KOMPAS.com - Siapa sangka Jan Oblak dan Ederson Moraes punya nasib sangat sulit serupa sebelum keduanya jadi kiper top dunia?
Layaknya pepatah dunia bak roda yang berputar, hal itu pun dialami oleh Jan Oblak dan Ederson Moraes.
kisah keduanya terjadi ketika mereka tampil satu tim bersama di Rio Ave, klub Primeira Liga alias Liga Portugal, pada musim 2012-2013.
Klub tersebut memiliki peran besar terhadap perjalanan karier luar biasa Oblak dan Ederson.
Di klub tersebut, baik Oblak maupun Ederson menjalani masa-masa yang sulit perihal sepak bola maupun kehidupan di Portugal.
Baca juga: Hasil Lengkap dan Klasemen Liga Spanyol - Atletico, Barcelona, dan Sevilla Menang
Pasalnya, Rio Ave bukanlah klub dengan kekuatan mumpuni dan sumber daya finansial melimpah.
Salah satu masa sulit Oblak dan Ederson datang ketika Rio Ave melawan Porto pada semifinal Taca da Liga 2012-2013.
Laga tersebut patut dikenang karena nama Oblak dan Ederson untuk pertama kali tercatat bermain dalam pertandingan sama walau mereka bergantian.
Bertanding di Estadio do Dragao, Rio Ave yang dilatih manajer Wolverhampton Wanderers kini, Nuno Espirito Santo, takluk 0-4 atas sang raksasa, Porto.
Rio Ave sebetulnya tampil cukup bagus dengan pertahanan luar biasa ketika gawang mereka dijaga Oblak pada babak pertama.
Baca juga: Hasil Man City Vs Tottenham, Mourinho Derita Kekalahan Terbesar Selama Melatih Spurs
Aksi kiper berusia 20 tahun begitu gemilang dengan mementahkan sejumlah peluang Porto sehingga dirinya mencuri perhatian ribuan penonton Estadio do Dragao.
Namun, petaka datang selepas beberapa menit laga berjanjut pada babak kedua.
Kiper asal Slovenia itu melakukan pelanggaran di dalam kotak penalti ketika berhadapan satu vs satu dengan striker Porto, Jackson Martinez.
Performa apik Oblak pun ternoda karena selain membuat Porto mendapat hadiah penalti, ia diganjar kartu merah oleh wasit sehingga harus ke ruang ganti lebih cepat.
Sang pelatih Nuno Espirito lalu memasukkan Ederson Moraes untuk menggantikan Oblak di bawah mistar gawang Rio Ave.
Remaja berusia 19 tahun asal Brasil dengan rambut mirip Neymar itu tidak diberi banyak waktu pemanasan dan tidak mampu menyelamatkan penalti yang dieksekusi oleh James Rodriguez.
Never forget the time at Rio Ave when goalkeeper Jan Oblak was sent off v Porto at the Estádio do Dragão. Substitute goalkeeper Ederson was then brought on.
Talk about depth. pic.twitter.com/enif1DRgo7
— Próxima Jornada (@ProximaJornada1) February 13, 2021
Laga berlanjut, Ederson harus memungut bola dalam gawang sebanyak tiga kali lagi karena tim lawan begitu trengginas dengan keunggulan pemain. Porto menang dan melaju ke final.
Musim 2012-2013 merupakan periode perdana dan terakhir keduanya dalam satu tim.
Sebab, Oblak kembali ke Benfica pada akhir musim karena ia merupakan pemain pinjaman dari raksasa Portugal tersebut. Ia pergi dari Rio Ave setelah menjadi kiper utama dengan 28 kali penampilan di liga.
Ederson yang sebelumnya menjadi pemain cadangan masih bertahan dan naik sebagai kiper nomor satu Rio Ave menggantikan Oblak.
Sementara itu, pada akhir musim mereka gagal membawa timnya masuk setidaknya ke zona Liga Europa karena hanya finis di tempat keenam.
Walaupun begitu, posisi tersebut boleh dibilang cukup baik karena untuk pertama kali Rio Ave finis pertama kali di atas tim tangguh Portugal, Sporting CP.
Baca juga: Resmi! RB Leipzig Permanenkan Bek Kiri Tangguh dari Manchester City
Kesulitan Oblak dan Ederson di Rio Ave tidak serta-merta terjadi dalam lapangan karena di luar rumput hijau pun demikian.
Rio Ave hanyalah tim papan tengah Portugal yang memiliki anggaran tahunan 3,4 juta euro (Rp 57 miliar), sehingga bujet mereka untuk membayar gaji pemain pun tak besar.
Diketahui, gaji rata-rata pemain di Rio Ave saat itu sekitar 5000 euro atau Rp84 juta per bulan.
Mengingat pengeluaran Eropa yang cukup tinggi di Eropa termasuk Portugal, Oblak dan Ederson harus berhemat demi bertahan di sana.
Alhasil, keduanya sampai harus numpang teman-temannya agar bisa ke tempat latihan demi menghemat biaya transportasi.
Baca juga: Kemarahan Rodri Sebelum Mengambil Penalti dalam Laga Man City Vs Tottenham
Ederson bahkan sampai harus menumpang tempat tinggal dengan rekan-rekannya demi penghematan.
“Ketika Ederson tiba di Vila do Conde (daerah Rio Ave), dia berjuang untuk menemukan tempat tinggal dan minta untuk tinggal dengan saya selama sebulan," kata mantan rakan satu tim Ederson, Marcelo, dilansir Bleacher Report.
Ederson juga diketahui kerap berpindah-pindah menumpang apartemen rekan-rekannya yang lain.
Namun, kini nasib keduanya telah berubah. Jan Oblak dan Ederson Moraes saat ini menjelma sebagai salah satu kiper terbaik di muka bumi.
Baca juga: Man City Vs Tottenham, Jose Mourinho Penuh Alasan dari Kekalahan
Oblak memperkuat Atletico Madrid dan ia telah memenangi Trofi Ricardo Zamora dalam empat tahun terakhir secara beruntun.
Penghargaan itu diberikan kepada kiper dengan rasio gol pertandingan terendah pada suatu musim LaLiga.
Sementara itu, Ederson telah berevolusi sebagai kiper top bersama Manchester City di bawah Pep Guardiola.
Berkat kemampuan yang telah meningkat pesat, pendapatan Oblak dan Ederson pun meningkat sangat pesat.
Oblak menjadi yang paling fantastis dengan gaji Rp 6,7 miliar per pekan, sementara Ederson Rp 1,7 miliar per pekan.
Pendapatan tersebut pun terbukti pantas. Pasalnya, baik Oblak maupun Ederson sama-sama telah mempersembahkan gelar prestisius bagi tim mereka masing-masing.
Oblak membawa Atletico Madrid menjuarai Liga Europa 2018 dan Piala Super Eropa tahun sama, sementara Ederson panen trofi di Manchester City.
Antara lain, kiper kidal itu telah dua kali menjadi juara Liga Inggris dan tiga Piala Liga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.