TOKYO, KOMPAS.com - Jepang masih terus memerangi pandemi Covid-19 usai menjadi tuan rumah dua perhelatan olahraga multicabang paling besar di dunia, Olimpiade dan Paralimpiade 2020.
Berbagai cara dilakukan otoritas kesehatan Jepang untuk menekan penyebaran pandemi corona.
Jepang konsiten dan kontinyu melakukan vaksinasi.
Baca juga: Perhatian Pemerintah Jadi Kunci Sukses Indonesia di Paralimpiade Tokyo
Jepang juga tak habis-habisnya melakukan berbagai riset ilmiah untuk tujuan di atas.
Ada 430 kasus positif Covid-19 pada perhelatan Olimpiade Tokyo 2020 mulai 23 Juli 2021 sampai dengan 8 Agustus 2021.
Sementara, pada Paralimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung 24 Agustus 2021 hingga 5 September 2021, ada 301 kasus positif terinfeksi corona yang muncul berkait dengan pesta olahraga multicabang terbesar bagi atlet penyandang disabilitas itu.
Total kasus positif Covid-19 di Jepang sampai dengan Senin (6/9/2021) menapai 1,59 juta.
Angka kematian hingga tanggal itu adalah 16.471.
Jepang mengambil kebijakan tidak menggelar turnamen-turnamen internasional untuk mengurangi jumlah kerumunan orang.
Sebagaimana diketahui, pencegehan jumlah kerumunan adalah salah satu protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19.
Terkini, Jepang membatalkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia Antarklub 2021.
"Kami membatalkan diri karena pandemi Covid-19," kata pernyataan Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) hari ini.
Jepang sedianya menyiapkan perhelatan ini kali pertama sejak lima tahun sebagai perayaan ke-100 Piala Dunia Antarklub.
"Kami mempertimbangkan risiko infeksi virus Covid-19 dan kesulitan untuk mendapatkan keuntungan,' kata JFA.
Pandemi Covid-19 memang membuat JFA kehilangan keuntungan hingga 136 juta dollar AS.
Salah satu faktor yang menggerus keuntungan itu adalah ketiadaan penonton langsung di stadion.
Sejauh ini, atas keputusan Jepang, FIFA belum memutuskan alternatif tuan rumah berikut jadwalnya.
Terkini, Bayern Muenchen asal Jerman menjadi Juara Dunia Antarklub musim 2020 usai menundukkan wakil dari Meksiko Tigres UANL dengan skor 1-0.
Jepang
Berkaitan dengan Indonesia, Jepang juga mempublikasikan penelitian observasi uji klinis terhadap pasien Covid-19 dengan kasus sedang menggunakan Onoiwa MX telah terbukti dapat menjadi terapi adjuvant.
Terapi adjuvant adalah suplemen yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan asam amino L-glutamine dalam tubuh yang dapat membantu memelihara kesehatan tubuh.
Terapi adjuvant juga sebagai pembentukan glutation yang berfungsi sebagai antioksidan alami pada tubuh.
Dalam rilis pada Rabu (8/9/2021), penelitian observasi uji klinis ini masuk publikasi ilmiah dalam jurnal internasional Teikyo Medical Journal Volume 44 Issue 4 pada Agustus 2021 dengan kode ISSN 03875547.
Ini merupakan jurnal medis terindeks scopus atau layanan indeksasi dan penyedia basis data jurnal terbesar saat ini yang diterbitkan oleh Teikyo University Scholl of Medicine sejak 1990.
Jurnal asal Jepang tersebut menerima hasil penelitian medis termasuk kedokteran, farmasi, biokimia, psikologi, dan sejenisnya.
Sebelumnya, penelitian yang dilakukan Guru Besar Bidang Farmakologi Bahan Alam dari Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Prof. Dr. apt. Syamsuddin, M.Biomed dan praktisi dokter ahli spesialis paru dr. Lusi Nursilawati Syamsi, Sp.P itu lolos seleksi jurnal internasional di Eropa yakni European Journal of Molecular and Clinical Medicine.
Pada jurnal terbaru, Syamsuddin dan Lusi meneruskan penelitiannya dengan mengukur potensi antiinflamasi dan antioksidan dalam Onoiwa MX yang dapat berperan sebagai terapi adjuvant untuk meningkatkan efektivitas pengobatan standar Covid-19.
Dalam penelitian itu, kombinasi pemberian Channa striata (ikan gabus), Curcuma xanthoriza (temulawak), dan Moringa oleifera (daun kelor) pada Onoiwa MX dapat melengkapi terapi pengobatan Covid-19 sebagai terapi adjuvant, terutama untuk pasien dengan pneumonia ringan dan sedang.
Menurut Syamsuddin, penelitian ini bertujuan mengkaji manfaat dan kemanjuran untuk meningkatkan nilai protein reaktif C, lama tinggal, dan skor skala sesak yang lebih baik disediakan, serta observasi klinis dilakukan dengan desain studi kohort prospektif.
Selanjutnya Lusi menjelaskan subjek penelitian ialah pasien dengan konfirmasi PCR kemungkinan/positif dengan pneumonia Covid-19 sedang setelah memenuhi kriteria inklusi.
Sebanyak 48 subjek diperoleh dan dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan masing-masing 24 pasien.
Tiga variabel dianalisis secara bivariat, yaitu LOS, mMRC, dan CRP.
LOS menurut Departemen Kesehatan (2005) ialah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Lantas Modified Medical Research Council (mMRC) merupakan instrumen pengukuran sesak napas berupa kuesioner yang mengandung lima pertanyaan dengan jawaban yang harus dipilih pada pasien.
Sedangkan, CRP merupakan protein yang diproduksi oleh organ hati sebagai respons terhadap peradangan di tubuh.
"Orang sehat umumnya memiliki CRP rendah. Sebaliknya, kadar CRP dapat tinggi menjadi pertanda ada penyakit atau infeksi di tubuh," ungkap Lusi.
Kadar CRP atau C-reactive protein di dalam darah dapat diperiksa dengan pemeriksaan CRP.
Pemeriksaan ini telah banyak digunakan untuk mendiagnosis penyakit yang berhubungan dengan peradangan.
Oleh karena itu ketiga aspek tersebut diukur dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki (62,5 persen) memiliki karakteristik sampel paling banyak dengan rata-rata usia 50-54 tahun disertai gejala batuk (91,7 persen), demam (77,1 persen), dan sesak napas (75 persen).
Selanjutnya, penyakit penyerta yang paling umum dari kedua kelompok yaitu hipertensi (47,9 persen).
Kesimpulan penelitian menunjukkan, setiap gejala demam pada kelompok perlakuan memiliki median 3 yang berarti 50 persen sembuh setelah mengalami gejala demam selama 3 hari.
Sedangkan kelompok kontrol memiliki median 4 yang berarti 50 peren sembuh setelah mengalami gejala demam selama 4 hari.
Sesak napas dan batuk masing-masing memiliki median 4 yang berarti 50 persen pulih setelah 4 hari gejala.
Oleh karena itu, peningkatan demam, sesuai dengan nilai CRP yang meningkatkan limfosit pada kelompok perlakuan.
Syamsuddin menyimpulkan bahwa pengaruh terapi adjuvant dengan kombinasi poliherbal tersebut dapat meningkatkan skor mMRC pasien pneumonia pada pasien Covid-19 dengan derajat sedang.
Lusi menambahkan terapi adjuvant dengan formula poliherbal menyebabkan peningkatan skor mMRC pasien dengan pneumonia derajat sedang hingga terlihat dari penurunan skor mMRC.
Sedangkan, PT Natura Nuswantara Nirmala (Nucleus Farma) pun siap mendukung dan berkontribusi dalam perannya sebagai produsen obat tradisional di dunia kesehatan serta bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,
Dalam hal ini, khususnya, Nucleus Farma sangat mendorong produk Onoiwa MX dilengkapi dengan hasil penelitian dan terpublikasi ilmiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.