KOMPAS.com - Tidak sedikit julukan-julukan klub di Indonesia berasal dari jenis hewan.
Misalnya saja Persib Bandung dijuluki Maung Bandung, Arema FC dengan Singo Edan, Persebaya Bajul Ijo atau Persija Jakarta Macan Kemayoran.
Begitu juga tim-tim dari luar Pulau Jawa seperti Borneo FC dengan julukan Pesut Etam (Pesut merupakan mamalia langka), PSM Makassar Juku Eja (ikan merah), hingga Semen Padang Kabau Sirah (kerbau merah).
Tentu banyak cerita di balik penggunaan julukan tersebut sehingga melekat dan dirasa pas dengan keinginan penggemarnya.
Di sisi lain, penggunaan julukan tersebut melekat erat dengan makna konotatif yang dapat dijabarkan dengan teori semiotika milik Ferdinand de Saussure.
Dalam teori tersebut, Ferdinand membagi dua pemaknaan, yakni denotasi dan konotasi.
Mudahnya, denotasi merupakan makna yang terkandung di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sementara konotasi merupakan makna lanjutan mengikuti perkembangan.
"Julukan itu dalam secondary signification milik Ferdinand de Saussure," kata Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fajar Junaedi.
"Maksudnya, bukan hanya merujuk kepada makna denotasi dari hewan tersebut, namun lebih dimaknai sebagai makna konotatif."
"Alasannya tentu dengan makna konotatif tersebut akan membangkitkan semangat pemain, dan fans bisa melakukannya dengan membuat giant atau mini flag bergambar hewan tersebut," jelas dosen berambut gondrong itu.
Sebagai contoh, melihat asal-usul Persib dengan julukan Maung Bandung misalnya, memiliki filosofi tersendiri seperti teori semiotika.
Akan tetapi, secara konotasi akan memiliki pemaknaan berbeda.
Maung (harimau) menempati posisi tertinggi dalam stratifikasi hewan yang hidup di Tatar Sunda. Masyarakat Sunda juga memandang maung sebagai simbol semangat dan keberanian.
Di beberapa tempat, maung dipercaya sebagai jelmaan raja termahsyur di Tatar Sunda, Prabu Siliwangi.
Hal tersebut dipengaruhi melalui sebuah kisah yang menceritakan perjalanan ngahiyang atau moksa Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya dengan mengubah wujud menjadi harimau.
Asal-usul julukan terbuat dari banyak faktor, termasuk sejarah atau identitas sebuah klub berasal, hingga mitologi lokal yang mengalir secara turun temurun.
Contoh lain, julukan klub yang menggunakan tokoh dalam cerita leluhur seperti Joko Tingkir yang kemudian dipakai oleh Persela Lamongan maupun Mahesa Jenar untuk PSIS Semarang.
"Pola selanjutnya adalah berasal dari budaya populer yang berkembang dan dikenal masyarakat," jelas penulis buku Merawat Sepakbola tersebut.
"Sebagai contoh adalah tokoh Mahesa jenar yang menjadi prajurit kerajaan Demak yang terkenal dari cerita bersambung Nagasasra dan Sabukinten dari SH Mintardja di tahun 1960-an."
"Cerita ini sangat populer bagi masyarakat di Jawa tengah dan Yogyakarta, bahkan menjadi lakon ketoprak."
"Nama ini kemudian dilekatkan pada PSIS Semarang," ungkap Fajar Junaedi.
Di balik melekatnya sebuah klub, lanjut Fajar Junaedi, peran pers sangat berpengaruh dalam julukan klub.
"Di masa sebelum media internet berkembang luas, pers lokal punya andil dalam membesarkan julukan-julukan bagi tim sepak bola di daerahnya," kata pria yang akrab disapa Mas Jun.
"Yang perlu digarisbawahi, dari mana pun berasal julukan tersebut, pers mempunyai peran besar dalam mempopulerkan," tandas dia.
https://www.kompas.com/sports/read/2020/04/17/13200058/persib-arema-hingga-persija-kenapa-julukan-klub-indonesia-pakai-jenis