sebagai penulis novel yang memiliki aliran baru. 

Novel-novel yang diciptakan Putu Wijaya bercorak kejiwaan dan filsafat. Corak itulah yang kemudian menjadi ciri dari tulisan Putu Wijaya. 

Selain menulis naskah drama dan novel, Putu Wijaya juga menulis beberapa cerita pendek (cerpen). 

Sejumlah cerpennya pun diterbitkan di berbagai majalah dan surat kabar. 

Sastrawan Serba Bisa

Berkat beragam keahlian yang dipunyai Putu Wijaya dalam bidang sastra, ia pun kerap disebut sebagai sastrawan yang serba bisa.

Salah satu pengamat sastra, yaitu A Teeuw juga beranggapan bahwa Putu Wijaya tidak hanya seorang wartawan dan anggota redaksi majalah Tempo, melainkan juga sutradara dan penulis drama. 

Karya

Teater

Admin R YMI (2012-sekarang)

Skenario Film

  • Bayang-Bayang Kelabu (1979)
  • Sepasang Merpati (1979)
  • Perawan Desa (1980)
  • Dr Karmila (1981)
  • Kembang Kembangan (1985)
  • Ramadhan dan Ramona (1992)

Skenario Sinetron

  • Dukun Palsu (1995)
  • Nostalgia (2000)
  • Bukan Impian Semusim (2003)

Drama

  • Dalam Cahaya Bulan (1966)
  • Lautan Bernyanyi (1967)
  • Bila Malam Bertambah Malam (1970)
  • Invalid (1974)
  • Tak Sampai Tiga Bulan (1974)
  • Anu (1974)
  • Aduh (1975)
  • Dag-Dig-Dug (1976)
  • Gerr (1986)
  • Edan (1988)
  • Hum-Pim-Pah (1992)

Novel

  • Bila Malam Bertambah Malam (1971)
  • Telegram (1972)
  • Stasiun (1977)
  • Pabrik (1976)
  • Keok (1978)
  • Byar Pet (Pustaka Firdaus, 1995)
  • Kroco (Pustaka Firdaus, 1995)
  • Dar Der Dor (Grasindo, 1996)
  • Aus (Grasindo, 1996)
  • Sobat (1981)
  • Tiba-Tiba Malam (1977)
  • Pol (1987)
  • Terror (1991)
  • Merdeka (1994)
  • Perang (1992)
  • Lima (1992)
  • Nol (1992)
  • Dang Dut (1992)
  • Cas-Cis-Cus (1995)

Cerpen

  • Es Campur (1980)
  • Gres (1982)
  • Protes (1994)
  • Darah (1995)
  • Yel (1995)
  • Blok (1994)
  • Zig Zag (1996)
  • Tidak (1999)
  • Peradilan Rakyat (2006)
  • Keadilan (2012)

Penghargaan

  • Pemenang penulisan lakon Depsos (Yogyakarta)
  • Pemenang penulisan puisi Suluh Indonesia Bali
  • Pemenang penulisan novel IKAPI
  • Pemenang penulisan drama BPTNI
  • Pemenang penulisan drama Safari
  • Pemenang penulisan cerita film Deppen (1977)
  • Tiga buah Piala Citra untuk penulisan skenario (1980, 1985, 1992)
  • Tiga kali pemenang sayembara penulisan novel DKJ
  • Empat kali pemenang sayembara penulisan lakon DKJ
  • Pemenang penulisan esei DKJ
  • Dua kali pemenang penulisan novel Femina
  • Dua kali pemenang penulisan cerpen Femina
  • Pemenang penulisan cerpen Kartini
  • Hadiah buku terbaik Depdikbud (Yel)
  • Pemenang sinetron komedi FSI (1995)
  • SEA Write Award 1980 di Bangkok
  • Pemenang penulisan esei Kompas
  • Anugerah Seni dari Menteri P&K, Dr Fuad Hasan (1991)
  • Penerima Profesional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto, Jepang (1991-1992)
  • Anugerah Seni dari Gubernur Bali (1993)
  • Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan Presiden RI (2004)
  • Penghargaan Achmad Bakrie (2007)
  • Penghargaan Akademi Jakarta(2009)

Referensi: 

  • Rampan, Korrie. (2000). Leksikon Sastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/24/090000479/putu-wijaya-sastrawan-serba-bisa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke