KOMPAS.com - Pecatur putri Indonesia bertitel Grand Master, Irene Kharisma Sukandar, segera melakoni pertandingan ekshibisi versus Dadang Subur "Dewa Kipas".
Nama Dadang Subur pemilik akun catur online bernama "Dewa Kipas" tengah menjadi perhatian beberapa pekan ini.
Pasalnya, Dadang Subur begitu menggemparkan situs catur virtual Chess.com kala membekuk akun GothamChess milik pecatur berlabel International Master (IM), Levy Rozman.
Bahkan, kepiawaian Dewa Kipas dalam memainkan bidak catur secara online kian terlhat saat sempat menyapu bersih kemenangan dalam 27 gim beruntun.
Baca juga: Duel GM Irene Sukandar Vs Dewa Kipas, Pembuktian Si Pendekar Komik
Akan tetapi, semua hal tersebut menimbulkan kontroversi di mana banyak pengamat catur melihat kecepatan dan akurasi permainan Dadang tak wajar.
Pada akhirnya, tim analis algoritma Chess.com pun memblokir akun Dewa Kipar karena dinilai tidak fair play.
Namun, hal itu tidak mencegah banyak warganet yang masih menantikan Dewa Kipas untuk bertanding di dunia nyata.
Sempat menolak tantangan GM Susanto Megaranto dan IM Anjas Novita, kini Dewa Kipas secara resmi akan berduel di papan catur sungguhan.
Baca juga: Alasan Chess.com Yakin Dewa Kipas Melakukan Kecurangan
Dia akan berduel dengan Irene Sukandar yang difasilitasi Deddy Corbuzier dan akan disiarkan langsung viar YouTube miliknya, Senin (22/3/2021).
Nama GM Irene Sukandar sendiri sudah tak asing di dunia catur nasional hingga internasional. Lalu, bagaimana sepak terjangnya?
Menurut Harian Kompas pada 11 November 2014, Irene Kharisma Sukandar adalah seorang pecatur putri yang lahir di Jakarta, 7 April 1992.
Awal mula Irene dikenalkan dengan papan catur ketika melihat sang ayah mengajari Kaisar Jenius Hakiki, kakak laki-lakinya, bermain catur.
Baca juga: Bobol Huesca Dua Kali, Messi Punya Akurasi Tinggi ala Dewa Kipas
Irene yang masih berusia 8 tahun juga sering mengantar kakaknya ke sekolah catur tanpa tahu bahwa ia punya bakat dalam bermain catur.
Mulai dari situ, dirinya mulai tertarik melihat jalannya bidak catur. Lalu, sang ayah pun memasukkan dia ke sekolah catur.
Wanita penggemar cerita wayang dan pelajaran sejarah ini mulai berlatih di Sekolah Catur Utut Adianto, Bekasi, sejak 1999.
Irene lalu tumbuh menjadi pecatur putri yang patut diperhitungkan sejak mulai bersekolah catur.
Maklum, karena pecatur yang akan menginjak usia 29 tahun itu selalu berlatih serius dari Senin-Jumat selama tiga hingga empat jam.
Baca juga: Terkait Polemik Dewa Kipas, Grand Master Irene Kharisma Minta Publik Buka Mata
Begitu tekun dan giat saat berlatih, membuat Irene meraih gelar juara pertama kali ketika masih kelas IV SD.
Demi meningkatkan level permainan dan memperdalam pengalaman, Irene ikut bertarung di sektor putra.
Hasilnya pun berbuah manis, dia meraih beragam prestasi dan penghargaan, baik di dalam maupun luar negeri.
Hebatnya, Irene sukses mendapatkan gelar Master Nasional Wanita Termuda Indonesia dan menduduki peringkat 10 besar.
Ketika masih SMP, Irene dianugerahi gelar Master dari Federasi Catur Dunia (FIDE).
Baca juga: GM Catur Indonesia Siap Wujudkan Mimpi Dewa Kipas alias Dadang Subur
Kemudian, dia menjadi orang Indonesia pertama yang meraih gelar Grand Master Internasional Wanita (GMIW), mulai Desember 2008.
Kegemilangannya dalam memainkan bidak catur membuat dirinya dipanggil PERSACI (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) ke timnas catur Indonesia.
Dia pernah menjadi atlet termuda dari semua cabang ketika terpilih menjadi anggota kontingen Indonesia pada SEA Games Vietnam 2003.
Irene yang saat itu berusia 11 tahun pun sukses berprestasi dengan membawa pulang dua keping medali perak.
Baca juga: Kejuaraan Catur Dunia Antarkorporasi 2021, Tim PTP Multipurpose Raih Peringkat Ketiga
Pada 2014, Irene berhak menyandang gelar baru, Master Internasional (IM), gelar bagi pecatur laki-laki, setelah berjuang selama hampir enam tahun dan mencapai rating 2400.
Ada cerita unik yang mewarnai perjalanan manis Irene di dunia catur.
Berdasarkan pemberitaan dari Harian Kompas, 7 Maret 2013, Irene sering diajak oleh ayahnya, Singgih Yehezkiel, untuk bermain catur di lapak-lapak.
Menurut pengakuan sejumlah pecatur lapak di Kebayoran Lama, kawasan tempat tinggal Irene dulu, Singgih kerap mengundang pecatur lapak untuk bermain catur dengan Irene di rumahnya.
"Agar pecatur lapak main serius, Pak Singgih memberi sejumlah uang kepada pecatur yang mengalahkan Irene," ujar Topan, yang dijuluki GM alias "Gila Main".
Baca juga: Naik, Target Peserta Festival Daring Catur Penabur
Sementara itu, Irene mengakui bahwa kesuksesannya di pentas catur dunia tak terlepas dari mental yang diasah plus diuji sejak dini.
Dikatakannya bahwa lapak catur tempat bermain pada kecilya dahulu adalah salah satu wadah untuk mengasah mental.
"Kalau teori dan strategi, bisa dipelajari dari buku dan internet. Namun, mental hanya didapat melalui praktik, salah satunya dari lapak," ungkap Irene.
Irene Sukandar bercerita bahwa dia diajak sang ayah bermain di lapak-lapak sejak usia 8 tahun, dengan durasi sekitar 4 jam per hari.
Selain itu mengasah mental, hal itu pun dilakukan guna menambah pengalamannya.
"Dari lapak, saya bisa memahami beragam cara bermain dan karakter lawan, terutama mereka yang lebih dewasa," tutur Irene menjelaskan.
Lahir: Jakarta, 7 April 1992
Orang tua: Singgih Heyzkel dan Cici Ratna Mulya
Pendidikan:
Prestasi:
Gelar:
Penghargaan: