KOMPAS.com - Almarhum Presiden Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau yang dikenal Gus Dur, ternyata seorang pencinta sepak bola.
Bukan sekadar pencinta sepak bola biasa, Gus Dur juga beberapa kali menganalisis pertandingan ataupun turnamen si kulit bulat.
Kemudian, hasil analisis Gus Dur dikirimkan kepada harian Kompas.
Salah satu tulisannya adalah kompetisi Piala Dunia 1990.
Dia mengkritik turnamen tersebut dalam artikel "Piala Dunia, Eskapisme Berskala Raksasa" di harian Kompas, 11 Juli 1990.
Baca juga: Cerita Menarik antara Gus Dur dengan Mike Tyson
"Secara keseluruhan, Piala Dunia 1990 menunjukkan kualitas lebih rendah bila dibandingkan dengan dua Piala Dunia sebelumnya (Meksiko dan Spanyol)," tulis Gus Dur seperti tertuang.
Kualitas yang dimaksud bukan soal skill pemain di depan bola, melainkan inisiatif penyerangan dan strategi yang kurang tajam. Sebaliknya, lini pertahanan juga sangat kuat.
"Lihat saja, bagaimana para barisan pertahanan mampu mematikan penyerang terbaik sekalipun," jelas Gus Dur.
"Keterampilan individual tinggi ternyata tidak diimbangi dengan seni olah bola dan strategi brilian. Penurunan kualitas di dua bidang itu juga diperburuk oleh penampilan emosional banyak pemain," tulisnya lagi.
Baca juga: Luis Milla Merasa Tak Berharga Usai Berpisah dari Timnas Indonesia
"Kemandulan seni mengolah bola dan strategi mengatur itu terlihat jelas sekali dalam pertandingan final Jerbar (Jerman Barat) dan Argentina."
"Sehingga, secara keseluruhan, pertandingan final itu jauh dari yang seharusnya diperlihatkan pada tingkat dunia," jelas dia.
Analisis Gus Dur itu memang berdasar. Italia 1990 merupakan salah satu Piala Dunia dengan catatan gol terminim, 2,21 gol per laga.
Ulasan dari sisi emosional juga terlihat dari jumlah kartu merah.
Total ada 16 kartu merah, tertinggi untuk semua Piala Dunia dengan 24 kontestan.
Baca juga: La Liga: Lionel Messi Bisa Bela Timnas Spanyol
Dalam penutup ulasan Gus Dur, presiden kelahiran Jombang itu menyampaikan pesan dari Piala Dunia 1990 Italia.
Pesan itu yakni kegemilangan sebuah tim masa lampau tak selamanya berbuah manis jika hanya digaungkan tanpa aksi nyata.
"Nostalgia akan kejayaan masa lampau tidak akan menghasilkan apa-apa bagi kita."
"Jika kita tidak mampu mencari pemecahan kita sendiri atas masalah kita di masa kini dan masa datang," tulis Gus Dur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.