Windy Cantika Aisah telah melakoni pertandingannya di Olimpiade Tokyo 2020 dan sukses mempersembahkan medali pertama untuk Indonesia.
Atlet berusia 19 tahun otu berhasil meraih medali perunggi di kelas 49 kg dalam laga yang berlangsung di Tokyo International Forum, Sabtu (24/7/2021) siang WIB.
Windy Cantika berhak mendapatkan medali perunggu usai menempati posisi ketiga dengan totak angkatan 194 kg.
Sempat tak berhasil dalam angkatan snatch pertama, Windy Cantika akhirnya bisa melakukan angkatan snatch terbaik dengan beban 84 kg.
Sementara, angkatan clean & jerk terbaik Windy Cantika adalah 110 kg yang diraih pada kesempatan ketiga.
Perolehan tersebut membuat Windy Cantika Aisah berada di peringkat ketiga, di bawah lifter Hoi Zhihui (China) dan Chanu Mirabai (India).
Perolehan Cantika tersebut praktis membuat Indonesia menorehkan medali pertama di ajang Olimpiade Tokyo.
Windy Cantika tidak menorehkan prestasinya dengan mudah di Olimpiade Tokyo 2020.
Selain harus bertanding melawan rival yang lebih senior, lifter belia tersebut sebelumnya juga harus menjalani latihan berat jelang Olimpiade.
Latihan berat bahkan sampai membuat bagian-bagian tubuhnya terasa sakit, hingga jemari tangannya sampai berdarah-darah.
"Untuk persiapannya makan lebih disiplin, bahkan sepertinya selama sebulan lebih handphone dikumpulkan kecuali Sabtu dan Minggu," ujar Windy Cantika dalam jumpa pers virtual yang juga dihadiri Kompas.com.
"Istirahat dan latihannya lalu lebih diatur dan diperhatikan. Selama latihan, sempat sakit pinggang dan tertimpa (saat angkat besi) karena mengalami sakit bahu," jelasnya.
"Saya mengiranya bisa menahan saat sakit bahu, tahu-tahunya tidak. Jadi, saya tertimpa dan sampai mengenai kaki sehingga bengkak," tutur dia.
"Sempat juga mengalami hamstring, masalah tulang kering, bahu, sama jari kapalan sampai pecah-pecah dan berdarah," ungkap Cantika soal perjuangannya di sesi latihan.
Sementara itu, sang pelatih Dirja Wihardja mengungkapkan dalam persiapan tim angkat besi, setiap sebulan sekali selalu ada pemeriksaan masa otot dan lemak.
Lebih jauh lagi, Dirja mengatakan persiapan tim angkat besi Tanah Air sudah dimulai dari pembinaan Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABSI) sejak usia dini.
"Di PABSI sendiri pembinaannya selalu mengadakan Kejuaraan Satria sejak 2018, di mana Kejuaraan Satria ini cikal bakal untuk menemukan bibit atlet angkat besi yang berusia 15-17 tahun," jelas Dirja.
"Dari situ atlet didapat, juga dari PPLT di daerah. Kami selalu memantau perkembangan prestasinya agar bisa diorbitkan seperti Windy Cantika dari PPLT Bandung."
"Kemudian, ada Rizky Juniansyah juara dunia junior dari PPLT Banten. Jadi, kami terus mencari dan mencari untuk generasi atlet angkat besi Indonesia yang akan datang," tuturnya.
Windy Cantika dengan ini berhasil meneruskan tradisi medali Indonesia dalam cabor angkat besi putri di Olimpiade yang telah berlangsung 21 tahun.
Adapun tren medali Indonesia di cabor angkat besi putri dimulai dari trio Raema Lisa Rumbewas, Sri Indriyani, dan Winarni di Olimpiade Sydney 2000.
Lalu, dilanjutkan Lisa di Athena 2004 dan Beijing 2008, Citra Febrianti (London 2012), dan Sri Wahyuni Agustiani (Rio de Janeiro 2016).
Pencapaian yang begitu luar biasa mengingat Cantika masih begitu belia, dan Tokyo 2020 merupakan debut sang lifter di ajang Olimpiade.
https://www.kompas.com/sports/read/2021/07/24/21125088/sebelum-raih-medali-di-olimpiade-tokyo-windy-cantika-jalani-persiapan